Selasa, 31 Januari 2012

008.Dewi Siluman Bukit Tunggul

08. Dewi Siluman Bukit Tunggul


1
Wiro  Sableng  menghentikan  jalannya  di  tikungan  itu.  Matanya  memandang  ke  muka
memperhatikan  beberapa  buah  gerobak  besar  ditumpangi  oleh  perempuan-perempuan  dan  anak-
anak. Gerobak-gerobak  itu  juga  penuh  dengan muatan  berbagai macam  perabotan  rumah  tangga.
Belasan  orang  laki-laki  kelihatan  berjalan  kaki  dan  membawa  buntalan  barang-barang. Jelaslah
bahwa semua mereka itu tengah melakukan pindah besar-besaran.
“Saudara,  hendak  pergi  ke manakah  rombonganmu  ini?” bertanya Wiro  sewaktu  seorang
anggota rombongan melangkah ke jurusannya.
Orang  itu  memandang  sebentar  kepadanya  dengan  pandangan  curiga.  Demikian  juga
anggota rombongan yang lain.
“Kami terpaksa meninggalkan kampung, pindah ke tempat lain yang jauh dari daerah ini....”
“Kenapa pindah?”
Seorang laki-laki  tua  yang  mengemudikan  gerobak,  menghentikan  gerobak  itu  dan
menjawab pertanyaan Wiro Sableng.
“Kampung kami dilanda malapetaka!”
“Malapetaka apakah?”
“Kepala  kampung  dan  lima  orang  pembantunya  serta  istrinya  digantung. Beberapa  orang
gadis diculik! Beberapa penduduk dibunuh....”
“Siapa yang melakukannya?” tanya Wiro Sableng.
“Siapa  lagi  kalau  bukan  kaki  tangannya  Dewi  Siluman,” menyahuti  laki-laki  pengemudi
kereta.
Mulut  Pendekar  212  tertutup  rapat-rapat. Rahangnya  bertonjolan  lagi-lagi  dia  dihadapkan
pada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orangnya Dewi Siluman.
“Kalau kami tidak meninggalkan kampung, kami semua akan dibunuh!”
Anggota rombongan yang pertama tadi bertanya. “Kau sendiri mau kemanakah, Saudara...?”
“Maksudku ke arah sana. Ke kampung kalian...?”
“Sebaiknya  batalkan  saja  niatmu,” menasehati  orang  itu.  “Orang-orangnya Dewi  Siluman
pasti akan datang  lagi ke kampung kami.  Jika kau ditemui mereka di  sana,  tiada harapan bagimu
untuk hidup lebih lama!”
“Terima  kasih  atas  nasihatmu,  Saudara!” jawab  Wiro.  “Tapi aku  tetap  musti  menuju
kesana....”
“Kau mencari mati,  orang muda!” kata  pengemudi  gerobak. Dilecutnya  punggung  lembu
yang menarik gerobak itu kemudian diberinya aba-aba. Rombongan itu pun bergerak kembali.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro  Sableng  mengikuti  rombongan  itu  dengan  pandangannya  sampai  akhirnya  mereka
lenyap  di  kejauhan.  Hatinya  kasihan  sekali  melihat  orang-orang  itu,  terutama laki-laki  tua  dan
perempuan-perempuan  tua  serta anak-anak. Kemudian dibalikkannya  badannya  dan dengan cepat
berlalu dari situ.
Kira-kira  dua  kali  sepeminum  teh, Wiro  Sableng menemui  sebuah  kampung  yang  berada
dalam keadaan porak poranda. Pastilah  ini kampung  rombongan yang ditemuinya di  tengah  jalan
tadi.
Beberapa buah rumah hancur. Dua di antaranya musnah dimakan api. Empat orang laki-laki
terkapar  di  hadapan  sebuah  rumah  bagus  sedang  di langkan  rumah  Pendekar  212 menyaksikan
enam  orang  tergantung  berayun-ayun  tiada  nyawa  lagi.  Yang  pertama  adalah  kepala  kampung,
kemudian  isterinya. Selebihnya adalah pembantu-pembantu kepala kampung. Di beberapa  langkan
rumah  lainnya, Wiro menemukan pula beberapa orang yang mengalami nasib sama  seperti kepala
kampung, digantung sampai mati.
Pendekar  212 menyandarkan  punggungnya  ke  sebatang  pohon  dan membatin. Kesalahan
apakah yang  telah dibuat penduduk kampung  ini  sebelumnya  sampai mereka dibunuh  sedemikian
kejamnya? Anak-anak dan perempuan-perempuan tanpa perikemanusiaan sama sekali?!
Wiro ingat pada ucapan anggota rombongan tadi. Orang-orangnya Dewi Siluman pasti akan
kembali  ke  kampung itu.  Wiro  memutuskan  untuk  menunggu. Jika  manusia-manusia  jahat  itu
muncul, dia akan buat perhitungan dengan mereka dan sekaligus mencari keterangan di mana letak
Bukit Tunggul. Manusia macam Dewi Siluman tidak layak dibiarkan hidup lebih lama. Maka Wiro
pun melompat ke sebuah cabang pohon yang tinggi, duduk di situ dan memulai penungguannya.
Sampai matahari condong ke barat tak seorang pun yang muncul. Dengan hati kesal murid
Eyang Sinto  Gendeng dari  Gunung  Gede  itu  turun  dari atas  pohon  dan mengelilingi  kampung.
Bukan main geramnya. Wiro  sewaktu di salah  satu dinding  rumah penduduk ditemuinya barisan-
barisan tulisan seperti yang dilihatnya sebelumnya di kampung yang terdahulu.
Delapan penjuru angin adaiah daerah kami
Siapa menantang mesti diterjang
Dunia persilatan boleh geger
Tokoh-tokoh persilatan boleh turun tangan
Kalau mau mempercepat kematian.
Dan  juga di bawah barian-bansan kalimat itu  tertera  lukisan  tengkorak kecil. Geram sekali
Wiro Sableng pergunakan kaki kirinya untuk menendang dinding rumah itu. Dinding rumah hancur
berantakan. Ditinggalkannya  tempat  itu.  Hatinya  bimbang  dan meragu  apakah  orang-orangnya
Dewi  Siluman  benar-benar  akan  kembali  ke  kampung  itu.  Tiba-tiba  Wiro  tersirap  kaget.  Di
belakang rumah sebelah kirinya terdengar suara seseorang bicara.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Heran, kenapa Dewi Siluman berbuat kekejaman yang tiada artinya ini?”
Sebagai jawaban terdengar suara helaan napas yang disusul dengan ucapan. “Manusia punya
seribu macam cara untuk cari nama di dunia persilatan!”
Ternyata ada dua orang di  samping  rumah sana. Yang mengherankan Wiro  ialah mengapa
dia sama sekali tidak mendengar sedikit pun kedatangan kedua manusia itu? Penuh rasa ingin tahu
Wiro menyelinap  ke  bagian  rumah  yang  lain  dan melompat  ke  sebatang pohon  berdaun  rindang.
Dari  sini  jelas  sekali  dia  dapat memandang  ke  halaman  samping  rumah  tadi.  Dua  sosok  tubuh
manusia  dilihatnya berdiri di  sana. Dan untuk  kedua  kalinya Pendekar 212 dibuat  terkejut. Salah
seorang dari dua manusia  itu bukan  lain dari nenek-nenek  sakti yang pernah baku hantam  sekitar
dua  bulan  yang  lewat  dengan  dia  di  Kotaraja. Nenek-nenek  sakti  yang  dikenal  dengan  gelar  Si
Telinga Arit Sakti.
Gerangan apakah yang membuat manusia  ini berada pula di Pulau Madura? Dan siapakah
manusia  yang  berdiri  di  sampingnya  saat  itu?  Manusia  ini  juga  seorang  perempuan  tua  renta,
bermuka keriput. Salah satu matanya hanya merupakan rongga hitam yang mengerikan. Kepalanya
tidak  sedikit  pun  ditumbuhi  rambut.  Dia  mengenakan  jubah  putih  yang  pada  bagian  dadanya
tergambar dua buah arit  saling  bersilangan! Melihat kepada umur  serta  ciri-ciri manusia  ini Wiro
menduga  mungkin  sekali  dia  adalah  guru  Si  Telinga  Arit  Sakti.  Sekurang-kurangnya  kakak
seperguruannya.  Dan  apakah  kemunculan mereka  berdua  di  Pulau Madura  ada  sangkut  pautnya
dengan pertempuran di Kotaraja dulu  itu? Sangkut paut urusan dendam yang hendak dibalaskan?
Atau mungkin untuk satu urusan lainnya?
Wiro  terus memperhatikan  dari  atas  pohon  berdaun  lebat  itu.  Dilihatnya  Si  Telinga Arit
Sakti memandang berkeliling.
“Tak  ada  tanda-tandanya  bangsat  yang  kita  kejar  itu  berada  di  sini....” Perempuan  tua
berjubah putih buka suara.
Si Telinga Arit Sakti memandang  lagi berkeliling  lalu menyahuti. “Tapi  rombongan yang
kita papasi di tengah jalan  itu mengatakan bahwa dia memang menuju ke sini. Mungkin dia sudah
berlalu ke tempat lain. Kita harus mengejarnya dengan cepat.”
“Kau hanya bikin aku repot saja Telinga Arit Sakti. Kalau tidak gara-garamu tentu sekarang
ramuan obat yang kukerjakan itu sudah selesai!”
Telinga  Arit  Sakti  perlihatkan wajah  yang  tidak  senang.  “Kalau  pemuda  sialan  itu  tidak
keliwat sakti mandraguna, pastilah aku tak akan mengemis minta tolong padamu. Guru!”
Nyatalah  kini bagi Wiro Sableng bahwa  perempuan  tua berjubah putih  itu  adalah  guru Si
Telinga Arit  Sakti! Dan  nyata  pula  bahwa  kemunculan mereka  di  Pulau Madura  saat  itu  adalah
dalam mencari dirinya  sendiri. Rupanya kekalahan  di Kotaraja  tempo hari  sangat menggeramkan scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
hati Si Telinga Arit Sakti hingga manusia itu mengadu kepada gurunya. Guru dan murid kemudian
sama-sama mencarinya!
“Dalam  berpikir-pikir  apakah  dia  saat  itu  segera  turun  atau  tetap saja  diam di  atas  pohon
maka Wiro  mendengar perempuan  berjubah  putih  berkata. “Kita  teruskan  pengejaran  ke  timur!
Kurasa orang yang kita cari masih belum berapa jauh!”
Telinga  Arit  Sakti  mengangguk.  Maka  keduanya  pun  berkelebat  hendak  meninggalkan
tempat  itu. Tapi pada detik yang sama dari jurusan barat satu bayangan hitam laksana anak panah
lepas dari busurnya datang memapas ke arah mereka. Pendatang baru ini berseru nyaring. Suaranya
menggetarkan delapan penjuru angin.
“Dua perempuan tua! Harap tetap di tempat kalian!”
Guru  dan murid  hentikan  tindakan mereka  dan  berpaling  ke  arah  barat.  “Bedebah!  Siapa
yang berani main perintah  seenak  cecongornya huh?!” dengus guru Si Telinga Arit Sakti dengan
penuh kegusaran.
Dalam sekejap  itu pula Si pendatang baru sudah sampai di hadapan mereka. Melihat siapa
adanya manusia ini maka sirnalah kemarahan guru Si Telinga Arit Sakti. Malah dia menjura hormat
dan lontarkan senyum.
“Ah, kiranya Sepuluh Jari Kematian! Tiada sangka akan bertemu di Pulau Madura ini!”
Manusia  yang  baru  datang  adalah  seorang  laki-laki  berjubah  hitam,  berambut  panjang
sampai  ke  punggung.  Sepuluh  jari tangannya  berwarna  hitam  legam. Dia  berbatuk-batuk  dan
berkata. “Setahuku  Sepasang  Arit  Hitam tengah  sibuk  membuat  sejenis  ramuan  obat  sakti  di
pertapaannya.  Tapi  kini  bersama muridnya  berada  di  sini.  Urusan  apakah  yang  telah membawa
kalian ke sini...?”
Sepasang Arit Hitam rangkapkan  tangan  di muka  dada.  “Urusan  biasa  saja. Kami  tengah
mencari seekor anjing kecil yang telah membuat sedikit keonaran di kalangan kami....”
Sepuluh Jari Kematian manggut-manggut beberapa kali.
“Kalau aku boleh tahu, siapakah yang kau maksudkan dengan seekor anjing kecil itu?”
“Ah...  cuma  seorang  pemuda  sinting  geblek  bernama  Wiro  Sableng  bergelar  Pendekar
212...!” jawab Sepasang Arit Hitam.
Di  atas  pohon Wiro Sableng memaki  dalam hati. Dengan  gusar  dan memperhatikan  terus
dan mendengarkan percakapan orang-orang itu.
Pada waktu mendengar nama Wiro Sableng dan gelar Pendekar 212 tadi terkejutlah Sepuluh
Jari Kematian. “Kalau begitu kita mencari bangsat yang sama!” serunya.
Wiro  terkejut. Dia  coba menduga  siapa  adanya manusia  berjuluk  Sepuluh  Jari Kematian
yang juga tengah mencari dirinya itu.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Betul-betul tidak diduga kita punya urusan yang sama di tempat yang sama!” ujar Sepuluh
Jari  Kematian.  “Bangsat  bernama  Wiro  Sableng  bergelar Pendekar  212  itu  telah  membunuh
muridku  si Wirapati yang  berjuluk  Pendekar  Pemetik Bunga beberapa  bulan  yang  lewat!  Aku
terpaksa  turun gunung untuk cari  itu manusia. Belakangan sekali aku mendapat keterangan bahwa
bangsat itu berada di ujung Jawa Timur, tengah dalam perjalanan ke Madura ini!”
Sepasang Arit Sakti Hitam hela nafas panjang. “Pertemuan memang aneh dan sukar diduga!
Karena kita sama satu tujuan satu haluan tentu kau tak keberatan kalau meneruskan pencarian atas
bangsat itu secara bersama-sama....”
“Tentu saja  tidak keberatan!” sahut Sepuluh  Jari Kematian dengan  tertawa  lebar. Laki-laki
berjubah  hitam  ini  layangkan  pandangannya  berkeliling.  “Di samping  mencari  pemuda  keparat
bernama Wiro Sableng itu, aku juga mendapat undangan dari Dewi Siluman di Bukit Tunggul. Bila
ada kesempatan kurasa tak ada salahnya kalau kalian ikut berkunjung ke tempatnya.”
“Itu  bisa  dipikirkan  nanti,” menyahuti  Si  Telinga  Arit  Sakti.  “Yang  penting  kita  harus
mencari si Wiro Sableng itu dan mematahkan batang lehernya lebih dahulu!”
Sepuluh Jari Kematian tertawa mengekeh. “Kau betul!” katanya.
Wiro Sableng memperhatikan kepergian ketiga orang itu. Kehadirannya di Pulau Madura itu
kini  bukan  saja  untuk  berhadapan  dengan  Dewi  Siluman  dan  orang-orangnya,  tapi  juga  untuk
berhadapan dengan tiga musuh sakti. Kalau Si Telinga Arit Sakti, ilmu silat dan ilmu kesaktiannya
sudah  demikian  tinggi,  tentu  gurunya  Si  Sepasang  Arit  Hitam  lebih  hebat  lagi  dari  itu. Dan
ditambah  pula  dengan  Guru  Pendekar  Terkutuk  Pemetik  Bunga  yang  berjuluk  Sepuluh  Jari
Kematian itu. Benar-benar mereka merupakan lawan-lawan tangguh yang tak bisa dianggap enteng
sama  sekali. (Mengenai  kehebatan  dan  kejahatan  Pendekar  Pemetik  Bunga  baca  serial  Wiro
Sableng  “Pendekar  Terkutuk  Pemetik  Bunga”). Diam-diam  Pendekar  212  merenung. Mungkin
kehadirannya di Pulau Madura adalah benar-benar untuk mencari kematiannya sendiri.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
2
Wiro Sableng memperhatikan kesibukan-kesibukan dalam warung itu dengan sikap acuh tak
acuh. Teh manisnya baru satu kali diteguknya.
“Orang muda lekaslah habiskan minumanmu. Warung ini akan segera ditutup....”
Wiro  heran  mendengar  ucapan  orang  tua  pemilik  warung.  “Siang-siang  begini  sudah
ditutup?” tanyanya.
“Kau tak tahu apa-apa orang muda. Habiskan saja teh itu, bayar cepat dan berlalu....”
“Ada apakah sebenarnya?”
Pemilik warung  tampak  agak  gusar. Dia menunjuk  ke  luar warung.  “Kau  lihat  penduduk
yang berbondong-bondong itu?”
Wiro  Sableng  palingkan kepala  ke  luar warung. Di  tengah  jalan  dilihatnya  serombongan
penduduk berjalan  cepat menuju ke  selatan membawa berbagai macam barang  rumah  tangga dan
binatang-binatang peliharaan seperti kambing-kambing dan beberapa ekor sapi.
“Memangnya kenapa mereka itu...?” bertanya lagi Wiro.
“Mereka  mengungsi!  Aku  pun  hendak menyertai  rombongan  mereka. Daerah  sini  sudah
tidak aman! Malam kemarin seorang gadis telah diculik. Dua orang ditemui mati.”
“Siapa yang melakukannya?” tanya Wiro.
Pemilik warung itu hendak menjawab tapi tak jadi. Di wajahnya nyata sekali kelihatan rasa
ketakutan. “Habiskan saja minumanmu. Aku tak bisa menunggu lebih lama,” katanya pada Wiro.
Wiro  Sableng  garuk-garuk  kepalanya  beberapa  kali  lalu  meneguk  teh  manisnya  sampai
habis. Dari saku pakaiannya dikeluarkannya sebuah mata uang perak. Ditimang-timangnya sebentar
uang  itu  lalu  diletakkannya  di  atas  meja  di  hadapan  pemilik  warung.  Sewaktu  pemilik  warung
mengambil uang  itu, Wiro memegang  tangannya  dan  berkata. “Dengar  orang  tua.  Kau  tak  usah
kembalikan  uangku  asal  saja  kau  bisa  kasih  keterangan  di mana  letaknya Bukit  Tunggul tempat
bersarangnya Dewi Siluman....”
Si  orang  tua  tersentak  kaget.  Parasnya  yang  keriputan  serta  merta  menjadi  pucat  pasi.
Matanya membelalak memandang Wiro.
“Justru  karena  dialah penduduk  kampung  ini  terpaksa pindah mengungsi. Kini kau malah
mencari penyakit bertanyakan tempat kediamannya. Apa kau sudah bosan hidup orang muda...?!”
Wiro Sableng tertawa.
“Mana  ada  orang  yang  bosan  hidup,” sahutnya  “Toh  tidak  ada  salahnya  kalau  kau  kasih
sedikit keterangan di mana letak Bukit Tunggul itu....”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Si orang  tua gelengkan kepala. “Aku masih  ingin hidup! Sekali aku membuka mulut kasih
keterangan seluruh keluargaku akan mampus! Mungkin juga semua penduduk kampung ini!”
Pemilik warung itu segera mengambil uang di atas meja dan memberikan kembalinya pada
Wiro. Lalu katanya. “Nah, sekarang berlalulah.”
Wiro geleng-gelengkan kepala. Dia keluar dari warung  itu. Agaknya seluruh Pulau Madura
sudah  digerayangi  oleh  rasa  takut  terhadap  Dewi  Siluman  dan  orang-orangnya.  Tak  ada  satu
kampung pun  yang ditemuinya  berada dalam  keadaan  tenang  tenteram. Di  setiap  kampung mesti
saja  ada  korban-korban  yang  jatuh  akibat  kejahatan  yang  dilakukan  oleh  orang-orangnya  Dewi
Siluman. Dan  bukan  itu  saja,  di  setiap  kampung  orang-orangnya Dewi  Siluman  selalu menculik
gadis-gadis.  Entah  dibawa  ke  mana  dan  entah  apa,  yang menimpa  diri  gadis-gadis  itu  tak  bisa
diduga oleh Wiro.
Dia  mendongak  ke  langit.  Sang  surya  tengah  bersinar  seterik-teriknya.  Dengan
mempergunakan  ilmu  lari  cepatnya, Wiro  tinggalkan kampung  itu. Di  satu  jalan kecil yang  lurus
pendekar  ini  memperlambat  larinya.  Di  ujung  sana  dilihatnya  seseorang  duduk  menjelepok  di
tengah jalan. Ketika dia sampai di hadapan orang itu ternyata manusia ini adalah seorang nenek tua
bermuka cekung keriput. Dia duduk seenaknya di tengah jalan yang kecil itu. Di  tangan kanannya
ada sebatang ranting kering. Dia mengenakan jubah putih yang kotor. Dia begitu asyik menggurat-
gurat tanah dengan ujung ranting kering di tangannya itu.
Wiro tak dapat menduga siapa adanya nenek-nenek  ini. Baginya adalah satu hal yang aneh
seorang  nenek-nenek  berada  di  tengah  jalan  dan  duduk menggurat-gurat  tanah  seperti  dilihatnya
saat itu. Karena jalan itu kecil, tak mungkin Wiro Sableng untuk lewat begitu saja tanpa membentur
tubuh sang nenek. Dia bisa melompat di atas kepala si nenek tapi tentu saja ini satu kekurangajaran.
Maka Pendekar 212 pun menegurlah dengan hormat.
“Nenek harap maafkan aku mengganggumu. Sudilah memberikan sedikit jalan bagiku.”
Si nenek  anehnya  terus  saja  asyik menggurat-gurat  tanah  dengan  ranting kering di  tangan
kanannya. Seakan-akan tiada didengarnya teguran Wiro tadi.
Mungkin  nenek-nenek  ini  tuli,  pikir Wiro.  Tapi  adalah mustahil  kalau  dia  tidak  melihat
Wiro yang berdiri sedekat itu di sampingnya.
Wiro menegur lagi dengan suara lebih dikeraskan.
“Nenek, harap suka memberi sedikit jalan untukku lewat.”
Si  nenek  tiba-tiba  angkat  kepalanya.  Sepasang  matanya  memandang  Wiro  dari  rambut
sampai  kaki,  penuh meneliti dan  penuh  gusar.  Kemudian  kembali  dia  tundukkan  kepala  dan
menggurat-gurat tanah dengan ujung ranting.
Wiro memaki  dalam  hati. Kalau  si  nenek  ini  tidak  sinting  pastilah  dia  seorang  aneh  atau
seorang yang sengaja cari sengketa, pikir Pendekar 212 Wiro Sableng.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Nenek, aku mau lewat. Kuharap kau tak keberatan memberi jalan....”
“Setan  alas!” Si  nenek  tiba-tiba  mendamprat  keras  dan  lantang. Wiro  terkejut  dan  usap
dadanya. “Kapan aku kawin sama kakekmu kau panggil aku nenek!”
Wiro perhatikan  tampang  si nenek yang menjadi sangat galak. Dan Pendekar dari Gunung
Gede  ini  tak  kuasa  menahan  rasa  gelinya  sewaktu  mendengar  ucapan  perempuan  tua  itu.  Dia
tertawa gelak-gelak sampai mukanya merah.
“Setan alas! Siapa yang suruh kau ketawa huh?!” Si nenek membentak lagi dengan suaranya
yang keras.
Wiro hentikan tawanya.
“Siapa yang suruh!” sentak perempuan berjubah putih itu lagi.
“Memang  tak  ada  yang  suruh,  Nek...  eh...  aku musti  panggil  apa  terhadap  kau...?” Wiro
Sableng garuk-garuk kepalanya.
“Kentut betul! Kalau tak ada yang suruh kenapa musti ketawa?!”
“Apakah seseorang itu baru tertawa kalau disuruh?” bertanya Pendekar 212.
“Sudah!  Jangan  banyak  tanya!  Kentutmu  sebakul!  Jawab  kenapa  kau  ketawa?!  Kau
menertawai aku ya?! Ayo jawab!”
“Aku tidak menertawaimu Nek... eh... aku tertawa karena ucapanmu yang lucu tadi.”
“Betul-betul setan alas! Kau anggap aku ini badut yang mau melucu di hadapanmu? Makan
rantingku ini!”
Habis berkata begitu si nenek hantamkan ranting kering di tangannya!
“Wutt!”
Pendekar  212  tersentak  kaget  dan  buru-buru menghindar  ke  belakang.  Sambaran  ranting
yang  di  tangan  si  nenek mengeluarkan  angin  dingin  dan  keras. Nyatanya  bahwa  si  nenek  bukan
perempuan  sembarangan,  tapi  seorang  yang memiliki  tenaga dalam  yang  tinggi. Dan  ini  berarti
bahwa dia adalah seorang tokoh silat berkepandaian hebat.
Karena serangannya  tidak mengenai sasaran, si nenek menjadi gusar sekali. Dia melompat
dan  ranting  kering  di  tangannya menderu  pulang  balik  tiada  hentinya, membungkus  tubuh Wiro
Sableng dalam serangan-serangan yang sangat berbahaya.
Pendekar 212 bersiul nyaring.
“Ah,  nyatanya kau bukan nenek  sembarang nenek!” seru Wiro  sambil gerakkan  tubuhnya
dengan cepat untuk menghindar dari serangan ganas si nenek.
Mendengar  ucapan  itu  si  nenek  jadi  tambah  buas.  Serangannya  tambah  ganas.  Meski
senjatanya cuma sebuah ranting kering namun karena  ranting itu mengandung aliran  tenaga dalam
maka bahayanya tiada beda dengan bahaya sebuah senjata tajam seperti golok atau sebilah pedang.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Nenek!” seru Wiro Sableng. “Antara kita tak ada silang sengketa, mengapa kau menyerang
aku sejahat ini?!”
“Kalau kau tak lekas berlutut dan minta ampun niscaya kau akan kukirim ke akherat!” teriak
si nenek  jubah putih. Serangan ranting keringnya semakin menggila. Dalam waktu  lima jurus saja
Pendekar 212 sudah terdesak hebat.
Sampai  jurus yang kesembilan Wiro Sableng masih  juga berkelebat dalam posisi bertahan,
sama sekali tidak balas menyerang. Inilah yang menyebabkan dia saat demi saat semakin  terdesak
dan kepepet. Ruang gerak Pendekar 212 makin lama makin ciut. Ranting kering di tangan si nenek
laksana ratusan buah banyaknya dan menyerangnya dari puluhan jurus.
Hampir tiada terasa lagi, saat itu mereka sudah memasuki jurus ke empat belas. Dalam jurus
ini Wiro benar-benar dibikin mati kutu. Dia tak sanggup bertahan lebih lama. Dengan satu bentakan
nyaring  Pendekar  212  segera  pergunakan  kedua  tangannya  untuk  mulai  balas  menyerang.  Tapi
justru  pada  jurus itu  pula  ranting  kering  di  tangan  si  nenek membuat  satu  serangan  yang  sukar
dikelit.
“Breet!”
Robeklah  pakaian Pendekar 212. Dadanya  tergores  luka. Rasa  sakit dan perih  serta merta
menjalari  sekujur  tubuhnya. Dan  tubuh  itu kini menjadi panas dingin. Nyatalah  ranting kering di
tangan si nenek bukan ranting kering biasa, melainkan sebuah senjata sakti yang mengandung racun
luar biasa. Cepat-cepat Wiro ke luar dari kalangan pertempuran dan kerahkan tenaga dalamnya.
Si nenek tertawa panjang.
“Jangan  harap  kau  bisa  hidup  lebih  dari  satu  jam,  pemuda  keparat!  Rantingku  ini
mengandung racun yang jahat sekali!”
Wiro  tetap  tenang. Dia  tidak  yakin  racun  ranting  si  nenek  akan menamatkan  riwayatnya.
Sewaktu  digembleng  di  puncak Gunung Gede,  tubuhnya  telah  diberi  kekuatan  oleh Eyang  Sinto
Gendeng, kekuatan yang membuat dia kebal  terhadap  segala  racun yang bagaimanapun  jahatnya.
Apalagi saat itu dia sudah kerahkan tenaga dalamnya.
Si nenek tertawa lagi.
“Selamat tinggal orang muda! Nasibmu ternyata sial di Pulau Madura ini! Nantikanlah saat
kematianmu di depan mata!”
Habis berkata begini si nenek segera putar tubuh dan berkelebat meninggalkan tempat itu.
“Manusia  keriput!  Tunggu  dulu!  Aku  tak  sudi  kau  pergi  sebelum  menerima  sedikit
pembalasan  hormat  dariku!” teriak Wiro  Sableng.  Sekali  dia  melesat  maka  tahu-tahu  tubuhnya
sudah  berada  dihadapan  si  nenek, menghalangi  lari  perempuan  tua  itu. Tentu  saja  kejut  si nenek
bukan tanggung-tanggung. Matanya melotot membeliak.
“Nyalimu keliwat besar!” teriaknya. “Apakah mau mampus saat ini juga bedebah?!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro bersiul nyaring.
“Soal nyawa jangan diributkan perempuan keriput! Terima pukulanku ini!”
Wiro  Sableng  hantamkan  tinju  kanannya  ke  depan.  Di  saat  itu  pula  si  nenek  sapukan
rantingnya ke muka. Maka tak ampun lagi tinju dan rantingpun beradulah.
Wiro kerenyitkan kening menahan  sakit. Kulit  tangannya kelihatan  lecet sedang  ranting di
tangan  si nenek mental dan patah berantakan. Si nenek beringas  sekali melihat  ranting keringnya
dimusnahkan lawan. Dia melompat ke muka dengan sepuluh jari tangan terpantang.
“Cengkeraman Garuda Sakti” seru Pendekar 212 begitu dia mengenali jurus serangan lawan.
Sekali  tubuh  kena  dicengkeram  pastilah  daging dan  tulang-tulangnya  akan  hancur  remuk. Cepat-
cepat Wiro menyurut mundur dan buat satu liukkan, kemudian hantamkan tangan kanan ke depan,
melepaskan  “Pukulan  Kunyuk  Melempar  Buah” yang  disertai  hampir  setengah  bagian  tenaga
dalamnya.
Si nenek melengking penasaran  sewaktu  serangannya  tertahan oleh  satu gelombang  angin
yang  laksana  satu  gumpalan  batu  keras.  Dengan  kalap  dia menyeruak  dari  samping  dan  begitu
pukulan Pendekar 212 lewat dengan serta merta dia  lepaskan dua jotosan dan dua tendangan jarak
jauh. Empat serangan ini hebatnya bukan main. Debu dan pasir jalanan menderu.
Empat angin pukulan si nenek laksana air bah merambas tubuh Pendekar 212. Murid Eyang
Sinto Gendeng ini terpaksa melompat beberapa tombak ke atas. Sambil turun ke bagian yang aman
Wiro lepaskan “Pukulan Angin Puyuh”.
Empat  angin  pukulan  si  nenek  dan  satu  gelombang  angin  pukulan Wiro  Sableng  saling
bentrok  menimbulkan  suara  letusan  nyaring,  menggetarkan  tanah  tempat  berpijak. Si  nenek
terpelanting  sampai  enam  langkah  sedang  kedua  kaki Wiro  Sableng  tenggelam  ke  tanah  sampai
sedalam tiga senti.
Bukan  main  geramnya  si  nenek.  Ternyata  si  pemuda  memiliki  ilmu  yang  tidak  rendah
sebagaimana  yang  disangkanya. Dalam  luapan  amarah, nenek  keriput  ini  segera  cabut batang
belimbing di  tepi  jalan. Dengan mempergunakan pohon  itu  sebagai  senjata dia  segera menyerang
Wiro Sableng.
“Hebat!” seru Wiro  sambil  berkelit  cepat.  Pohon  belimbing  yang  di  babatkan  si  nenek
menderu menghantam pohon lain di belakangnya, membuat pohon ini tumbang bergemuruh. Dapat
dibayangkan bagaimana kalau batang pohon belimbing itu melanda tubuh Wiro Sableng.
Laksana memegang sebuah sapu lidi, demikianlah si nenek pergunakan pohon belimbing itu
untuk  menyapu  dan membabat  lawannya. Wiro  Sableng  geleng-geleng  dan  garuk-garuk  kepala.
Belum  pernah  ia menghadapi  lawan  yang  demikian  kalapnya  seperti  si  nenek  ini  sehingga mau
mencabut  sebatang  pohon  dan  menyerang  dengan  pergunakan  pohon  itu  sebagai  senjata. Di
samping kagum, Wiro juga kepingin tahu siapa sesungguhnya manusia ini.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Nenek, sesuai dengan peradatan dunia persilatan harap kau terangkan siapa nama atau ge-
larmu!” seru Wiro.
“Bakul  kentut!  Kau  bisa  tanya  nanti  pada  cacing-cacing  di  liang  kubur!” Dan  si  nenek
babatkan lagi pohon belimbing di tangannya.
“Buset!”
Wiro berkelebat cepat.
Si nenek penuh penasaran memandang berkeliling. Lawannya lenyap seperti ditelan bumi.
“Setan alas kau lari ke mana hati?!” teriak nenek-nenek itu.
Di belakangnya terdengar suara tertawa.
“Nenek-nenek kurasa matamu belum begitu kabur hingga tak tahu kalau aku berada di sini!”
Begitu putar  tubuh begitu si nenek hantamkan batang belimbing ke pohon di belakangnya.
Kraak!
Pohon  di  tepi  jalan  patah  dan  tumbang. Wiro  Sableng  yang  tadi memang melompat  dan
berdiri di salah satu cabang pohon itu, berkelebat ke pohon lain dan berdiri di salah satu cabangnya
sambil tertawa-tawa mengejek.
“Setan  alas!  Apa  kau  kira  aku  tidak  sanggup  mengejarmu  ke  atas  sana?!” teriak seraya
lemparkan pohon belimbing ke tepi jalan kemudian melompat sebat ke cabang pohon di mana Wiro
berdiri.
Tapi  kemengkalannya  jadi  bertambah-tambah  karena  begitu  ia menginjak  cabang  pohon,
Wiro Sableng sudah lenyap dari cabang itu. Dan bila dia memandang ke bawah maka dilihatnya si
pemuda berdiri bertolak pinggang di jalan kecil, cengar-cengir ke arahnya.
Si  nenek  sampai  melengking  nyaring  saking  gemasnya. Dia  keruk  satu  jubahnya  dan
berteriak. “Pemuda keparat! Terima ini!”
Selusin  senjata  rahasia  yang  berbentuk  paku  hitam melesat  ke  arah Wiro  Sableng dalam
bentuk  lingkaran. Wiro pukulkan  tangan  kanannya ke  atas. Enam paku mental  jauh  sedang enam
lainnya amblas ke dalam tanah. Di saat itu pula si nenek sudah turun ke tanah kembali dan kirimkan
serangan berantai ke arah Wiro.
“Nenek!  Ilmumu memang  tinggi.  Tapi  aku  tak  begitu suka  bertempur  dengan  orang  lain
tanpa alasan! Apalagi kalau tidak tahu asal usul dan namanya!”
“Pemuda sialan, jangan jual kentut! Kau tak akan kulepaskan hidup-hidup!” hardik si nenek.
Kembali dia kirimkan selusin paku hitam dan susul dengan serangan berantai.
Pendekar 212 angkat kedua tangannya. Saat itu pertempuran sudah berjalan tiga puluh jurus
lebih. Wiro  kini  tak  mau  main-main  lagi.  Begitu  kedua  tangannya  dipukulkan  ke  muka  maka
gelombang  angin  yang  laksana  topan  menderu. Inilah  “Pukulan  Benteng  Topan  Melanda scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Samudera” yang  kedahsyatannya  bukan  saja  membuat  selusin  paku  hitam  itu  mental  tapi  juga
membuat si nenek terguling di tanah sampai enam tombak.
Belum  lagi  sempat  bangun Wiro  memburu  tak  kasih  ampun.  Dua  tangannya melesat  ke
pangkal  leher  si  nenek,  siap  untuk menotok. Tapi  lebih  cepat  dari  itu  si  nenek  keluarkan  sebuah
benda  berbentuk  bola  berwarna  hitam.  Bola  hitam  ini  dilemparkan  ke  arah Wiro.  Satu  letusan
terdengar. Dalam kejap itu pula asap hitam tebal menggebu menutup pemandangan, Wiro Sableng
tak  dapat melihat  apa-apa  dan  cepat-cepat melompat  ke  samping. Tapi  dia masih  juga  terkurung
oleh asap hitam yang gelap itu. Dia melompat sekali lagi, dua kali lagi dan barulah bisa keluar dari
kurungan asap hitam yang membutakan pemandangannya.
Beberapa  saat kemudian ketika asap hitam  itu  sirna dengan perlahan maka si nenek  sudah
lenyap dari tempat itu. Dan betapa terkejutnya Pendekar 212 karena di seberangnya kini berdiri tiga
manusia lain.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
3
Ketiga manusia itu bukan lain Si Telinga Arit Sakti, Sepasang Arit Hitam dan Sepuluh Jari
Kematian. Ketiganya memandang dengan mata ganas menyorot yang membayangkan maut.
“Ini dia bangsatnya!” Si Telinga Arit Sakti buka suara.
“Apa yang dikerjakannya di sini! Bermain-main asap?!” Sepuluh Jari Kematian menimpali.
Wiro masih diam dan menyapu tampang ketiga orang itu dengan pandangan seenaknya.
“Pendekar  212!” lengking  Si  Telinga  Arit  Sakti.  “Ketahuilah  hari  ini  adalah  hari
kematianmu!”
Wiro Sableng senyum lalu keluarkan suara tertawa bergelak.
“Telinga  Arit  Sakti,” kata  Pendekar  212  pula.  “Bacotmu  besar  amat! Mentang-mentang
berada sama-sama gurumu!”
“Kalau  tahu aku gurunya mengapa  tidak  lekas berlutut dan bunuh diri?!” sentak Sepasang
Arit Hitam.
Wiro tertawa lagi gelak-gelak. “Orang gila pun disuruh bunuh diri tidak bakal mau!”
“Dan kau lebih dari gila!” damprat Sepasang Arit Hitam.
Sepuluh  Jari  Kematian  lambaikan  tangannya  dan  berkata. “Kau  tak  usah  bicara  panjang
lebar kawan-kawan. Mari kita berebut cepat memisahkan kepala dan badannya!”
“Ah...  ah...  ah!” Wiro  rangkapkan  tangan  di muka  dada.  “Kalau  tak  salah  penglihatanku
bukankah kau yang berjuluk Sepuluh Jari Kematian, gurunya Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
yang mampus tempo hari di tanganku?!”
“Pemandanganmu memang  tajam,  pemuda  gendeng! Muridku mati  di  tanganmu. Hari  ini
aku datang meminta jiwamu!”
Wiro geleng-gelengkan kepala.
Katanya. “Akhir  ini  banyak  sekali manusia-manusia  yang  begitu  inginkan  jiwaku,  sebut-
sebut segala urusan jiwa.... seakan-akan jiwanya sendiri adalah jiwa yang bersih polos!”
“Jangan pidato!” bentak Sepasang Arit Hitam.
“Siapa bilang aku pidato!” sahut Wiro ketus. “Aku cuma bicara biasa!” Kemudian Pendekar
212 berpaling pada Sepuluh  Jari Kematian.  “Dengar Sepuluh  Jari Kematian,” katanya. “Muridmu
seorang manusia bernafsu besar doyan perempuan kelas satu! Bagaimana kalau hari  ini kuberikan
seorang perempuan cantik padamu, apakah kau bersedia melupakan urusan kita?!”
Merahlah  paras  Sepuluh  Jari Kematian. Darah  di  kepala mendidih mendengar  ejekan  itu.
Dia maju  satu  langkah.  “Kau memang  tak  layak  hidup  lebih  lama!” bentaknya. Kelima  jari-jari
tangan kanannya dijentikkan ke muka. Lima sinar hitam yang menggidikkan melesat mengeluarkan scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
suara menggaung. Inilah Ilmu Jari Penghancur Sukma yang dahsyat. Satu jentikkan saja ganasnya
bukan main, apalagi sekaligus lima jentikan. Dan dilancarkan oleh tokoh penciptanya sendiri yang
berilmu tinggi.
Dengan  cepat  Pendekar  212  melompat  ke  udara.  Empat  larikan  sinar  hitam  berhasil
dihindarkannya,  tapi  sinar  yang  kelima  tak  sanggup  dielakkan.  Sinar  ini  menyapu  kaki  kiri
Pendekar 212.
Wuss!
Kaki kiri  itu dengan serta merta menjadi hitam. Wiro Sableng  terguling di  tanah, merintih
kesakitan. Meski  tubuhnya  kebal  segala  macam  racun  namun  dia  masih  khawatir.  Begitu  jatuh
dengan cepat Wiro totok jalan darah dan urat-urat di siku kaki kirinya. Dengan terpincang-pincang
Pendekar 212 bangkit berdiri. Di saat itu Si Telinga Arit Sakti dan Sepasang Arit Hitam memburu
dengan  senjata  di  tangan  sedang  Sepuluh  Jari  Kematian  melompat  sebat  menjambak  rambut
gondrong Wiro Sableng siap untuk memuntir kepala pendekar itu.
Dengan berteriak nyaring Wiro gerakkan tangan kanan untuk cabut Kapak Maut Naga Geni
212. Tapi Si Telinga Arit Sakti yang tahu gelagat segera tendang tangan kanan Wiro Sableng.
Kraak!
Patahlah lengan Pendekar 212. Tubuhnya terhempas ke tanah. Tiga buah arit masing-masing
dua  di  tangan  sepasang Arit Hitam  dan  satu  di  tangan  si Telinga Arit Sakti menderu  siap  untuk
membuat  tubuh Wiro  Sableng menjadi  terkutung  empat  sedang  jambakan Sepuluh  Jari Kematian
akan menanggalkan kepalanya dari badan.
Wiro  Sableng hendak  lepaskan Pukulan  Sinar Matahari. Tapi  sudah  terlambat,  sudah  tak
ada kesempatan lagi.
“Tamatlah  riwayatku!” keluh  pendekar  ini.  Dipejamkannya  kedua  matanya menanti  saat
kematian itu.
Hanya beberapa detik lagi tubuh sang pendekar akan terkutung empat dibabat tiga buah arit
sakti, hanya beberapa detik lagi kepalanya akan  tanggal dipuntir, maka  terdengarlah  teriak lantang
menggeledek.
“Setiap nyawa manusia di Pulau Madura ini adalah milik Dewi Siluman! Kalian tak berhak
merampas jiwa pemuda itu! Kecuali kalau mau ikut-ikutan mampus!”
Terkejutlah Si Telinga Arit Sakti, Sepasang Arit Hitam dan Sepuluh Jari Kematian.
Empat sosok tubuh berkelebat.
Perlahan-lahan Wiro Sableng buka kedua matanya yang  tadi  dipejamkan! Dan  hampir  tak
dapat  dipercaya  pemandangan matanya  sendiri  saat  itu.  Betapa  tidak. Empat  pendatang  baru  ini
adalah  gadis-gadis  cantik  berpakaian  biru.  Leher  mereka  digantungi  tengkorak  manusia  yang scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
besarnya sekepalan  tangan. Meski  tampang mereka cantik-cantik  tapi membayangkan kebengisan.
Dugaan Wiro Sableng pastilah mereka ini orang-orangnya Dewi Siluman dari Bukit Tunggul.
*
* *
Sehabis melemparkan bola yang meletuskan asap hitam dan tebal itu si nenek keriput cepat
berguling dan lari meninggalkan jalan kecil. Dimasukinya rimba belantara kemudian menyeruak di
antara semak belukar lebat. Dari luar semak belukar ini tiada beda dengan semak-semak yang lebat
di sekitar tempat itu. Tapi siapa nyana kalau begitu semak belukar diseruak maka muncullah sebuah
lobang besar setinggi manusia. Si nenek menyelusup memasuki lobang itu dan terus berlari. Meski
penerangan dalam lobang itu tidak begitu terang namun karena sudah terlalu sering melewatinya si
nenek  sudah  sangat  hafal  liku-likunya  maka  dia  lari  dengan  sebat  tanpa  kurangi  kecepatannya.
Dalam waktu yang singkat dia sudah sampai di ujung  lobang yang merupakan  terowongan bawah
tanah  itu. Dia muncul di  satu  lamping bukit. Dari  sini  lari cepat ke bawah, masuk  lagi ke sebuah
terowongan  rahasia  dan  akhirnya  sampai  di satu  terowongan  batu  pualam.  Sebelum  memasuki
sebuah  ruangan besar  si  nenek  gerakkan  kedua  tangannya  ke muka.  Sehelai  selaput  topeng yang
amat  tipis ditanggalkannya dari parasnya. Kini kelihatanlah wajahnya yang asli. Dan nyatanya dia
adalah seorang gadis jelita berkulit hitam manis, berhidung mancung dan berbibir tipis mungil.
Gadis  ini  kemudian  tanggalkan  jubah  putihnya. Di  balik  jubah  putih  si  gadis  kulit  hitam
manis ini ternyata mengenakan pakaian ringkas biru. Gadis ini kemudian berlari ke tengah ruangan
besar. Salah satu tumitnya menekan ubin yang bergambar bunga mawar merah.
Maka  pada  saat  itu  menggemalah  suara  bertanya  dalam  ruangan  itu.  Entah  dari  mana
datangnya.
“Siapa yang mau masuk?!”
“Aku, Nariti hendak menghadap Dewi!” menjawab si gadis hitam manis.
“Silahkan masuk.”
Sebuah pintu besar yang  tadinya hanya merupakan sebuah dinding ruangan belaka terbuka.
Nariti  cepat memasuki  pintu  itu. Ruangan  di mana  dia  berada  adalah  sebuah  ruangan  yang  jauh
lebih besar dari yang pertama  tadi. Seluruh  lantai ditutupi permadani. Di  samping kanan  terdapat
sebuah  taman.  Di  tengah  taman  dihiasi  dengan  kolam  berair  biru.  Beberapa  gadis  cantik  asyik
mandi-mandi  dalam  kolam  itu,  bersimbur-simburan  air  dan  bergurau  sesama  mereka.  Beberapa
lainnya duduk di tepi kolam memperhatikan. Semuanya mengenakan pakaian ringkas biru.
“Hai, itu si Nariti dari mana baru kelihatan!” seru seorang gadis baju biru.
“Nariti dari mana kau!” berseru yang lain.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Nariti  hanya  melambaikan  tangan  lalu  cepat-cepat  menaiki  sebuah  tangga  yang  juga
beralaskan  permadani. Di  bagian  atas  terdapat  tiga  buah pintu  yang  dijaga  oleh  tiga  orang  gadis
berpakaian biru.
“Kemani, aku mau bertemu dengan Dewi,” berkata Nariti pada salah seorang gadis-gadis itu.
“Ada keperluan apakah?!”
“Tak usah tanya. Katakan di mana Dewi saat ini, cepat! Ini penting sekali!”
Melihat  keseriusan  pada  wajah  Nariti maka  Kemani  segera  menjawab.  “Dewi  berada  di
anjungan ketiga.”
Mendengar  itu  maka  Nariti  segera  memasuki  pintu  di  samping  kanannya.  Pintu  ini
membawanya  ke  sebuah  lorong  yang kemudian menghubunginya  dengan  sebuah  pintu biru yang
tertutup. Di belakang pintu itu didengarnya suara petikan-petikan kecapi yang merdu.
Nariti mengetuk daun pintu  tiga kali berturut-turut lalu dua kali lagi. Suara kecapi di ruang
dalam berhenti.
“Siapa?!” terdengar  suara  perempuan  bertanya  dari  dalam.  Suaranya  halus  tapi  penuh
wibawa dan ketegasan.
“Dewi, aku Nariti membawa laporan penting untukmu!”
“Masuklah!”
Nariti mendorong  daun  pintu  lalu masuk  dengan  cepat.  Kamar  yang  dimasukinya  selain
bagus  juga  sangat  luas.  Lantai  tertutup  permadani  biru  yang  tebal  dan  lembut.  Tubuh  serasa  di
awang-awang  kalau  menginjak  kelembutan  permadani  itu.  Di  tengah  ruangan  terletak  sebuah
tempat  tidur  besar  berseprai  sutera putih. Di  atas  tempat  tidur  ini  berbaringlah  bermalas-malasan
seorang perempuan muda. Umurnya paling banyak dua puluh tiga tahun. Dia berpakaian sutra biru
yang  bagus  dan  menjela  ke  permadani.  Parasnya  cantik  sekali.  Tapi  dibalik  kecantikan  yang
mengagumkan  itu  nyata  kelihatan  bayangan  kekejaman. Matanya  yang  berkilat menyoroti Nariti
dengan teliti. Kemudian dia berpaling pada gadis tujuh belas tahun yang duduk di permadani, yang
tadi memainkan kecapi menghiburnya. Gadis ini juga berparas jelita dan berkulit kuning langsat
Perempuan  di atas  pembaringan  yang  bukan  lain  dari  Dewi  Siluman  adanya  anggukkan
kepala. Maka  gadis  pemain  kecapi  yang  mengerti  isyarat  ini  segera  mengambil  kecapinya  dari
pangkuan dan meninggalkan tempat itu lewat sebuah pintu di samping kanan.
“Katakan berita apa yang kau bawa, Nariti,” ujar Dewi Siluman.
Nariti menjura dulu tiga kali baru menjawab.
“Ada beberapa pendatang baru di Pulau kita ini dewi. Semuanya dari Pulau Jawa....”
“Hemmm....” Dewi  Siluman  menggumam  dan  petik  serenceng  buah  anggur  lalu
memasukkan buah itu satu demi satu ke dalam mulutnya.
“Teruskan keteranganmu!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Yang pertama ialah Sepuluh Jari Kematian....”
“Itu  aku  sudah  tahu.  Sepuluh  Jari  Kematian  sobat  lama  yang  sengaja  kuundang  kemari.
Siapa yang lain-lainnya?!”
“Yang lain-lainnya ialah dua orang nenek-nenek yaitu Sepasang Arit Hitam dan muridnya Si
Telinga Arit Sakti....”
“Heh... perlu apa murid dan guru itu berada di Pulau ini?” Dewi Siluman memandang lewat
jendela dari mana dia dapat melihat sebagian dari  taman dan kolam yang tadi dilewati Nariti. Lalu
tanyanya sambil mengunyah buah anggur dalam mulutnya. “Apa masih ada pendatang yang lain?”
“Ada Dewi. Seorang pemuda sakti....”
Sepasang alis mata yang hitam dan bagus dari Dewi Siluman naik ke atas.
“Gerak-geriknya yang mencurigakan membuat aku menguntitnya selama dua hari. Ternyata
dia tengah mencari keterangan di mana letak tempat kita ini....”
“Begitu? Menurutmu apakah dia membawa maksud baik atau jahat?!” tanya Dewi Siluman.
“Pasti maksud jahat Dewi....”
“Kalau  begitu  dia mencari  jalan  ke  akhirat!” kata  Dewi  Siluman  pula  sambil  lemparkan
tangkai anggur ke luar jendela. “Tapi terangkan dulu segala sesuatunya tentang dia....”
“Hampir di setiap  tempat dia menanyakan pada penduduk di mana letak Bukit Tunggul, di
mana letak sarang kita....”
“Kurang ajar. Istanaku disebut sarang!” maki Dewi Siluman. “Teruskan Nariti!”
“Tapi penduduk tak satu pun mau beri keterangan. Meski demikian karena jelas pemuda ini
sangat  berbahaya  bagi  kita maka  dengan menyamar  kunantikan  dia  di  jalan  kecil  di  tepi  hutan.
Sengaja  aku  duduk  di  tengah  jalan  menghalanginya  untuk  mencari  sengketa.  Kemudian  terjadi
pertempuran antara kami. Tapi nyatanya dia sakti sekali dan bukan  tandinganku. Aku hampir saja
dimakan totokannya kalau tidak lekas melemparkan bola asap hitam!”
Dewi  Siluman merenung  sejenak. Nariti  adalah  pembantunya  yang memiliki  ilmu  tinggi.
Kalau Nariti tiada sanggup melawan pemuda itu pastilah si pemuda memiliki ilmu yang hebat.
“Siapa nama pemuda itu?” bertanya Dewi Siluman.
“Tak berhasil kuketahui Dewi.”
“Nariti, bawa  tiga orang kawanmu. Cari pemuda  itu dan  tamatkan  riwayatnya sebelum dia
bikin susah pihak kita!”
“Perintahmu  aku  jalankan  Dewi,” sahut  Nariti.  Dia menjura  tiga  kali  lalu melangkah  ke
pintu.
“Tunggu dulu Nariti!” berseru Dewi Siluman. Nariti hentikan  langkah dan balikkan badan.
“Ya Dewi...?”
“Apakah pemuda sakti itu berparas gagah?” tanya Dewi Siluman.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Nariti memandang ke jendela lalu tundukkan kepala. Kalau dia memberikan jawaban bahwa
pemuda itu memang berparas gagah dia khawatir sang Dewi akan punya persangkaan yang bukan-
bukan padanya. Karenanya Nariti tak berikan jawaban.
Dewi  Siluman  tertawa merdu  laksana  taburan  mutiara  yang  jatuh  berderai  di  atas  lantai
pualam. Dari  kebisuan  anak  buahnya  itu  dia  segera maklum  bahwa  si  pemuda  yang mendatangi
Pulau Madura adalah seorang berparas cakap.
“Kalau  begitu  tangkap  saja  dia  hidup-hidup,  Nariti.” kata  Dewi  Siluman  pula.  “Jika
parasnya betul-betul gagah dia akan menjadi budakku. Tapi kalau tampangnya buruk dia akan mati
percuma!”
Nariti mengangguk.  Dia menjura  lagi  tiga  kali  lalu  tinggalkan  kamar  itu. Dewi  Siluman
memandang ke luar jendela memperhatikan anak buahnya bersimbur-simburan air di tengah kolam.
Di sudut bibirnya mengelumit sekuntum senyum aneh. Gadis jelita ini kemudian bertepuk tiga kali.
Inani gadis yang tadi memainkan kecapi menghibur Dewi Siluman masuk kembali ke dalam
kamar itu.
“Mainkan satu lagu yang bagus untukku, Inani.”
“Lagu bagus tentang apa, Dewi?” tanya Inani.
“Apakah  tentang  lautan yang  indah  diwaktu matahari  terbenam  atau  tentang bunga-bunga
yang  tengah  mekar,  atau  tentang  kebahagiaan  hidup  di  swarga  loka?  Atau  pula  tentang
pemandangan gunung yang tinggi hijau, atau tentang binatang-binatang yang bagus lucu...?”
Dewi Siluman gelengkan kepala.
“Bukan... bukan tentang laut atau bunga-bunga atau binatang-binatang, Inani. Bukan tentang
semua yang kau sebutkan itu. Tapi tentang cinta....” kata Dewi Siluman pula.
Terkejutlah Inani mendengar jawaban Dewinya itu. Selama ini sang Dewi sangat membenci
segala  sesuatu  yang  berbau  cinta  kasih. Dewi  Siluman  selalu  marah  dan  mendamprat  bila  dia
memainkan  lagu-lagu  cinta,  sekalipun dia memetik kecapi  itu  seorang diri  dalam kamarnya! Dan
kini adalah aneh kalau sang Dewi minta dimainkan sebuah lagu cinta. Apakah  telah berubah jalan
pikiran dan lubuk hati sang Dewi. Ada sesuatu yang telah terjadi dengan Dewinya itu?
Untuk  lebih  memastikan  maka  bertanyalah  Inani.  “Lagu  cinta  yang  bagaimana  Dewi?
Apakah cinta kasih seorang  ibu  terhadap anaknya? Atau cinta kasih Tuhan kepada hamba-hamba-
Nya...?!”
“Jangan  sebut-sebut Tuhan!” sentak Dewi  Siluman.  “Yang  ada  di  dunia  ialah  kekuatan!
Siapa yang kuat dia akan berkuasa dan bisa berbuat sekehendak hatinya! Jadi Tuhan di dunia ini!”
Meski di dalam hatinya Inani membantah ucapan sang Dewi, tapi karena takut dia tak berani
nyatakan pendapatnya itu.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Kalau  begitu mungkin Dewi  ingin  dengarkan  lagu  cinta  antara  seorang  pemuda  dengan
seorang gadis?” tanya Inani pula.
“Ya, lagu itulah yang kuinginkan.” jawab Dewi Siluman.
Maka  dengan  jari-jari  tangannya  yang  bagus  runcing  itu  Inani mulai memetik  kecapinya
menyanyikan sebuah lagu cinta.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
4
Petikan kecapi yang membawakan lagu cinta itu menggema ke luar kamar, sampai ke kolam
dan  taman  dimana  anak-anak  buah  Dewi  Siluman  tengah  mandi-mandi  dan  duduk-duduk
beristirahat. Semua mereka saling berpandangan  lalu memutar kepala ke arah  jendela di anjungan
ketiga yang tingginya empat puluh tombak lebih.
“Aneh, sejak kapankah Dewi kita menyenangi lagu cinta-cintaan?” tanya salah seorang dari
mereka.
Tak ada  yang memberikan  jawaban.  Semua mata diarahkan  ke  jendela  anjungan.  Semua
telinga  mendengarkan.  Suara  kecapi  yang  merdu  itu  memasuki  liang-liang  telinga  para  gadis,
laksana air gunung yang sejuk terus mengalir ke hatinya. Betapa indahnya sesuatu yang dipengaruhi
oleh cinta. Betapa  indahnya bercinta. Cinta kasih antara  laki-laki dan pemudi. Dan mereka semua
adalah gadis-gadis yang selama ini tidak mengenal apa artinya cinta. Di dalam Istana Dewi Siluman
yang  terletak  di  bawah  Bukit  Tunggul,  itu  hidup mereka  hanyalah  antara  sesama  gadis,  sesama
perempuan. Dan kini mendengar  lagu cinta kasih  itu, hati mereka  laksana berontak, darah mereka
menjadi  panas.  Walau  bagaimanapun  mereka  adalah  manusia-manusia  biasa,  gadis-gadis  yang
membutuhkan  cinta  kasih  sayang  seorang  pemuda.  Gadis-gadis  yang  selama  ini  hidup  di  alam
suasana tertekan, dipaksakan untuk tidak mengenal cinta. Tapi kali itu melalui petikan kecapi yang
dimainkan  oleh  Inani  tanpa  disadari,  Dewi  Siluman  secara  tak  langsung  telah  memberikan
kenyataan  pada  anak-anak  buahnya  bahwa  sesungguhnya  di  dunia  ini  memang  ada  cinta  kasih
antara  laki-laki  dan  perempuan.  Melalui  petikan  kecapi  itu  Dewi  Siluman  membuat  anak-anak
buahnya menjadi  sadar  bahwa mereka  semua  adalah makhluk-makhluk  hidup, manusia-manusia,
gadis-gadis  yang membutuhkan  kasih  seorang  laki-laki, membutuhkan  peluk  dekap  dan  ciuman
mesra seorang pemuda.
Lagu  itu belum  lagi  sampai ke ujungnya. Tiba-tiba saja petikan kecapi berhenti dan gadis-
gadis yang di kolam serta di taman melihat tubuh Dewi Siluman muncul di ambang jendela.
“Kalian mendengarkan  apakah?!” bentak  Dewi  Siluman  marah.  Suaranya  menggetarkan
seluruh  Istana.  “Semua  masuk  ke  kamar  masing-masing!  Jangan  kalian  berani  memikirkan
kehidupan  dunia  yang  bukan-bukan!  Siapa  yang  tak  dengar  perintah  akan  menerima  hukuman
berat!”
Penuh ketakutan maka gadis-gadis itu segera tinggalkan kolam dan taman.
Sementara  itu  Nariti  dan  tiga  orang  kawannya  dengan  cepat  meninggalkan  Istana  Dewi
Siluman. Mereka  mengambil  jalan memotong  yaitu melewati  lorong-lorong  di  bawah  bukit  dan
lamping gunung. Ketika Inani dan  tiga kawan-kawannya  itu sampai ke  jalan kecil di  tempat mana scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
dia  tadi  bertempur  dengan  Pendekar  212  Wiro  Sableng  maka  pada  saat  itu  mereka  melihat
bagaimana  pemuda  itu  terhampar  di  tanah.  Tiga  manusia  berebut  cepat  untuk  mengirimnya  ke
akhirat. Yang dua membacokkan senjata berbentuk arit  sedang yang ketiga hendak memuntir dan
menanggalkan kepala pemuda itu dari tubuhnya.
Dengan serta merta Nariti berteriak.
“Setiap nyawa manusia di Pulau Madura ini adalah milik Dewi Siluman! Kalian tak berhak
merampas jiwa pemuda itu! Kecuali kalau mau ikut-ikutan mampus!”
Terkejutlah  Si Telinga Arit Sakti,  Sepasang Arit Hitam  dan Sepuluh  Jari Kematian. Pada
saat  itu  empat  bayangan  biru  melompat  ke  hadapan  mereka.  Keempatnya  ternyata  gadis-gadis
berparas cantik.
Wiro  sendiri  yang  tadi  pejamkan  mata  menunggu  detik  kematiannya,  kali  ini membuka
kedua  matanya  itu  dan  menjadi  heran  melihat  kemunculan  empat  gadis  itu. Merekalah  orang-
orangnya Dewi Siluman? Gadis-gadis cantik begini macam? Sungguh  tak dapat dipercaya. Gadis-
gadis  begitu  jelita  bisa  membuat  kejahatan  main  bunuh  di  mana-mana.  Membunuh  manusia-
manusia tak berdosa termasuk anak-anak dan orang-orang tua tak berdaya.
Sepuluh Jari Kematian lepaskan kepala Wiro Sableng yang barusan hendak dipuntirnya itu.
Sepasang Arit Hitam dan Si Telinga Arit Sakti batalkan bacokan arit mereka.
Dengan kertakkan rahang penuh geram Sepuluh Jari Kematian membentak.
“Gadis-gadis  baju  biru!  Kalian  siapakah  yang  berani  lancang  ikut  campur  urusan  orang
lain?!”
Nariti mendengus.
“Orang  tua  jelek!  Jangan  jual  omong  besar  di hadapanku!  Serahkan  pemuda  rambut
gondrong itu dan kalian bertiga ikut kami!”
Sepuluh  Jari  Kematian  tertawa  dingin.  “Gadis  jelita,  meski  kau  seorang  bidadari  dari
kahyangan, jangan kira aku yang tua ini berbelas kasihan untuk tidak merusak kecantikanmu itu!”
“Jangan banyak bacot!” bentak Nariti.
Marahlah Sepuluh Jari Kematian. Tangan kanannya diangkat ke atas.
“Kau mau keluarkan Ilmu Jari Penghancur Sukma? Silahkan teruskan!” mengejek Nariti.
Terkejutlah Sepuluh Jari Kematian melihat si gadis mengetahui ilmu kesaktian yang hendak
dilepaskannya.
“Gadis,  sebaiknya  lekas  beritahu  siapa  kalian.  Kalau  tidak  kau  berempat  akan  mampus
percuma!”
Keempat gadis itu tertawa bergelak.
Nariti  buka mulut.  “Dasar orang  tua  pikun! Masih  tak  tahu  siapa  kami! Delapan  penjuru
angin dunia persilatan mulai beberapa waktu yang lalu adalah di bawah kekuasaan Dewi Siluman!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Oh, jadi kalian adalah orang-orangnya Dewi Siluman?” tanya Sepasang Arit Hitam.
“Sudah tahu kenapa berlagak pikun?!” sentak salah seorang kawan Nariti.
Sepuluh Jari Kematian batuk-batuk.
“Untung  kalian  lekas  beritahu  siapa  kalian,” katanya. “Kalau  tidak  hampir  saja  aku  salah
turun tangan!”
Nariti sunggingkan senyum mengejek.
“Setelah tahu siapa kami apakah kalian bertiga tidak mau turut apa yang kami katakan...?”
Sepuluh Jari Kematian batuk-batuk  lagi. “Sebetulnya kami masih belum jelas apakah yang
kalian mau....” ujarnya.
Nariti  menjawab. “Pemuda  yang  melingkar  di  tanah  itu  serahkan  pada  kami  dan  kalian
bertiga ikut ke Istana Dewi Siluman!”
Sepuluh Jari Kematian hela nafas panjang. “Tak mungkin!” katanya.
“Bakul kentut! Apa yang tidak mungkin!” bentak Nariti.
Mendengar makian bakul kentut itu Wiro Sableng  terkejut. Dia  ingat akan pertempurannya
dengan si nenek muka keriput sebelumnya. Si nenek telah memakinya dengan ucapan itu. Apakah si
nenek bukannya gadis jelita ini, pikir Wiro. Sementara itu dia menunggu kesempatan yang sebaik-
baiknya untuk melakukan sesuatu yang dirasakannya paling baik.
“Tak mungkin!” mengulang Sepuluh Jari Kematian. “Pemuda bangsat ini punya hutang jiwa
terhadapku! Dia telah membunuh muridku!”
“Di  samping  itu,” menimpali Si Telinga Arit Sakti.  “Antara  aku  dan dia  terdapat  dendam
kesumat yang belum terselesaikan!” .
“Perduli dengan hutang nyawa! Persetan dengan segala dendam kesumat! Apakah di Pulau
Madura  ini  ada bangsa  kwaci  yang  berani menantang  perintah  Dewi Siluman  dari  Istana  Bukit
Tunggul?!”
Marahlah  Sepasang Arit Hitam  karena  dirinya  dicap  “bangsa  kwaci” itu. Dia mendengus
dan buka suara. “Kau  terlalu pongah mengumbar mulut seenaknya, mencap aku dan dua kawanku
manusia-manusia  bangsa  kwaci!  Kau  kira  dunia  persilatan  ini  kau  dan  Dewimu  itukah  yang
menguasainya?! Apa kau yang masih pitit hijau ini masih belum pernah mendengar nama gelarku,
Sepasang Arit Hitam? Belum pernah tahu gelar muridku, Si Telinga Arit Sakti?! Juga memandang
rendah pada Sepuluh Jari Kematian yang merupakan tokoh ternama dirimba persilatan?!”
Nariti tertawa panjang.
“Gelar  kalian memang  hebat-hebat, menyeramkan!  Tapi  bagi  kami  orang-orangnya Dewi
Siluman  itu bukan apa-apa! Katakan saja apakah kau bertiga bersedia  ikut atau mati di  tempat  ini
sekarang juga?!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Sepasang Arit Hitam  renggangkan kedua kaki. Matanya yang cuma  satu menyorot marah.
Namun dengan  ilmu menyusupkan  suara Sepuluh Jari Kematian segera memberi kisikan. “Jangan
teruskan  niatmu,  Sepasang Arit Hitam. Gadis-gadis  ini  rata-rata  berkepandaian  tinggi. Meskipun
kau sanggup kalahkan mereka tapi kita tak bakal bisa ke luar dari pulau ini dengan selamat!”
“Kalau  kau  mau  dicap  manusia  kwaci  mentah,  biarlah!  Jangan  perduli  aku!” bentak
Sepasang  Arit  Hitam.  Dia  berpaling  pada  Nariti.  “Apakah  kau  akan maju  sendirian  atau  sekali
berempat?!”
“Hem...  jadi  ini  contoh manusianya  yang minta cepat-cepat mampus?!” menyahuti Nariti.
“Tikus  tua  renta bermata picak mau  jual  tampang di sarang macan?!” Nariti dan ketiga kawannya
tertawa gelak-gelak.
Sepasang  Arit  Hitam  berkobar  amarahnya.  Dia  maju  dengan  cepat.  Tapi  muridnya  Si
Telinga Arit Sakti mendahului.
“Guru, biar aku yang kasih pelajaran pada gadis  ingusan bermulut besar  ini!” kata Telinga
Arit Sakti.
“Bereskan dia dalam tiga jurus!” perintah Sepasang Arit Hitam.
Si Telinga Arit Sakti keluarkan senjatanya yaitu sebilah arit. Semua orang yang ada di situ
boleh dikatakan telah melupakan Wiro Sableng. Pada saat Si Telinga Arit Sakti menyerbu ke depan
dengan satu sambaran dahsyat ke arah leher Nariti maka Pendekar 212 Wiro Sableng melompat dari
tanah seraya berseru. “Kalian bertempurlah sampai mampus! Lain kesempatan kita bertemu lagi!”
“Kawan-kawan! Kejar pemuda itu!” teriak Nariti sambil mengelakkan serangan Telinga Arit
Sakti. Tiga kawannya melompat ke muka, tapi Wiro Sableng sudah lenyap.
Kemarahan Nariti  tertumpah bulat-bulat pada Telinga Arit Sakti dan Sepasang Arit Hitam.
Berserulah dia. “Kawan-kawan, tangkap hidup-hidup perempuan tua mata picak itu!”
Ketiga  gadis  yang  tadi melompat mengejar Wiro  berbalik  dan  kini mengurung  Sepasang
Arit Hitam.
“Bagus, kalian majulah sekali bertiga biar cepat kumusnahkan!” teriak Sepasang Arit Hitam.
Serentak dengan itu dia keluarkan sepasang arit hitam yang memancarkan warna menggidikkan.
Di  lain pihak  tiga orang anak buah Dewi Siluman keluarkan tiga buah jala berbentuk aneh.
Jala  ini  besarnya  hanya  segumpalan  tangan,  terbuat  dari  sutera  halus  berwarna  biru. Ketiganya
memencar mengurung Sepasang Arit Hitam.
Didahului dengan pekik yang dahsyat Sepasang Arit Hitam menyerbu dan bagaikan enam
serangan arit kepada tiga orang lawannya. Warna hitam dari kedua senjatanya menderu mengerikan.
Memaklumi dua buah arit di  tangan  lawan adalah  senjata-senjata mustika sakti,  tiga orang
anak  buah Dewi  Siluman  tiada  berani membuat  jurus  adu  kekuatan. Mereka menyurut  beberapa scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
langkah ke belakang, begitu  sepasang arit  lewat maka ketiganya menyerbu ke muka. Secepat kilat
tebarkan jala sutera biru.
Sepasang  Arit  Hitam  sewaktu melihat  tiga  tebaran warna  biru menyungkupi  bagian  atas
tubuhnya dengan cepat merunduk dan sepasang senjatanya kini menderu ke arah lengan-lengan tiga
orang  anak buah  Dewi  Siluman  dari  Bukit  Tunggul. Tapi  serangannya  yang  kedua  ini  kembali
mengenai  tempat kosong karena dengan sebat tiga gadis baju biru  tarik  lengan serta  jalanya untuk
kemudian menyerang lagi dengan tebaran jala ke arah pinggang dan kaki Sepasang Arit Hitam.
Naiklah amarah Sepasang Arit Hitam. Tiga gadis anak buah Dewi Siluman itu ternyata tidak
mudah  baginya untuk merubuhkan. Dia melompat ke  udara  setinggi  empat  tombak dan babatkan
arit di tangan kanan ke arah tiga buah  jala sedang arit di tangan kiri disapukan dengan ganas pada
kepala ketiga gadis yang mengeroyoknya.
Tiga  gadis melengking  keras. Tubuh mereka  lenyap  dan  tahu-tahu  Sepasang  Arit  Hitam
merasakan  bagaimana  salah  satu  dari  jala  sutera  lawan  telah  menjirat  arit  di  tangan  kanannya.
Betapapun  dia  coba  untuk  menariknya  dengan  sekuat  tenaga  namun  tak  berhasil. Dia  terpaksa
serahkan arit yang satu  itu kepada  lawan untuk menyelamatkan  lengannya dari  sambaran dua  jala
sutera lainnya.
Ketiga gadis tertawa mengejek.
Seorang di antara mereka berkata. “Inikah nenek-nenek sakti tokoh dunia persilatan terkenal
yang bergelar Sepasang Arit Hitam itu? Huah! Nyatanya tak lebih dari bangsa kurcaci saja!”
Bola mata kiri Sepasang Arit Hitam kelihatan seperti berapi-api sedang mata kanannya yang
berlobang besar tampak tambah cekung menggidikkan.
Perempuan tua ini pindahkan arit yang di tangan kirinya ke tangan kanan.
“Gadis-gadis keparat! Kenalkah kalian akan jurus lain?!”
Tiga orang anak buah Dewi Siluman sunggingkan senyum mengejek. Tapi karena ingin tahu
mereka  menunggu  dan  memperhatikan.  Sepasang  Arit Hitam  berdiri  dengan  kaki  merenggang.
Tangan kiri diangkat tinggi-tinggi agak ke belakang kepala sedang arit di tangan kanan diacungkan
lurus-lurus ke muka. Kelihatannya acungan arit itu merupakan bulan-bulanan serangan yang empuk,
namun  jika  seorang  coba menyerang maka  secepat  kilat  tangan kiri  akan memukul ke muka,  arit
berkiblat dan kaki kiri menendang. Jika  tiga  serangan  ini masih gagal maka  dengan menjejakkan
kaki  kanan  ke  bumi,  Sepasang Arit Hitam  akan  sanggup  lancarkan  serangan  susulan  yang  lebih
ganas dari yang pertama tadi.
Karena memang tidak mengenali jurus apa yang bakal dikeluarkan si nenek, namun melihat
sikap  dan  tampang  si  nenek  yang  demikian menggidikkan,  tiga  gadis  itu  diam-diam memaklumi
bahwa  lawan mereka  hendak mengeluarkan  satu  jurus  serangan  yang  dahsyat.  Karenanya  ketiga scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
gadis ini bersiap siaga. Bagi pihak mereka sendiri jika lawan mereka itu salah-salah langkah dalam
lancarkan serangan akan segera pula menjadi mangsa mereka.
Sementara  itu  pertempuran  antara  Nariti  dan  Si  Telinga  Arit  Sakti  berjalan  sangat  seru.
Telinga Arit Sakti  kirimkan  jurus-jurus  yang mematikan. Aritnya  yang putih mengeluarkan  sinar
bergulung-gulung  melanda  ke  arah  Nariti. Namun  Nariti  sendiri  bukanlah  seorang  lawan  jenis
murahan. Tubuhnya hampir lenyap dari pemandangan, cuma bayangan warna biru pakaiannya saja
yang kelihatan berkelebat kian kemari.
Mendadak sontak terdengar pekik menggidikkan keluar dari mulut Nariti.
Belum  habis  pekik  itu menyusul  lengkingan  Si  Telinga  Arit  Sakti.  Senjatanya  kelihatan
mental ke udara. Satu tangan menyambar senjata itu. Dan sekejap kemudian arit putih itu menderu
laksana kilat ke arah batang leher pemiliknya sendiri.
“Tahan!” teriak Sepuluh Jari Kematian yang menyaksikan bagaimana Si Telinga Arit Sakti
tiada sanggup mengelakkan serangan maut itu.
Tapi mana Nariti mau ambil perduli teriakan tokoh silat itu. Arit di tangannya terus menderu
dan  “Cras!” Putuslah  leher  Telinga  Arit  Sakti.  Tubuh  dan  kepala  terpisah.  Darah  menyembur
mengerikan.
Sepasang  Arit  Hitam  pelototkan  mata  kirinya  besar-besar  sewaktu  di  hadapannya
menggelinding  kepala  muridnya  sendiri. Dari  tenggorokannya  keluar  suara  mengaum  macam
harimau  lapar  dan  sekejap  kemudian  tubuhnya  pun  berkelebat  ke  muka,  lancarkan  satu  jurus
serangan yang sejak tadi disiapkannya yaitu jurus “Tiga Naga Mengamuk Di Atas Air Laut”.
Jurus  ini memang  bukan  olah-olah  dahsyat  dan  ganasnya. Arit  di  tangan  kanan menderu
berputar-putar macam  kepala  seekor  naga.  Tangan  kiri memukul ke  depan  laksana  kepala  naga
mematuk sedang kaki kiri menyapu laksana ekor naga mematil. Debu dan pasir jalanan beterbangan,
daun-daun pohon bergetar dan banyak yang gugur karena untuk lancarkan jurus hebat itu Sepasang
Arit Hitam kerahkan seluruh bagian tenaga dalamnya.
Tiga  anak  buah  Dewi  Siluman  dari  Bukit  Tunggul  tidak  tinggal  diam.  Masing-masing
mereka  berteriak  nyaring  dan  tangan  kiri  dipukulkan  ke  depan. Tiga  larik  sinar  biru  kelihatan
dengan ganas memapas jurus “Tiga Naga Mengamuk Di Atas Air Laut” dari Sepasang Arit Sakti itu.
“Tobat! Tobat!” seru Sepuluh  Jari Kematian seraya pukul-pukul keningnya  sendiri. “Demi
setan hentikan pertempuran ini! Kalau tidak kalian sama saja dengan bunuh diri!”
“Bakul kentut!” semprot Nariti. “Kau  tak usah jual bacot! Jangan campuri urusan yang tak
ada sangkut pautnya dengan dirimu!”
Rahang-rahang  Sepuluh  Jari  Kematian  kelihatan  menonjol.  Kedua  tangannya  mengepal.
“Gadis....” desisnya, “Kalau tidak memandang muka Dewimu, aku tak akan terima ucapanmu itu!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Nariti  tertawa  dingin dan mengejek.  “Kalau  kau punya nyali,  silahkan masuk  ke  dalam kalangan
pertempuran!” kata gadis itu seraya goyangkan kepalanya ke arah pertempuran yang berlangsung.
Sepuluh  Jari  Kematian  hendak  buka  mulut  namun  di saat  itu  terdengar  pekikan  salah
seorang  dari  tiga  gadis  pengeroyok  sepasang Arit Hitam. Tubuh  gadis  ini mental  dan  lengannya
sebelah kanan patah di makan tendangan kaki kiri sepasang Arit Hitam. Meski dapat mencelakakan
salah seorang pengeroyoknya namun nenek-nenek sakti  ini  tiada sanggup mengelitkan  libatan  jala
sutera biru salah seorang lawan lainnya pada kaki kirinya yang tadi menendang. Dalam dia bergulat
untuk membebaskan  kaki  kiri  itu,  jala  kedua menderu melibat  bagian  tubuhnya mulai  dari  dada
sampai ke kepala. Betapapun tokoh silat ini bergulat untuk membebaskan diri namun sia-sia belaka.
Jala yang  terbuat dari  sutera halus biru  itu mempunyai kekuatan yang hebat sekali. Sepasang Arit
Hitam menggerung, jatuhkan diri ke tanah dan berguling dalam masih berusaha membebaskan diri.
Gulingan  tubuhnya  terhenti sewaktu Nariti  injakkan kaki kanannya di perut  tokoh silat  tua
itu.
“Tak satu kekuatan pun yang sanggup melepaskan jiratan jala itu!” kata Nariti dengan nada
bengis. Sekali kakinya menendang maka pingsanlah Sepasang Arit Hitam.
“Kau keterlaluan!” teriak Sepuluh Jari Kematian marah sekali.
Nariti  tertawa dingin dan menjawab. “Terhadapmu aku bisa berlaku  lebih keterlaluan  lagi,
kakek-kakek bakul kentut!”
“Tutup mulutmu setan alas!” damprat Sepuluh Jari Kematian.
Nariti mengekeh. Meski wajahnya jelita, tapi mimiknya waktu mengekeh itu menyeramkan
sekali.
“Orang  tua bakul kentut  sialan! Kalau  saja Dewi kami  tidak memerintahkan membawamu
hidup-hidup ke istananya niscaya tubuhmu sudah jadi bangkai saat ini!”
“Penghinaan  dan  kesombonganmu  sudah  lewat batas,  gadis  hijau! Di lain  hari  kelak  kau
akan rasakan akibatnya!”
Nariti tertawa gelak-gelak. Tubuh Sepasang Arit Hitam dipanggulnya di bahu kiri kemudian
katanya pada Sepuluh  Jari Kematian. “Ikuti kami! Sekali kau berbuat yang  tidak kuinginkan, kau
akan menyesal sampai ke liang kubur!”
Meski  kemarahan  tidak  tertahan  lagi  oleh  tokoh  silat  yang  namanya  telah menggetarkan
dunia persilatan  itu, namun mau  tak mau, karena mengingat hubungan baiknya selama  ini dengan
Dewi  Siluman  dan  kedatangannya  ke  Pulau Madura  itu  justru  atas  undangan  Sang  Dewi  maka
akhirnya Sepuluh Jari Kematian mengikuti juga keempat gadis itu dari belakang.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
5
Wiro Sableng  si Pendekar 212 dari Gunung Gede duduk bersandar ke batang pohon yang
dikelilingi oleh semak belukar. Rimba belantara dimana dia berada sunyi senyap, berudara lembab
dan  teduh  dari  teriknya  sinar  matahari.  Rasa  sakit  pada  tangan  kanannya  yang  patah  kini  agak
berkurang.  Dengan  susah  payah  dia  telah  mengobati  sendiri  tangan  yang  patah  itu  dan
menopangnya dengan sebuah ranting kemudian dibubuhi dengan param yang dibuatnya dari akar-
akar  pohon  dan  sejenis  daun  lalu  dibungkusnya  dengan  sapu  tangan. Cara mengobati  seperti  itu
dipelajarinya dari gurunya Eyang Sinto Gendeng sewaktu dia digembleng di puncak Gunung Gede.
Dalam waktu  tiga  hari bisa diharapkan  lengan yang patah  itu akan  sembuh dan  tulangnya bertaut
kembali.
Sambil  duduk  terperangah  di  bawah  pohon  besar  dalam  rimba  belantara  itu  Wiro
memandangi  kaki  kirinya  yang  hitam  disambar pukulan  Ilmu  Jari  Penghancur  Sukma yang
dilepaskan oleh Sepuluh  Jari Kematian. Meski dia  tahu bahwa  racun pukulan  tersebut  tidak  akan
membahayakan  dirinya  karena  tubuhnya  kebal  segala macam  racun,  namun  yang mengherankan
sang  pendekar  ialah  karena  sampai  saat  itu  dia masih  belum  sanggup  untuk melenyapkan warna
hitam pada kulit kakinya  itu. Dia  telah menelan dua buah pil yang paling manjur khasiatnya  juga
berkali-kali  telah mengerahkan tenaga ke telapak tangan kiri untuk mengusap kaki yang hitam itu,
tapi hasilnya sia-sia belaka.
“Gila!” maki Wiro. Kalau warna hitam itu tak bisa dilenyapkan pasti dia akan cacat seumur
hidup. Pendekar  ini memaki  lagi. Hatinya  geram  sekali  terhadap  Sepuluh  Jari Kematian. Selama
turun  gunung,  puluhan musuh  telah  dihadapinya,  berbagai  ilmu  silat  kelas  tinggi  dan  kesaktian-
kesaktian luar biasa telah dijumpainya. Namun belum pernah dia menerima nasib sial seperti di hari
itu. Kakinya  hitam  sedang  lengannya  patah. Disamping  geram  terhadap  Sepuluh  Jari Kematian,
Pendekar 212 juga geram pada Si Telinga Arit Sakti. Perempuan  tua  itulah yang telah menendang
lengan  kanannya  sehingga  patah.  Untuk  kedua  manusia  itu  Wiro  Sableng  bertekad  akan
membalaskan  sakit  hatinya. Wiro  tidak  tahu  kalau  sepergiannya  tadi  Si Telinga Arit  Sakti  telah
tewas di  tangan anak buah Dewi Siluman. Kemudian Wiro  teringat pada empat orang gadis  jelita
berpakaian  biru-biru  itu. Betulkah mereka  orang-orangnya Dewi Siluman? Orang-orangnya Dewi
Siluman yang telah berbuat kejahatan dan kekejaman tiada tara, membunuh manusia-manusia tidak
berdosa,  memusnahkan  kampung-kampung?  Betulkah  gadis-gadis  cantik  jelita  itu  yang
melakukannya?  Sungguh  tak  masuk  di  akal  bahwa  gadis-gadis  semacam  itu  akan  sanggup
melakukan kejahatan tanpa perikemanusiaan demikian rupa. Hal ini membuat makin besarnya tekad
Wiro Sableng untuk cepat-cepat mencari dan menemui Dewi Siluman itu. Jika anak-anak buahnya scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
demikian  kejam  dan  jahat,  tentu Dewi  Siluman  sendiri  jauh  dan  jauh  lebih  kejam.    Tapi    untuk
mencari  sarangnya  Dewi Siluman dan membasmi kejahatannya Wiro musti menunggu sekurang-
kurangnya tiga hari yaitu sampai tangannya yang patah sembuh.
Dalam dia berpikir-pikir itu mendadak sontak dari atas pohon memancur air putih kekuning-
kuningan yang  tidak enak baunya. Air  itu  jatuh  tepat membasahi kepala Pendekar 212. Disaat  itu
pula di atas pohon terdengar suara tertawa cekikikkan yang menggetarkan seluruh rimba belantara.
Suara cekikikkan itu tiada ubahnya laksana ringkikkan kuda di malam buta ketika melihat setan di
hadapannya!
“Bedebah!” maki Pendekar 212 seraya meloncat dan memandang ke atas pohon.
Sekelebatan dilihatnya satu bayangan putih!
Belum sempat Wiro memperhatikan siapa adanya bayangan putih itu, bahkan belum sempat
dia meneliti paras makhluk  itu, si bayangan putih lenyap  laksana gaib. Wiro kemudian merasakan
sekilas angin di mukanya. Pendekar ini pukulkan tangan kirinya ke depan. Tapi dia cuma memukul
tempat kosong, sesudah itu dia tertegun sendirian dengan penuh rasa heran dan juga sedikit ngeri.
Tak dapat diyakininya siapa adanya sosok bayangan putih tadi. Apakah manusia atau setan
atau dedemit penghuni rimba belantara itu. Gerakannya luar biasa cepat dan sebatnya. Begitu cepat
hingga Wiro  tak dapat meneliti  siapa adanya bayangan putih  itu. Dan cekikikkannya yang  seperti
kuda meringkik itu.
Kuncuran air yang tadi jatuh di atas kepalanya kini  turun ke kening. Wiro menyeka kening
yang basah  itu dengan belakang  telapak  tangan. Dia memaki  tiada henti. Diperhatikannya  telapak
tangan yang ditempeli air  itu. Hidungnya menghirup bau yang  tidak enak. Penasaran  sekali Wiro
dekatkan belakang telapak tangannya ke lobang hidung. Pendekar ini kernyitkan kening. Kemudian
terdengarlah makiannya.
“Keparat sialan! Aku dikencingi!”
Wiro meludah  ke  tanah. Caci maki  ke  luar menyerapah  dari mulutnya. Dengan  beberapa
helai daun disekanya kening dan telapak tandannya.
“Manusia  apa  dedemit! Perlihatkan  dirimu'“ teriak Wiro. Rasa  ngerinya  tadi  kini  berubah
menjadi kemarahan. Seumur hidupnya baru kali itu dia dikencingi manusia. Mungkin di dunia ini,
cuma dia sendiri manusia yang dikencingi manusia. Tapi apa betul makhluk yang mengencinginya
itu seorang manusia? Bukannya setan atau dedemit?
“Keparat yang mengencingiku! Perlihatkan dirimu!” teriak Wiro gemas.
Suaranya bergema dalam rimba belantara itu.
Tiba-tiba  terdengar dari  samping  kanan suara  tertawa mengikik macam  tadi. Dengan  serta
merta  Pendekar  212 memburu  ke  arah  itu.  Sekilas masih  sempat  dilihatnya  satu  sosok  bayangan scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
putih  samar-samar  karena  bayangan  itu  bergerak  luar  biasa  cepatnya. Tanpa  pikir  panjang Wiro
Sableng gerakkan tangan kirinya lepaskan pukulan “Kunyuk Melempar Buah”.
Semak belukar berpelantingan,  sebuah pohon patah dilanda pukulan  itu. Tapi  si bayangan
putih sudah lenyap dari pemandangan.
“Sialan betul!” gerutu Wiro. Dia melompat ke arah lenyapnya bayangan itu lalu melesat ke
sebuah pohon besar yang  tinggi dari mana dia bisa melihat dengan  jelas seantero  rimba belantara.
Namun si bayangan putih tetap tiada kelihatan seakan-akan sirna ditelan bumi.
Dengan kertakkan geraham Wiro Sableng turun dari pohon itu. Mungkin sekali si bayangan
putih  tadi  adalah  Dewi  Siluman.  Tapi mengapa  sang Dewi  sengaja mempermainkan  sedang  dia
telah mengutus empat orang anak buahnya untuk menangkapnya.
“Gila!” gerendeng  Pendekar  212.  Belum  pernah  dia  berhadapan  dengan  peristiwa  begini
rupa. Kemudian  bila  hidungnya  sudah  tak  sanggup lagi  menghirup  bau  pesing  kencing  yang
membasahi kepalanya pendekar ini segera tinggalkan tempat itu untuk mencari kali atau telaga guna
mencuci kepalanya. Sewaktu dia melewati pohon besar tempat dia duduk tadi tanpa sengaja kedua
matanya  memperhatikan  batang  pohon  itu.  Bukan  main  terkejutnya  Wiro  Sableng  sewaktu
menyaksikan serentetan tulisan putih pada batang pohon besar itu.
“Ini  lebih  gila  lagi!” kata Wiro. Dia melompat  ke  hadapan  pohon  dan meneliti  apa  yang
tertulis di situ.
Perbuatan tangan manusia bukan suatu yang abadi.
Manusia berilmu berpikir pendek berotak dangkal.
Punya senjata dilupakan.
Bukan untuk menebang kayu atau menebas kaki.
Hanya tujuh warna pelangi yang abadi.
Wiro tak dapat memastikan dengan apa tulisan putih itu dibuat. Cuma dia yakin bahwa yang
menulisnya pastilah si bayangan putih  tadi. Untuk beberapa lamanya dia masih berdiri di hadapan
pohon itu merenung dan memikirkan apa arti serta tujuan rentetan tulisan itu. Namun tiada sanggup
otaknya  memecahkan. Perbuatan  tangan  manusia  bukan  suatu  yang  abadi.  Wiro  tahu  akan
kebenaran  tulisan  tersebut.  Lalu:  Manusia  berilmu  berpikir  pendek  berotak  dangkal.  Siapakah
manusia  yang  dimaksudkan  dalam  rentetan  tulisan  yang  kedua  ini? Apakah  tulisan  itu  ditujukan
kepadanya?  Punya  senjata  dilupakan.  Hati  Pendekar  212  tercekat  sedikit.  Di  balik  pakaiannya
tersembunyi Kapak Maut Naga Geni  212. Apakah  senjata  ini  yang  dimaksudkan  oleh  penggurat
tulisan  pada  batang  pohon  itu?  Senjata  itu  selalu  ada  di  tubuhnya  dan  tak  pernah  dilupakannya.
Wiro membaca  rentetan  tulisan  yang  keempat: Bukan  untuk menebang  kayu  atau menebas  kaki.
Tentu  saja  adalah  keterlaluan  kalau Kapak Maut Naga Geni  212  dipakai  untuk menebang  kayu. scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Tapi  untuk  menebas  kaki  lawan,  sudah  beberapa  kali  dilakukan  Wiro  dalam  pertempuran-
pertempurannya. Kaki siapakah yang dimaksudkan oleh tulisan itu?!
Wiro  menepekur dan  putar  otak.  Pandangannya  membentur  kaki  kirinya.  Tersentaklah
pendekar  ini.  Mungkin  kakiku  yang  hitam  ini  yang  dimaksud,  pikirnya. Lalu  diperhatikannya
rentetan tulisan yang terakhir. Hanya tujuh warna pelangi yang abadi. Hanya tujuh warna pelangi...
Wiro garuk-garuk kepalanya. Karena kepalanya yang basah oleh air kencing itu belum dibersihkan
maka  dengan  sendirinya  kembali  tangannya menjadi  basah  dan  bau  karena menggaruk  itu.  Dan
Wiro menyerapah lagi.
Hanya tujuh warna pelangi yang abadi. Wiro mengulang. Berarti selain warna pelangi, tak
ada warna  yang  abadi. Sekali  lagi Wiro memandang  ke  kaki  kirinya  berwarna  hitam,  dan warna
hitam itu bukan warna pelangi, jadi tidak abadi. Berarti bisa sirna bisa dilenyapkan. Tapi bagaimana
caranya?!
Untuk kesekian kalinya Wiro membaca  lagi  rentetan demi  rentetan  tulisan di kulit pohon.
Tiba-tiba dipukulnya keningnya sendiri.
“Memang  aku  yang  geblek!” katanya. Lalu cepat-cepat  dikeluarkannya Kapak Naga Geni
212. Ditimang-timangnya  senjata  itu beberapa lama. Dan Wiro menggerutu pula. Apa  yang  akan
dilakukannya  dengan  senjata  itu?  Bukan  untuk menebang  kayu atau menebas  kaki. Hanya  tujuh
warna pelangi yang abadi. Kini Wiro  jadi bingung kembali. Buncah otaknya. Hampir sepeminum
teh  lamanya  dia memutar otak memecahkan  kalimat demi  kalimat  di batang  pohon itu. Apa  kini
yang harus  dilakukannya? Perlahan-lahan Wiro duduk  kembali di  bawah  pohon itu. Kapak Naga
Geni  212  diletakkannya  di  atas pangkuan  paha  kiri.  Pada  saat  senjata  itu  me-
nyentuh  pahanya maka  detik  itu  pula  dirasakannya  satu  hawa  dingin menjalar  dari mata  kapak
ke  dalam  kakinya. Senjata  mustika  itu  memberikan  reaksi  terhadap  ketidakwajaran  pada  kaki
sang pendekar.
“Tolol! Betul-betul aku tolol!” Wiro memaki dirinya sendiri. Diambilnya kapak itu kembali
dan  ditempelkannya  pada  kaki  kiri  yang  berwana  hitam. Hawa  dingin  semakin  santer  dan  detik
demi detik Wiro Sableng menyaksikan bagaimana kulit kakinya yang hitam kini berangsur-angsur
kembali kewarna seperti biasanya.
Ketika  keseluruhan warna  hitam  itu  lenyap, Pendekar 212 berseru  gembira  dan melompat
dari  duduknya. Lupa  dia  pada  kegeraman  hatinya  karena  dikencingi  tadi.  Wiro memandang
berkeliling dan berteriak. “Bayangan putih! Siapa pun kau adanya, aku haturkan  terima kasih atas
petunjukmu!”
Begitu  suara Wiro  lenyap  maka  terdengarlah  suara  cekikikkan  macam  ringkikkan  kuda.
Suara itu dekat sekali di samping kanannya. Sang pendekar berpaling. Dia melompat dengan cepat scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
sewaktu  melihat  kelebatan  bayangan  putih  di  balik  semak  belukar.  Dia  kecewa  karena  ketika
sampai di rerumpunan semak-semak itu si bayangan sudah lenyap lagi.
Wiro  geleng-gelengkan  kepala.  Betul-betul  luar  biasa  gerakan makhluk  itu.  Ilmu  apakah
yang dimiliki si bayangan putih? Wiro tahu, seseorang yang memiliki ilmu mengentengi tubuh yang
bagaimana  pun  tingginya  seseorang  yang memiliki  ilmu  lain  yang bagaimana  cepatnya,  tak  akan
mungkin  akan bisa  berkelebat  dan  lenyap  secepat  itu. Cuma  setan  dan  bangsa  jin  yang  sanggup
berbuat seperti itu.
Meski agak kecewa tak dapat mengejar si bayangan putih namun Wiro gembira juga karena
warna  hitam  pada  kaki  kirinya  telah  lenyap.  Dimasukkannya  Kapak  Naga  Geni  212  ke  balik
pakaiannya  kembali.  Betul-betul  dia  telah  berbuat  tolol,  berpikir  pendek  berotak  dangkal,
melupakan  senjata  itu.  Padahal  sewaktu  di  puncak  Gunung  Gede  gurunya  pernah  menerangkan
bahwa kapak sakti itu bukan saja bisa dipergunakan sebagai senjata hebat, tapi juga bisa mengobati
dan  menyedot  segala  macam  racun  jahat  yang  mengindap  di  tubuh  manusia  baik  bagian  luar
maupun bagian dalam.
Wiro angsurkan kaki kirinya ke depan untuk memperhatikan kaki itu kembali. Disaat itulah
matanya melihat lagi serentetan tulisan. Kali ini di tanah di hadapannya.
Kalau mau tahu tingginya langit dalamnya lautan.
Pada purnama empat belas hari
Datanglah ke Goa Belerang.
“Pastilah Si bayangan putih itu yang menulisnya,” kata Wiro dalam hati. Nyatnya dunia  ini
bukan saja penuh dengan kekejaman dan kejahatan, tapi juga penuh keanehan.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
6
Suara petikan kecapi terhenti sewaktu pintu kamar diketuk dari luar.
“Masuk!” kata Dewi Siluman. Kepalanya dipalingkan ke pintu yang terbuka. Nariti masuk.
Gadis  ini  menjura  tiga  kali  di  hadapan  sang  Dewi.  Inani  gadis  pemetik  kecapi  berdiri  dan
meninggalkan kamar itu.
“Kau berhasil?” tanya Dewi Siluman begitu dia tinggalkan berdua dengan Nariti.
“Aku dan kawan-kawan mohon ampunmu, Dewi,” berkata Nariti.
“Hah?!  Jadi  kalian  tak  berhasil  menangkap  pemuda  itu?” Dewi  Siluman  bangkit  dari
pelaminannya. Matanya membeliak besar dan memandang lekat-lekat pada Nariti.
“Sebenarnya kami akan berhasil Dewi. Tapi....”
“Tapi apa?!” sentak Dewi Siluman.
“Manusia-manusia itu mengacaukan tugas kami hingga si pemuda lolos!”
“Manusia-manusia siapa maksudmu?!” bertanya Dewi Siluman sambil sandarkan punggung
ke bantal besar di belakangnya.
“Sepasang Arit Hitam  dan muridnya  Si Telinga Arit  Sakti  serta  Sepuluh  Jari Kematian,”
jawab Nariti. Lalu dia memberi penuturan atas apa yang  telah  terjadi. “Si Telinga Arit Sakti yang
berani menantang  kekuasaanmu,  telah kami  penggal  batang  lehernya!  Sepasang Arit Hitam kami
tawan  hidup-hidup dan Sepuluh  Jari Kematian  ikut  bersama  kami. Mereka  berdua kini  berada di
ruang merah.”
“Sepasang Arit  Hitam  pindahkan  ke  ruang  gelap.  Sepuluh  Jari Kematian  bawa  ke  ruang
putih!”
“Baik Dewi,” Nariti hendak menjura siap untuk tinggalkan kamar itu.
“Tunggu dulu!”
Suara  Dewi  Siluman  keras  dan  lantang menggetarkan  hati  Nariti.  Dia membalik  dengan
kecut.
“Ternyata apa yang menjadi  tugas utamamu  tidak kau  laksanakan dengan baik! Kau musti
terima hukuman!”
Pucatlah paras Nariti.
“Tapi Dewi,  aku  sudah  jelaskan  semua pada kau. Tiga manusia  itu mengacaukan  tugasku
dan kawan-kawan. Bahkan....”
“Aku tidak perduli!” potong Dewi Siluman. Dia bertepuk satu kali. Lima gadis berbaju biru
masuk ke kamar itu melalui sebuah pintu rahasia. Kelimanya menjura.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Siap menunggu perintahmu, Dewi.” kata gadis baju biru paling depan. Nariti memandang
kepada  mereka  ini  dan  tahu  bahwa  mereka  adalah  anak-anak  buah  Dewi  Siluman  yang  diberi
jabatan sebagai petugas penghukum.
“Seret dia ke ruang hitam! Sekap satu hari satu malam!”
“Perintah  segera  dilaksanakan  Dewi!” Lima  gadis  itu  kemudian  melangkah  cepat  ke
hadapan Nariti. Menggigillah  tubuh Nariti. Ruangan  hitam  adalah  ruangan  hukuman  yang paling
ditakuti oleh seluruh penghuni Istana Dewi Siluman. Ruangan ini khusus disediakan untuk mereka
yang membuat kesalahan atau melalaikan tugas. Ruangan hitam merupakan sebuah ruangan sempit
dan gelap luar biasa, tangan di depan mata pun tidak kelihatan. Seseorang yang dijebloskan di sana
akan merasakan hawa panas ke luar dari empat dinding sempit di sekelilingnya sedang dari langit-
langit  dan  lantai ruangan mendera  hawa  dingin  luar  biasa. Hawa panas membuat  tubuh  hangus
melepuh sedang hawa dingin membuat kaki dan muka kaku tegang.
Nariti pernah menyaksikan keadaan  seorang kawannya yang keluar dari  ruang penyiksaan
itu.  Tubuhnya  hitam  legam,  kakinya  tak  sanggup  berdiri  sedang  parasnya  rusak.  Selama  satu
minggu  dia  diserang  demam  panas  dingin,  keadaannya  antara  hidup  dan  mati,  mengigau  siang
malam tiada henti. Dua bulan kemudian baru penderitaan akibat hukuman  itu lenyap dan parasnya
berangsur-angsur baik kembali sedang kulit tubuhnya yang hitam berangsur-angsur mengelupas dan
kembali  kebentuk-nya  semula.  Betapa  mengerikannya.  Dan  kini  dia  Nariti  sendiri  yang  akan
dijebloskan ke dalam ruangan hitam itu.
Beberapa pasang tangan memegang lengannya.
“Dewi....” suara Nariti seperti tercekik dan sendat.
“Seret dia lekas!” bentak Dewi Siluman.
Maka  kelima  petugas  itu  segera  membawa  Nariti.  Meskipun  rasa  takut  memuncak
menyelubungi  dirinya  namun Nariti  tak  bisa  berbuat  apa-apa. Melawan berarti  akan  lebih  celaka
lagi. Di dalam hati Nariti berkobar kebencian dan dendam kesumat  terhadap Wiro Sableng. Gara-
gara Pendekar 212 itulah dia sampai mendapat hukuman.
Di dalam kamarnya Dewi Siluman memanggil Inani kembali. Kali ini tidak menyuruh gadis
itu memainkan kecapi.
“Inani, kau bersama beberapa orang kawan segera pindahkan Sepasang Arit Hitam ke ruang
gelap dan Sepuluh Jari Kematian bawa ke ruang putih.”
“Perintah segera kujalankan Dewi.” kata Inani. Gadis jelita ini menjura.
Sebelum  Inani berlalu, Dewi Siluman memberi perintah  lagi yaitu agar menyuruh Kemani
menghadap.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Bila Kemani datang maka Dewi Siluman memberi keterangan singkat tentang pemuda yang
dimaksudkan Nariti  lalu memerintahkan agar Kemani bersama beberapa orang kawannya mencari
si pemuda sampai dapat.
“Sebelum kau berhasil menangkap hidup-hidup pemuda itu dan membawanya ke hadapanku,
jangan harap kau dan kawan-kawanmu diperbolehkan menginjak Istana ini kembali!”
Meski hati tergetar kecut namun Kemani mengangguk menjura.
Sementara itu di satu ruangan yang disebut ruangan putih....
Sepuluh  Jari  Kematian  duduk  di  sebuah  kursi  di  kepala  meja.  Dia  memandang  seputar
ruangan yang keseluruhan lantai, langit-langit dan dinding serta isinya berwarna putih bersih. Lima
orang  gadis  jelita  telah membawanya  ke  dalam  ruangan  itu  dan meninggalkannya  seorang  diri.
Kawannya yaitu Sepasang Arit Hitam entah dibawa ke mana oleh orang-orangnya Dewi Siluman.
Sambil  terus memandang  seantero  ruangan,  tokoh  silat  itu  berpikir-pikir hal  apa  pula yang bakal
ditemuinya  di  tempat  itu?  Meski  kehadirannya  di  Pulau  Madura  adalah  atas  undangan  Dewi
Siluman, namun sesudah peristiwa pertempuran di  jalan kecil  tadi, bukan  tidak mustahil dia akan
menemui nasib buruk pula. Dicobanya mempertenang hati dan menunggu.
Telinga  Sepuluh  Jari Kematian  yang  terlatih  dan  tajam mendengar  suara  benda  bergeser.
Tiba-tiba dinding  di hadapannya membuka ke  samping dan kelihatanlah  tiga manusia berpakaian
biru melangkah memasuki ruangan itu. Mereka bukan lain dari Dewi Siluman dan dua pengiringnya.
Langkah yang dibuat sang Dewi tetap berwibawa. Kepala mendongak ke atas dan air muka
yang jelita itu membayangkan pula sifat kekerasan kalau tak mau dikatakan kekejaman.
Sepuluh Jari Kematian berdiri dari kursinya dan menjura dalam.
“Aku merasa bersyukur dapat memenuhi undanganmu, Dewi Siluman.  Ini merupakan satu
kehormatan besar darimu.”
Dewi Siluman naikkan hidung ke atas lalu menjawab. “Cuma sayang, sikap hormatku itu di-
balas  dengan  perbuatan  sembrono  hingga  seorang  yang  hendak  kutangkap  berhasil  meloloskan
diri!”
Muka Sepuluh Jari Kematian kelihatan merah. Dia berbatuk-batuk beberapa kali lalu berkata.
“Bukan maksudku untuk bertindak semborono. Anak-anak buahmu terlalu bersikap keras dan ikuti
kemauan sendiri.”
Dewi Siluman tertawa.
“Adakah cara yang lebih baik dari kekerasan dan mengikuti kemauan sendiri bagi seseorang
yang hendak menguasai dunia persilatan? Bagi seseorang yang hendak memegang kendali delapan
penjuru angin?!”
Terkejutlah Sepuluh Jari Kematian. Jadi betul rupanya dugaan-dugaan bahwa Dewi Siluman
bermaksud  hendak  menguasai  dunia  persilatan  dengan  caranya  sendiri  yaitu  menurut  kehendak scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
hatinya,  berbuat  kejam  dan membunuh manusia-manusia  tiada  berdosa  hingga  namanya menjadi
angker di kalangan rimba persilatan.
“Tentu  saja  kekerasan  dan  keteguhan  hati  sangat  diperlukan Dewi!” berkata  Sepuluh  Jari
Kematian. “Apalagi bagi seorang yang punya maksud hendak merajai dunia persilatan.”
“Bagus  kalau  kau  berpendapat  demikian.  Sekarang  terangkan  mengapa  kau  dan  kawan-
kawan tidak mau menyerahkan pemuda itu sebagaimana yang diperintah oleh anak-anak buahku?!”
Sepuluh Jari Kematian hela nafas dalam.
“Anak-anak buahmu keliwat kesusu, Dewi....”
“Hemm, begitu?! Lantas itu sebabnya kau bertindak ceroboh dan tidak memandang sebelah
mata padaku?!”
“Tidak begitu. Dewi,” sahut Sepuluh  Jari Kematian. “Pada  saat  itu  aku dan kawan-kawan
tengah menempur habis-habisan pemuda itu. Kami sama-sama punya dendam kesumat terhadapnya.
Dia membunuh muridku... “
“Aku sudah tahu semua!” potong Dewi Siluman. “Kau tak usah cari dalih! Sebenarnya aku
punya rencana tertentu denganmu, tapi sesudah peristiwa itu terpaksa kubatalkan....”
“Harap  Dewi  tidak  berpikir  yang  bukan-bukan  terhadapku.  Sampai  saat  ini  aku  masih
merupakan sahabat baikmu seperti dimasa-masa lalu....”
“Justru karena mengingat hubungan baik masa  lalu aku  tak sampai menjatuhkan hukuman
terhadapmu. Dalam waktu yang singkat kau akan meninggal.”
Seloki  emas  berisi  tuak masih  juga mengapung  di  hadapan  Sepuluh  Jari Kematian  yang
mukanya sudah menjadi merah karena jengah.
Tiba-tiba  Dewi  Siluman  keluarkan  tertawa  mengekeh  dan  disaat  itu  pula  seloki  tuak
bergerak  perlahan  ke muka Sepuluh  Jari Kematian. Tokoh  silat  ini  segera memegangnya. Ketika
jari-jari  tangannya menyentuh  seloki  itu,  tuak di dalam  seloki  tumpah membasahi  jari-jari  tangan
dan alas meja. Benar-benar ketinggian  tenaga dalam sang Dewi  tak sanggup dijajaki oleh Sepuluh
Jari Kematian.
“Dalam waktu singkat pula kau harus angkat kaki dari Pulau Madura ini. Tapi sebelum pergi
aku masih mau berbuat baik, menjamumu mencicipi tuak harum!”
Dewi Siluman berpaling pada gadis baju biru di samping kanannya. Gadis ini bertepuk dua
kali. Dinding di belakang Dewi Siluman membuka. Seorang pelayan perempuan masuk membawa
sebuah baki. Di atas baki ini terletak sebuah poci dan dua buah seloki besar yang juga  terbuat dari
emas.  Tuak  di  dalam  poci  yang  sangat  harum  segera  dituang  ke  dalam  kedua  gelas  itu.  Selesai
menjalankan pekerjaannya si pelayan segera berlalu.
Dewi Siluman memegang  salah  sebuah seloki emas  itu dan mengacungkannya ke hadapan
Sepuluh Jari Kematian yang duduk di kepala meja di seberangnya.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Silahkan menikmatinya,” kata Dewi Siluman pula. Dan habis berkata  begitu  seloki  emas
itu dilepaskannya. Anehnya seloki itu tidak jatuh ke atas meja melainkan perlahan-lahan terbang ke
arah  Sepuluh  Jari Kematian. Nyatalah  bahwa  sang Dewi memiliki  tenaga dalam  yang  luar  biasa
hebatnya.
Sepuluh  Jari Kematian  tak  berani menyambuti  seloki  berisi  tuak  itu  secara  biasa. Setelah
kerahkan setengah bagian dari  tenaga dalamnya ke  lengan kanan sampai ke ujung-ujung  jari, baru
dia berani ulurkan tangan kanan untuk menyambuti seloki berisi tuak itu. Tapi sewaktu ujung-ujung
jari Sepuluh Jari Kematian hampir menyentuh seloki tersebut, anehnya benda ini menjauh sehingga
dia  tak dapat memegangnya. Diam-diam Sepuluh Jari Kematian berjingkat  sedikit dari kursi yang
didudukinya.  Sekali  lagi  dia  hampir  menyentuh  seloki  tuak  itu,  sang  seloki  menjauh  kembali.
Nyatalah bahwa dengan kekuatan  tenaga dalamnya Dewi Siluman  telah “mempermainkan” benda
itu.
Penuh  penasaran  Sepuluh  Jari  Kematian  lipat  gandakan  tenaga  dalamnya.  Pertempuran
tenaga dalam  terjadi  secara diam-diam. Dewi Siluman kelihatan duduk di kursinya dengan  tenang
dan sambil senyum-senyum. Sebaliknya Sepuluh Jari Kematian sudah keluarkan butir-butir keringat
dingin di keningnya. Tenaga dalam tokoh silat utama ini yang sudah mencapai puncak tertinggi dan
sempurna ternyata tak sanggup melayani kehebatan tenaga dalam yang luar biasa tingginya.
“Silahkan  diminum  tuak  harum  itu.  Sepuluh Jari  Kematian!” kata  Dewi  Siluman  masih
senyum dan sambil menangkau seloki tuak yang terletak di meja di hadapannya.
Sepuluh  Jari  Kematian menyeka  dulu  mukanya  yang  keringatan  baru menempelkan  tepi
seloki ke bibirnya. Begitu seloki  itu berada di bawah hidungnya, di antara keharuman bau  tuak di
dalam seloki dia mencium bau lain yang aneh. Hati tokoh silat ini bercuriga dan sepasang matanya
memandang ke ujung meja dimana saat itu Dewi Siluman tengah mengangkat seloki tuak perlahan-
lahan ke bibirnya. Sepasang mata mereka berperang pandang.
Sepuluh Jari Kematian turunkan seloki yang dipegangnya.
“Ada apa, Sepuluh Jari Kematian?” tanya Dewi Siluman. Nada suaranya berubah lain.
“Dewi, aku  tak dapat menerima kehormatanmu untuk minum bersama.Sebenarnya aku ada
urusan lain yang sangat penting. Aku minta diri, harap dimaafkan.”
Tapi sebelum Sepuluh Jari Kematian berdiri, Dewi Siluman  telah  tegak  lebih cepat. Kedua
bola matanya membesar dan menyorot.
“Sepuluh  Jari  Kematian!” sentaknya.  “Kau  anggap  aku  ini  siapakah?!  Ini  adalah  satu
penghinaan besar bagiku.”
“Tak ada maksudku untuk menghina demikian, Dewi....”
“Kenapa  tuak  itu  tidak  kau  minum?  Pasti  kau  mempunyai  pikiran  yang  bukan-bukan
terhadapku!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Mulut Sepuluh Jari kematian terkunci rapat-rapat. Hatinya tergetar melihat pandangan yang
mengerikan dari sang Dewi.
“Dewi Siluman, kuharap kau tidak melupakan hubungan baik kita sebagai dua sahabat sejak
dulu,” berkata pada akhirnya tokoh kawakan itu.
“Justru karena mengingat hubungan baik kitalah aku mengundangmu ke sini! Dan kini kau
menaruh  prasangka  yang  bukan-bukan  terhadapku.  Menghinaku!  Apa  kau  kira  tuak  harum  itu
beracun hingga kau tidak bernyali meminumnya? Jawab!”
Sepuluh Jari Kematian gelengkan kepala perlahan-lahan.
“Kalau  tuak  itu beracun, aku akan mati duluan!” ujar Dewi Siluman. Habis berkata begini,
gadis  jelita  ini  teguk  tuak dalam  seloki  sampai habis. Seloki emas dibantingkannya ke  atas meja.
Dia berteriak dengan  suara keras marah. “Apakah  kau  lihat aku mati  saat  ini karena minum  tuak
itu?!”
Sepuluh  Jari Kematian  telan  ludahnya.  Perlahan-lahan  seloki  yang  dipegangnya
ditempelkannya ke bibirnya kembali. Tiga kati teguk saja lenyaplah semua  tuak di dalam seloki ke
dalam perutnya.
Dewi Siluman  duduk  kembali ke  kursinya. Dia memandang  dengan  tersenyum  aneh pada
Sepuluh Jari Kematian.
“Apakah tuak itu beracun?”
Sepuluh Jari Kematian gelengkan kepala.
“Atau kau merasa ada kelainan di dirimu saat ini?”
Sepuluh Jari Kematian kembali gelengkan kepala meski saat itu sesungguhnya memang dia
merasakan ada satu kelainan yang tak dimengertinya.
Dewi Siluman  tertawa mengekeh. Suara  tertawa mengekeh yang  sesungguhnya  tak pantas
kalau  keluar  dari  seorang  gadis  jelita  macam  dia.  Dan  suara  kekehan  ini  bernada  yang
mencurigakan bagi Sepuluh Jari Kematian. Hatinya mulai dirayapi kepastian bahwa Dewi Siluman
telah memasukkan racun jahat ke dalam minuman itu. Tapi yang mengherankannya Dewi Siluman
sendiri juga telah minum tuak itu, malah lebih dulu dari dia.
Dewi  Siluman  berpaling  pada  pengiring  di  samping  kanannya  dan  berkata. “Tambahkan
tuak untuk tamu kita itu.”
“Terima kasih Dewi. Kurasa satu seloki sudah cukup,” jawab Sepuluh Jari Kematian. Saat
itu semakin terasa adanya kelainan dalam tubuhnya.
“Sepuluh  Jari  Kematian,” berkata  sang  Dewi  dengan  nada  mengandung  ancaman.
“Pernahkah kau bercita-cita untuk merajai dunia persilatan?”
Sepuluh  Jari Kematian memandang sebentar paras  jelita di hadapannya. Setelah merenung
beberapa  ketika  lamanya  lalu  anggukkan  kepala dan menjawab. “Memang pernah Dewi. Tapi  itu scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
bukan  satu  hal yang mudah. Di  dunia  ini  penuh  dengan  tokoh-tokoh  silat  sakti  luar  biasa. Kalau
sekarang  aku  belum  dapat merajai  dunia  persilatan,  tapi  delapan  penjuru  angin  telah mengetahui
siapa diriku. Dan itu merupakan hal lumayan.”
“Tepat sekali ucapanmu bahwa untuk merajai dunia persilatan bukan satu hal yang mudah.
Tapi jika tahu caranya pasti dalam waktu yang singkat cita-cita itu bisa dilaksanakan!”
Sepuluh  Jari Kematian berpikir-pikir, kira-kira  apakah  tujuan Dewi Siluman mengajaknya
bicara demikian. Dia  juga memikirkan apa  sebenarnya yang menjadi alasan gadis  sakti  itu  tempo
hari mengundangnya  untuk  datang  ke Pulau Madura. Dalam  dia  berpikir-pikir  itu Dewi Siluman
berkata pula.
“Kau  tentunya punya cara  sendiri. Aku  juga punya  cara  sendiri. Dan aku yakin caraku  itu
akan lebih berhasil dari padamu.”
Sang Dewi tertawa mengekeh.
“Ketahuilah Sepuluh Jari Kematian, mulai hari ini kau kuambil sebagai pembantuku dalam
melaksanakan cita-cita untuk merajai dunia persilatan....”
Sepuluh Jari Kematian kernyitkan kening.
“Pembantu macam manakah maksudmu, Dewi?” tanya tokoh silat ini.
“Kau harus tunduk padaku dan turut perintah!”
Berubahlah  paras Sepuluh  Jari Kematian. Dia  seorang  tokoh  silat  terkenal dan  ditakuti  di
ujung  timur Pulau Jawa kini disuruh  tunduk dan  ikut perintah. Benar-benar satu penghinaan besar
yang menusuk hati dan tiada memandang muka serta nama besarnya. Kalau saja bukan berhadapan
dengan Dewi Siluman, pastilah saat itu tokoh silat ini sudah melabrak gadis itu.
“Mungkin ini satu hal yang tidak enak bagimu,” berkata lagi Dewi Siluman. “Tapi ini sudah
menjadi  takdirmu,  Sepuluh  Jari  Kematian!  Kau musti  tetap  di  sini  bersama  orang-orangku  dan
menjalankan segala apa yang kuperintahkan! Kau dengar...?!”
Sepuluh Jari Kematian menggeram dalam hatinya.
“Terima kasih atas kepercayaanmu serta hormatmu padaku. Dewi Siluman. Namun kuharap
kau bisa maklum. Manusia macamku ini tidak suka terikat, ingin hidup bebas dan malang melintang
di delapan penjuru angin dunia persilatan. Kuharap kau tak usah gusar kalau aku terpaksa menolak
permintaanmu itu. Apalagi aku orang buruk yang sudah tua renta ini. Tak ada guna dan untungnya
mengambilku jadi pembantu....”
Dewi Siluman tertawa.
“Kau pandai sekali merendahkan diri,” katanya. “Namun rupanya tak ada jalan lain bagimu.
Kau harus tetap di sini, dan jadi pembantuku. Tenagamu sangat kuperlukan!”
“Mohon maaf Dewi. Aku tak bisa menerimanya....”
Bola-bola mata Dewi Siluman menyorot.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Kuharap kau tahu di mana kau berada saat ini, Sepuluh Jari Kematian!”
Ucapan  ini benar-benar menandakan ancaman bagi Sepuluh  Jari Kematian. Dan dia mulai
berpikir-pikir bahwa dalam waktu yang singkat akan terjadi perselisihan serta bentrokan antara dia
dan Dewi Siluman. Melihat kenyataan tadi bahwa Dewi Siluman memiliki  tenaga dalam yang luar
biasa tingginya, Sepuluh Jari Kematian maklum bahwa bertempur dengan gadis  itu  sukar baginya
untuk menang, apalagi dia saat  itu berada pula di sarangnya  sang Dewi, di mana  terdapat belasan
orang-orangnya  Dewi  Siluman  yang  berkepandaian  tinggi  yang  kehebatan  mereka  telah
disaksikannya sendiri tadi.
“Kalau kau suka Dewi, aku bersedia carikan tokoh silat lain untukmu....”
“Aku  bisa  mencarinya  sendiri!” sahut  Dewi  Siluman  pula.  “Yang  kuperlukan  sekarang
adalah kau!”
“Menyesal Dewi, aku....”
Kalimat  Sepuluh  Jari  Kematian  itu  dipotong  oleh  ucapan  keras  Dewi  Siluman  seraya
menggebrak meja.
“Jadi kau berani membangkang terhadapku?!”
Sepuluh Jari Kematian coba tertawa. Jawabnya. “Sampai saat ini aku masih tetap mengingat
hubungan  baik  kita.  Sebelum  aku  minta  diri,  aku  ucapkan  terima  kasih  atas  jamuanmu  ini.  Di
samping  itu  kuharap  pula  kau  suka  membebaskan  kawanku  Sepasang  Arit  Hitam  yang  telah
ditawan oleh orang:-orangmu.”
Sepuluh Jari Kematian berdiri dari kursinya.
“Kau tetap berkeras kepala untuk menolak kemauanku?!'
1
“Aku  sama  sekali  tidak  menolak,  tapi  belum  bisa.  Di lain  hari  mungkin  baru  aku  bisa
memenuhi keinginanmu....”
Berubahlah  paras  Dewi  Siluman.  Perlahan-lahan  dia  berdiri  dari  kursinya.  Mukanya
mengelam Senyumnya lebih tepat kalau dikatakan seringai bengis.
“Baik Sepuluh Jari Kematian, kau boleh pergi. Bahkan Sepasang Arit Hitam boleh kau bawa
serta. Tapi....” Dewi Siluman tak meneruskan kata-katanya. Dia memandang tepat-tepat pada tokoh
silat tua di hadapannya itu lalu pecahlah suara tertawanya di ruangan putih itu.
Sepuluh Jari Kematian merasa tak enak. Kemudian cepat-cepat dia membalik dan menuju ke
pintu. Sebelum pintu itu sempat dibukanya, di belakangnya didengarnya suara Dewi Siluman.
“Sebelum  kau  pergi  masih  ada  satu  hal  yang  rasanya  perlu  kuberitahukan,  Sepuluh  Jari
Kematian!”
Sambil memegang daun pintu, Sepuluh Jari Kematian palingkan kepala.
“Nyawamu  cuma  tinggal  cuma  satu  minggu  saja  Sepuluh  Jari  Kematian!” Dan  Dewi
Siluman tertawa lagi panjang-panjang seperti tadi.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Apa maksudmu?!” tanya Sepuluh Jari Kematian dengan muka membesi.
“Apakah kau tuli kalau kukatakan bahwa nyawamu tinggal cuma satu minggu lagi?! Lewat
satu minggu ususmu akan hancur, perutmu akan meloek dan  seluruh  isi perutmu akan berbusaian
akibat racun yang telah kau teguk bersama tuak tadi!”
Terkejutlah Sepuluh Jari Kematian.
“Tapi kau sendiri juga telah meminumnya” buka suara tokoh silat itu.
Dewi Siluman  tertawa lagi. “Aku memang  telah meminumnya. Tapi aku  tak akan mampus
macam kau! Dalam seloki  itu, pelayanku  telah memasukkan sejenis bubuk yang mematikan racun
yang ada di dalam tuak!”
Maka marahlah Sepuluh Jari Kematian.
“Perempuan  laknat!” teriaknya  menggeledek. “Sebelum  aku  mampus,  kau  akan  kubikin
minggat ke neraka lebih dulu!”
Dewi Siluman tertawa mengumandang.
“Tua  bangka  tak  tahu  diri!  Kau  andalkan  apakah  berani  melawan  kekuasaan  Dewi
Siluman?!” bentak Dewi Siluman.
“Aku andalkan ini perempuan iblis!” sahut Sepuluh Jari Kematian. Dan serentak dengan itu
lima jari-jari tangan kanannya dijentikkan ke muka.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
7
Begitu lima jari menjentik maka lima larik sinar hitam yang menggidikkan menderu dengan
amat panasnya ke arah lima bagian tubuh Dewi Siluman.
Yang  diserang  keluarkan  suara mendengus  yang  disusul  dengan bentakan  nyaring. “Tua
bangka edan! Apakah tidak tahu tingginya gunung dalamnya lautan?!”
Tubuh  Dewi  Siluman  kelihatan  bergerak.  Gerakan  yang  dibuatnya  ini  cepat  luar  biasa,
benar-benar  laksana siluman berkelebat. Detik  itu pula  tubuhnya  lenyap dari hadapan Sepuluh Jari
Kematian. Lima  larik  sinar  hitam  yang  menyerangnya  menderu  menghantam  dinding  ruangan.
Ruangan  itu bergoncang seperti dilanda  lindu. Dinding yang putih di sebelah sana kelihatan hitam
hangus dan mengeluarkan kepulan asap.
Dua orang pengiring Dewi Siluman yang ada di ruangan itu berseru nyaring dan berkelebat
cepat.
“Dewi!” teriak  salah  seorang  dari  mereka. “Bangsat  tua  hina  dina  ini  biar  kami  yang
bereskan!”
“Kalian tetap di tempat!” perintah Dewi Siluman. Tubuhnya melesat laksana kilat dan tahu-
tahu  dua  jari  tangan  kanannya menotok  ke  urat  besar  di  pangkal  leher  sebelah  kiri  Sepuluh  Jari
Kematian. Demikian cepatnya  totokan  ini  sehingga  tokoh  silat  tua  itu  tak  sempat menangkis atau
pun menghindar  selamatkan  lehernya. Satu-satunya  jalan  ialah mengalirkan dengan  cepat  seluruh
tenaga dalamnya ke bagian pangkal leher  itu untuk menolak  totokan. Namun karena  tenaga dalam
Sepuluh  Jari Kematian berada  jauh di bawah Dewi Siluman, maka ketika  totokan  itu mendarat di
pangkal  lehernya,  dengan  serta  merta  sekujur  tubuhnya  menjadi  kaku  tegang  tak  bisa  lagi
digerakkan. Tapi mulut Sepuluh  Jari Kematian masih  bisa bersuara. Maka memakilah  tokoh  silat
kawakan ini.
“Gadis keparat! Lekas bebaskan totokan ini! Kalau tidak kau akan menyesal seumur hidup!”
Dewi Siluman tertawa mengekeh.
“Tikus tua! Sudah tak ada daya masih bisa besarkan mulut! Kau minta dilepaskan  totokan?
Baik! Tapi rasakan dulu ini!”
Tangan kanan Dewi Siluman bergerak.
“Plaaak!”
Tamparan  yang  keras mendarat  di  pipi  Sepuluh  Jari  Kematian.  Tokoh  silat  itu meraung
kesakitan.  Dua  buah giginya  tanggal  dan  melompat  dari  mulutnya.  Bibirnya  pecah  berdarah.
Pemandangannya gelap. Sesaat kemudian tubuhnya limbung dan tergelimpang ke lantai.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Dewi Siluman menyeringai. Dia berpaling pada kedua orang anak buahnya dan memerintah.
“Seret babi tua ini ke Ruang Penyiksaan!”
Dua gadis baju biru segera bergerak untuk  laksanakan tugas sang Dewi. Namun belum lagi
keduanya menyentuh  tubuh Sepuluh  Jari kematian  tiba-tiba pintu Ruangan Putih  terpentang  lebar
dan dua manusia aneh menerobos ke dalam.
Terkejutlah Dewi Siluman dan kedua anak buahnya.
Begitu  sang Dewi kenali dua manusia aneh  ini dia  segera membentak. “Tiga Aneh Gila!
Bagaimana kalian bisa sampai ke sini?! Apakah sudah bosan hidup?!”
Kedua manusia itu saling pandang satu sama lain lalu tertawa gelak-gelak sambil melompat-
lompat seperti anak kecil.
“Manusia-manusia  gila  keblinger!  Nama  besarmu  memang  pernah  kudengar!  Setahuku
kalian  berjumlah  tiga  orang? Mana  kambratmu  yang  satu  lagi,  biar  aku  sekaligus  dengan  lekas
mengirim kalian menghadap penunggu neraka!”
Dua manusia aneh  itu jingkrat-jingkratan  lagi dan  tertawa gelak-gelak hingga mata mereka
menjadi berair. Yang satu tiba-tiba hentikan tertawanya dan menepuk bahu kawannya, lalu berkata.
“Baju  Gombrong!  Diamlah! Apa  kau  tidak  dengar  si  jelita itu  tanyakan  kawan  kita  yang  satu
lagi?!”
“Ah...  ah...  ah!” kata  manusia  aneh  yang  dipanggilkan  Baju  Gombrong  itu,  “Biar  aku
panggilkan  dia.  Dewi  Siluman,  kau  tunggulah  sebentar,  kambratku  yang  kau  tanyakan  itu  ada
membawa oleh-oleh untukmu!”
Habis  berkata  begitu  Baju  Gombrong  keluarkan  suara  bersiul.  Maka  dari  pintu  yang
terpentang lebar itu masuklah seorang aneh yang berpakaian cabik-cabik. Yang mengejutkan Dewi
Siluman  serta anak-anak buahnya  ialah ketika menyaksikan bagaimana pada bahunya manusia  ini
membawa dua orang anak buahnya yang saat  itu tidak bernyawa  lagi karena  leher mereka terkulai
patah akibat dipelintir kepalanya.
Manusia aneh yang ketiga ini tertawa gelak-gelak sewaktu melihat Dewi Siluman.
“Dewi Siluman, rupanya kau begitu tak sabar tanyakan aku! Ini aku datang dan bawa oleh-
oleh buatmu!” Serentak dengan  itu manusia  ini gerakkan  tubuhnya dengan perlahan dan  tahu-tahu
dua  orang  anak  buah  Dewi  Siluman  yang  berada  di  bahunya  berpelantingan  ke  kiri  kanan,
menghantam dinding dan mental kembali, jatuh tepat di hadapan Dewi Siluman.
Jelas terdengar suara geraham-geraham Dewi Siluman bergemelatukan karena amarah yang
amat sangat.
“Dewi Cantik!” kata Baju Rombeng, “Menyesal sekali kami terpaksa lepaskan tangan jahat
pada  dua  orang  anak  buahmu. Kami  tengah  keluyuran  di  kaki  bukit  sana,  tahu-tahu  mereka
menyerang. Kawan-kawan, bukankah begitu ceritanya?!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Ketiga manusia  aneh  itu  kemudian  tertawa  gelak-gelak  ramai  sekali  dan  tak  lupa mereka
dalam tertawa itu melonjak-lonjak seperti tadi.
“Dua anak buahmu itu inginkan nyawa kami! Padahal mereka cukup pantas untuk jadi....” Si
Baju Rombeng tak teruskan ucapannya karena saat itu kembali dia tertawa lagi.
“Dan  sewaktu  kami  sampai  di  sini,  nyatanya  kejahatanmu  tiada  beda  dengan  kami....” Si
Baju Rombeng memandang  pada  sosok  tubuh Sepuluh  Jari Kematian  yang menggeletak pingsan,
lalu geleng-gelengkan kepala. “Tamparan yang hebat,” katanya.
Dua orang anak buah Dewi Siluman yang ada di ruangan  itu mula-mula terkesiap saksikan
dua  kawan mereka  yang  dilemparkan  tanpa  nyawa,  tapi  kini  tak  dapat  lagi menahan  kemarahan
mereka dan melompat ke muka.
“Dewi! Izinkan kami merampas nyawa anjing-anjing buruk ini!”
“Tangkap mereka hidup-hidup! Sebelum mampus mereka musti disiksa dulu!” teriak Dewi
Siluman.
Maka dua orang gadis baju biru itu segera menyerbu ke muka. Tiga manusia yang diserang
anehnya melihat  serangan  ini malah  tertawa  gelak-gelak  dan  jingkrat-jingkratan. Dan  lebih  aneh
lagi  begitu  mereka  gerakkan  tangan  kiri  mereka  maka  tegang  kakulah  kedua  anak  buah  Dewi
Siluman  itu. Ternyata  ketiganya  telah  lepaskan  totokan  jarak  jauh  yang  lihai  luar  biasa. Dan  ini
membuat sang Dewi terkejut bukan main. Melihat kelihaian ketiga manusia ini Dewi Siluman tidak
mau bertindak sembrono. Jika dua orang anak buahnya sanggup ditamatkan riwayat mereka dan dua
orang lagi dibuat tak berdaya di muka hidungnya maka tiga manusia itu sudah tentu mengandalkan
ilmu yang tinggi sekali.
Siapakah ketiga manusia itu?
Orang yang masuk pertama ke dalam Ruangan Putih  itu  ialah seorang yang bermata besar
juling berbadan katai. Bajunya sangat besar hingga kegombrangan di badannya yang pendek kecil
itu. Karena pakaiannya yang gombrong  inilah maka di duia persilatan dia dikenal dengan  julukan
Baju Gombrong.
Yang kedua juga bertubuh kecil pendek. Kepalanya botak penuh kudis yang baunya busuk.
Pakaiannya  penuh  tambalan-tambalan. Karena  itulah di dunia persilatan dia dikenal dengan  gelar
Baju Tambalan.
Manusia aneh ketiga yang masuk paling akhir dengan membawa mayat dua orang anak buah
Dewi Siluman  juga berbadan katai. Rambutnya yang hitam berkilat diikat kuncir ke  atas. Karena
seumur hidupnya dia selalu mengenakan pakaian robek-robek dan cabik  tak karuan maka di rimba
persilatan dia dikenal dengan julukan Baju Rombeng.
Sejak lima tahun yang lalu ketiga manusia ini telah bergabung dalam satu kelompok. Karena
kesemua  mereka  mempunyai  penyakit  kurang  ingatan  alias  gila  maka  kelompok  mereka  itu scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
dinamakan Tiga Aneh Gila. Meski mereka gila namun hati mereka polos  jujur  dan suka berbuat
baik  di  mana-mana.  Ketiganya  pernah  melabrak  beberapa  tokoh-tokoh  silat  golongan  hitam.
Dengan  sendirinya  dimusuhi  oleh  golongan  hitam. Beberapa  tokoh  silat  dan  satu  perguruan  silat
golongan  hitam  pernah  coba  membuat  perhitungan  dengan  mereka.  Namun  Tiga  Aneh  Gila
menyapu lawan-lawan mereka itu.
Satu bulan  yang  lewat dalam  petualangan  mereka  ketiganya  telah  mendengar  tentang
keganasan Dewi Siluman di Pulau Madura. Sebagai tiga tokoh silat yang tak suka melihat kejahatan
dan  kekejaman maka Tiga Aneh Gila  segera berangkat  ke  Pulau Madura. Dalam mencari-cari di
mana letak sarangnya Dewi Siluman, dua orang anak buah Dewi Siluman memergoki mereka.
Tiga  Aneh Gila mulanya menegur  dengan  baik-baik  dan menanya  di mana  letak  tempat
Dewi Siluman pada kedua gadis itu. Anak-anak buah Dewi Siluman tentu saja merasa curiga. Tanpa
banyak cerita keduanya segera menyerang Tiga Aneh Gila dengan jurus-jurus yang mematikan.
Ketiga manusia aneh  itu  jadi penasaran  sekali. Setelah bertempur  delapan  jurus maka dua
orang  anak  buah Dewi Siluman  berhasil mereka  tangkap hidup-hidup. Namun  salah  seorang dari
mereka  yaitu  Baju  Rombeng  merasa  kasihan  dan  atas  perintahnya  kedua  gadis  itu  dilepaskan
kembali. Tapi apa  lacur, begitu dilepas  segera dua orang anak buah Dewi Siluman  ini menyerang
lagi dengan  lebih ganas. Maka Tiga Aneh Gila kali  ini  tak memberi hati  lagi. Dalam empat  jurus
saja maka kedua orang anak buah Dewi Siluman terpaksa pasrahkan jiwa kepada mereka.
Dengan muka membesi menahan  kegeraman. Dewi  Siluman memandang  ketiga manusia
katai  di  depannya  lalu  buka mulut.  Ucapannya  setengah mendesis. “Dengan  datang  kemari  dan
pembunuhan atas kedua orang anak buahku, berarti kalian telah menentukan kematian sendiri Tiga
Aneh Gila!”
Tiga Aneh Gila kembali tertawa gelak-gelak. Tidak lupa pula mereka berloncat-loncatan.
“Namun  demikian,” melanjutkan Dewi  Siluman. “Masih  ada  keampunan  bagi  kalian  jika
kalian bersedia menjadi pembantu-pembantuku dan ikut segala perintah!”
“Ah!” menyahuti  Baju  Gombrong.”Kedatangan  kami  ke  sini  justru  untuk  meminta  kau
menjadi pembantu kami bertiga!'' Dan Baju Gombrong bersama dua kawannya  kemudian  tertawa
kembali.
Dengan  menekan  kemarahannya  Dewi  Siluman  bertanya.  “Apa  maksud  kalian
sebenarnya?!”
“Masakan kau  tidak tahu,” jawab Baju Rombeng. “Kau cocok sekali untuk menjadi utusan
kami ke neraka!”
“Dan  sekalian  tolong  menyampaikan  salam  kami  bertiga  pada  setan-setan  neraka!”
menimpali Baju Tambalan. Tiga Aneh Gila lalu tertawa lagi.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Dewi Siluman menggerendeng. “Kalian bertiga memang pantas untuk jadi puntung neraka!”
Serentak  dengan  itu  Dewi  Siluman  bersuit  nyaring.  Maka  empat buah  dinding  membuka  dan
sepuluh gadis berbaju biru membanjiri Ruangan Putih itu.
“Tangkap tiga orang gila kesasar ini?” perintah Dewi Siluman.
Maka kesepuluh gadis baju biru  itu  segera keluarkan  jala  sutera mereka kemudian dengan
serentak menyerbu Tiga Aneh Gila. Sepuluh jala mengembang mengurung mereka. Tiga Aneh Gila
hentikan  tertawa mereka  dan  ganti  dengan  suara  berteriak-teriak  tak  karuan memekakkan  telinga
sedang  tubuh  mereka  berlompatan  kian  kemari.  Lompatan-lompatan  ini  kelihatannya juga  tidak
karuan, acak-acakan. Tapi anehnya gerakan mereka menimbulkan angin yang luar biasa dahsyatnya.
Demikian dahsyatnya  sehingga  tebaran  jala  sutera biru  sepuluh anak buah Dewi Siluman  laksana
terbendung. Kesepuluh gadis itu amat  terkejut. Selama ini tak pernah mereka mengeroyok sepuluh
seorang atau beberapa orang lawan. Selama ini tak satu kehebatan pun yang dapat melepaskan diri
dari  jala-jala  sutera mereka. Tapi  sekali  ini  benar-benar mereka dibikin  bingung  oleh  jurus-jurus
aneh yang acak-acakan yang dikeluarkan  tiga orang manusia katai  itu. Lima jurus berlalu, sepuluh
anak buah Dewi Siluman malah kini kena didesak Tiga Aneh Gila.
Melihat ini Dewi Siluman segera berseru.
“Bentuk Barisan Seratus Siluman Keluar Dari Sarangnya!”
Mendengar  seruan  sang Dewi,  sepuluh gadis baju biru  itu undurkan diri ke  tepi kalangan.
Kemudian  dengan  tiba-tiba  sekali  kesepuluhnya  menyerbu  ke  muka.  Masing-masing  keluarkan
suara  berteriak mengerikan.  Jala  sutera biru  kini digulung  dan dibuat  sebagai  senjata  penggebuk.
Serangan mereka ini benar-benar tak ubahnya seperti seratus siluman ke luar dari sarangnya. Dalam
waktu  yang sangat  singkat  kesepuluh  gadis baju  biru  sudah mengurung  Tiga Aneh Gila  dengan
rapat dan dalam satu jurus di muka mereka mendesak ketiga manusia katai itu dengan hebat.
Tiga Aneh Gila yang melihat bahaya besar ini tidak tinggal diam. Mereka berkelebat cepat
dan  rubah  permainan  silat mereka. Dari mulut mereka  tidak  pula  henti-hentinya  terdengar  suara
teriakan yang  sekali-sekali  diselingi  oleh  tertawa  haha-hihi  sehingga  Ruangan  Putih  itu menjadi
hiruk pikuk dan laksana dilanda lindu.
Lima jurus berlalu. Seorang anak buah Dewi Siluman menjerit dan mental ke luar kalangan
pertempuran,  rubuh muntah  darah. Kemudian menyusul  lagi  korban  yang kedua. Marahlah Dewi
Siluman melihat hal ini.
“Anak-anak, kalian semua mundurlah!” seru Dewi Siluman.
Maka delapan gadis baju biru segera turut perintah dan keluar dari kalangan pertempuran.
Tiga Aneh Gila tertawa gelak-gelak dan jingkrat-jingkratan.
“Kadal-kadal  betina  beginikah  yang  hendak  merajai dunia  persilatan?!” ejek  Baju
Gombrong yang bermata juling.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Bagusnya  biangnya  saja  yang  maju!” menimpali  Baju  Tambalan  seraya  garuk-garuk
kepalanya yang gatal penuh kudis busuk.
Dewi Siluman kertakkan geraham. Dia berpaling pada delapan muridnya yang masih hidup.
“Kurung yang rapat! Setan-setan buruk ini tidak boleh satu pun yang lepas!”
Tiga Aneh Gila tertawa berkakakkan.
“Siluman berteriak setan!” ujar Baju Rombeng. “Aku jadi ingat pada pencuri yang berteriak
maling!”
“Cukup!” bentak  Dewi  Siluman  menggeledek.  Air  mukanya  yang  jelita  benar-benar
menunjukkan  kebengisan dan  kekejaman yang mengerikan  kini.  “Kalian  boleh keluarkan  seluruh
ilmu simpanan! Tapi dalam tiga jurus kalian akan kutangkap hidup-hidup!”
“Kecap!” teriak Baju Tambalan dan bersama dua kawannya dia tertawa kembali gelak-gelak.
Dewi Siluman  loloskan  kalung  tengkorak  kecil dari  lehernya  dan memegang  benda  itu  di
tangan kanan.
“Kalian lihat tengkorak ini?!”
“Kami masih belum buta!” jawab Baju Rom-
“Tentu  saja!  Kalian memang  belum  buta!  Tapi  apa  kalian  tahu  bahwa  jika  kalian  sudah
mampus,  tengkorak-tengkorak  kalian  akan  dimasukkan  ke  dalam  dapur  penggodok,  dibikin  kecil
ciut macam begini untuk jadi kalung anak-anak buahku?!”
“Ah, hebat  sekali!” seru Baju Gombrong.  “Tapi  apakah  kau  juga  tahu kalau  kau mampus
daging  tubuhmu  akan  kami  suruh  gerogoti  oleh  anak-anak  buahmu  sendiri  agar  kau  dan mereka
benar-benar jadi siluman?!”
Tiga Aneh Gila tertawa membahak.
Dewi Siluman tak dapat menahan diri lagi. Tangan kirinya menyelinap ke balik jubah untuk
mengeluarkan sebuah jala biru yang terbuat dari sutera yang sangat halus  laksana jaring  laba-laba.
Sambil putar-putar  kalung bermata  tengkorak  di  tangan  kanannya Dewi Siluman maju mendekati
Tiga  Aneh  Gila.  Tiga  Aneh Gila  sambil  terus  tertawa-tawa,  secara  acuh  tak  acuh  melangkah
berpencar dan diam-diam sudah mengurung sang Dewi dari tiga jurusan.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
8
Dewi Siluman perhatikan posisi ketiga lawannya sementara kalung  tengkorak di tangannya
menderu-deru berputar dan keluarkan angin yang mengibar-ngibarkan pakaian Tiga Aneh Gila.
Tiba-tiba dari mulut sang Dewi keluar suara seperti orang menangis.
“Eh... eh... eh!” ujar Baju Rombeng. “Siluman  ini disamping  teriak-teriak dan membentak
rupanya pandai pula menangis!” Tiga Aneh Gila kemudian tertawa memingkal.
Namun kali ini tawa mereka terhenti dengan tiba-tiba.
Tengkorak  yang  berputar  mendadak  sontak  menebarkan  asap  biru  yang  tebal  sekali
menutupi pemandangan Tiga Aneh Gila.
“Kawan-kawan cepat mundur!”teriak Baju Rombeng.
Dalam  buta  pemandangan  itu  ketiganya  berlompatan  ke  belakang. Namun  disaat  itu  pula
jala sutera halus di tangan kiri Dewi Siluman menebar berputar laksana kitiran.
“Celaka!” seru Baju Tambalan. Dirasakannya sesuatu benda melibat pinggangnya kemudian
sepasang lengan dan kakinya. Pastilah itu jala sutera Dewi Siluman. Dalam gelapnya kepulan asap
biru  Baju  Tambalan  coba  lepaskan  diri  tapi  tak  berhasil  sedang  kemudian  dia mendengar  susul
menyusul seruan kedua kawannya.
Dewi  Siluman  kini memutar  kalung  tengkoraknya  pada  arah  yang  berlawanan  dari  tadi.
Asap putih mendesis dari mulut tengkorak kecil itu dan dalam sekejap saja lenyaplah asap biru yang
gelap. Ruangan Putih  kembali berada  dalam keadaan  terang benderang. Dan  saat  itu kelihatanlah
bagaimana Tiga Aneh Gila berdiri  di  tengah  ruangan  dengan  sekujur  badan  terjirat  jala  biru,  tak
sanggup lepaskan diri.
Dewi Siluman tertawa mengekeh. Kalung tengkoraknya digantungkannya kembali ke leher.
“Nyatanya  Tiga Aneh Gila  hanya  tokoh-tokoh  silat  picisan  belaka!” ejek Dewi  Siluman.
“Sekarang  kalian  akan  tahu  siapa  Dewi  Siluman!  Anak-anak  seret  tiga  puntung  neraka  ini  dan
Sepuluh  Jari  Kematian  ke  Ruang  Penyiksaan!  Sebelum  mereka  merasakan  siksaan  neraka  ada
baiknya lebih dulu harus dijebloskan ke dalam siksaan dunia!”
Maka  Tiga  Aneh  Gila  dan  Sepuluh  Jari  Kematian  segera  diseret  dari  Ruangan  Putih
dimasukkan ke dalam Ruang Penyiksaan
Sekarang marilah kita ikuti perjalanan Kemani bersama tiga orang kawannya dalam mencari
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212.
Mereka  keluar  dari  terowongan  di  sebelah  selatan  Bukit Tunggul.  Setengah  harian
menyelidik keempatnya masih belum berhasil mendapatkan jejak orang yang mereka cari.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Sebaiknya  kita memencar!” kata Kemani memberi  usul  pada  ketiga  kawannya.  “Dengan
memencar kita bisa bergerak lebih luas. Jika salah satu dari kita berhasil melihat manusia itu segera
lepaskan tanda ke udara!”
Tiga gadis baju biru lainnya menyetujui.
“Jika  sampai  senja  kita  tak  berhasil menemuinya,  kita  harus  kembali  ke  tempat  ini  untuk
berkumpul dan menentukan langkah selanjutnya.”
Maka  keempat anak  buah Dewi Siluman  itu  pun memencarlah. Hari  pertama  itu,  sesenja-
senja  hari  keempatnya  tak  berhasil menemui  orang  yang mereka  cari. Keempatnya  berkumpul di
tempat  yang  telah  ditentukan  dan  membuat  kemah  di  situ.  Paginya  mereka  meneruskan  lagi
pencaharian. Meskipun Madura  cuma  sebuah  pulau  namun  penuh  dengan  rimba  belantara  serta
bukit-bukit  dan  pegunungan-pegunungan  liar  yang  jarang  ditempuh  manusia.  Inilah  yang
menyukarkan bagi keempat anak buah Dewi Siluman  itu untuk mencari Wiro Sableng. Dan pada
hari yang kedua itu mereka masih belum berhasil. Keempatnya berkumpul di satu lamping gunung
kapur. Kemana  pun mereka memandang  hanya warna  putih  yang mereka  lihat. Menjelang  senja
seorang dari mereka melihat kelap-kelip nyala api di sebelah utara.
“Mungkin  dia,” desis  Kemani.  Setelah  berunding  singkat,  keempatnya  segera  tinggalkan
lamping  gunung  kapur.  Empat  kali  sepeminuman  teh  mereka  sampai  ke  tempat  nyala  api  itu.
Ternyata yang mereka lihat  itu ialah nyala api unggun. Tak jauh dari api unggung  ini terletak satu
buntalan. Pastilah di tempat itu ada yang berkemah. Tapi tak satu orang pun yang kelihatan. Kemani
dan kawan-kawan menunggu sampai dua kali sepeminuman teh. Tetap tak ada satu orang pun yang
muncul. Keempatnya berunding  lagi  lalu dengan penuh waspada melangkah untuk mendekat dan
memeriksa isi buntalan di dekat api unggun.
Baru  saja  keempatnya  bergerak  sejauh  tiga  langkah  entah  dari  mana  datangnya
berkelebatlah satu bayangan putih. Demikian cepatnya sehingga keempat anak buah Dewi Siluman
tak  dapat memastikan  bayangan  apakah  itu. Dan  tahu-tahu mereka merasakan  satu  totokan  pada
pangkal leher mereka yang membuat diri mereka kaku tegang tak bisa bergerak, tak bisa buka suara.
Sekali  lagi  bayangan  putih  itu  berkelebat  dan  sesaput  angin  aneh  menyambar  mata  mereka.
Keempatnya  mendadak  sontak  merasa  berat  kelopak  mata  masing-masing.  Kantuk  aneh  tak
tertahankan  lagi sehingga dalam keadaan  tubuh  tertotok  itu keempatnya kemudian pejamkan mata
tertidur nyenyak.
Suara tertawa aneh menyeramkan macam ringkikkan kuda, menggeletar di seantero tempat.
Satu bayangan putih berkelebat lagi dan sekaligus memboyong keempat gadis berbaju biru itu.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Dewi  Siluman  berdiri  di  belakang  jendela  di  anjungan  ketiga.  Dipandangnya  kolam  dan
taman bagus di bawah sana. Tapi pikirannya tidak tertuju pada apa yang dilihatnya melainkan pada
empat orang anak buahnya yang telah dikirimnya untuk mencari dan menangkap pemuda yang tak
berhasil  ditawan  oleh  Nariti  dan  kawan-kawannya,  sampai-sampai  Nariti  sendiri  dihukum  dan
disiksa di Ruang Hitam. Dan kini sudah memasuki hari yang kelima, empat orang anak buahnya itu
masih belum muncul. Mungkin keempatnya belum berhasil mencari si pemuda. Tapi mungkin juga
keempatnya telah menjadi korban. Mengingat ini Dewi Siluman menjadi sedikit khawatir. Tiba-tiba
pintu di belakangnya diketuk.
“Masuk!” ujar Dewi Siluman.
Pintu  terbuka. Seorang gadis berkulit putih yang rambutnya disanggul ke atas menjura  tiga
kali di hadapan Sang Dewi.
“Ada keperluan apa kau menghadap, Sarinten?”
Gadis yang bernama Sarinten menjawab. “Ketika aku meronda  tak berapa jauh dari daerah
kapur,  aku  menemui  tusuk  kundai  ini,  Dewi.” Sarinten  mengacungkan  tangan  kirinya  yang
menggenggam sebuah tusuk kundai dari perak. Lalu katanya meneruskan. “Benda ini kutemukan di
satu  tempat  di  mana  ada  bekas-bekas  perapian.  Dan  Dewi,  aku  yakin  betul  ini  adalah  kusuk
kundainya Kemani....”
Sepasang mata Dewi Siluman kelihatan mengecil.
“Aku  khawatir  Kemani  dan  kawan-kawan  menemui  hal-hal  yang  tak  kita  ingini,” ujar
Sarinten lagi.
“Apakah ada tanda-tanda bekas perkelahian?” tanya Dewi Siluman.
“Tak bisa kupastikan Dewi.”
Dewi Siluman merenung sejenak. Kemudian.
“Baik  Sarinten,  kau  boleh  tinggalkan  kamar  ini.  Aku  akan  memikirkan  apa  yang  bakal
dilakukan!”
Sarinten menjura  tiga  kali  lalu meninggalkan  anjungan  itu. Dewi  Siluman  kembali  putar
badan dan memandang ke luar jendela. Ketika melihat tusuk kundai yang diacungkan oleh Sarinten
tadi,  sebenarnya  Dewi  Siluman  merasa  pasti  bahwa  telah  terjadi  apa-apa  dengan  Kemani  dan
kawan-kawannya. Dan  kalau memang  pemuda  yang  tengah  dicari-cari  itu yang  punya  pekerjaan,
yakinlah  Dewi  Siluman  bahwa  si  pemuda  sungguh-sungguh  berilmu  tinggi.  Nariti  adalah  anak
buahnya  yang  berilmu  tinggi  sedang Kemani  dua  tingkat  lebih  tinggi  dari Nariti  dan  tetap  tugas
yang mereka  laksanakan  tidak membawa hasil bahkan semakin menimbulkan kekhawatiran. Yang
membuat Dewi Siluman tambah penasaran ialah karena sampai sebegitu jauh dia masih belum tahu
siapa  adanya  pemuda  itu.  Siapa  namanya,  siapa  juluk  atau  gelarannya.  Tiba-tiba  dia  ingat  pada scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Sepuluh Jari Kernatian yang telah dijebloskan ke dalam Ruang Penyiksaan. Mungkin dia tahu siapa
pemuda itu.
Dewi Siluman tepukkan tangannya dua kali.
Pintu  terbuka,  seorang  gadis  baju  biru masuk.  Selagi  gadis  ini menjura maka  sang Dewi
sudah buka mulutnya.
“Apakah Sepuluh Jari Kematian masih hidup?!”
“Akan aku periksa Dewi. Kemarin dia masih bernafas satu-satu....”
“Jika dia masih hidup, lekas bawa ke Ruangan Putih. Aku menunggu di sana!”
“Baik Dewi,” dan  gadis  ini menjura  lagi  lalu  keluar  dengan  cepat. Dia  adalah  anak  buah
Dewi Siluman yang bertugas di Ruang Penyiksaan.
Begitu gadis itu berlalu, Dewi Siluman segera tinggalkan kamar di anjungan ketiga itu.
Tak  lama menunggu maka  sebuah  kerangkeng  dari  besi  yang  beroda  didorong memasuki
Ruangan Putih. Di dalamnya menggeletak Sepuluh Jari Kematian. Keadaannya seperti sudah mati
dan mengerikan  sekali. Dia  tak mengenakan  jubah  hitam  lagi  tapi hanya  bercawat kecil. Sekujur
badannya  penuh  bengkak-bengkak  hijau  merah  yang  mengandung  nanah.  Di antara  bengkak-
bengkak  itu  banyak  yang  telah  pecah  mengeluarkan  nanah  campur  darah  yang  baunya  busuk
laksana merurutkan bulu hidung. Rambutnya yang panjang acak-acakan. Mukanya hampir tak bisa
lagi dikenali karena penuh dengan bengkak-bengkak menggembung berselomotan nanah dan darah.
Kedua matanya kini hanya merupakan  rongga-rongga besar yang menggidikkan. Penyiksaan yang
dialami tokoh silat ini benar-benar luar biasa. Di dalam Ruang Penyiksaan dia mula-mula digantung
kaki ke atas kepala ke bawah. Satu hari berlalu maka dia dibawa ke Ruangan Putih dan dihadapkan
pada Dewi Siluman. Tapi  sewaktu Sepuluh  Jari Kematian  tetap  tidak mau tunduk pada kemauan
sang Dewi untuk masuk menjadi pengikutnya maka dia dijebloskan kembali ke Ruang Penyiksaan,
digantung lagi kaki ke atas ke bawah. Dua hari kemudian darah mulai menggusur dari mata, telinga
serta hidung dan.mulutnya sedang kepalanya saat demi saat makin gembung seperti balon.
Hari  berikutnya  Dewi  Siluman membebaskannya  dan  ditanyai  apakah  bersedia  merubah
pikirannya dan masuk ke pihak Dewi Siluman. Tapi jawabannya Sepuluh Jari Kematian adalah caci
maki bahkan  tokoh  silat  itu  telah meludahi muka Dewi Siluman. Kemarahan Dewi Siluman  tiada
terkirakan. Sepuluh  Jari Kematian  dijebloskan kembali  ke Ruang Penyiksaan  dan dimasukkan ke
sebuah  ruangan kaca  tertutup. Ke dalam  ruangan kaca  ini dimasukkan puluhan binatang-binatang
berbisa. Sepuluh Jari Kematian tak bisa berbuat apa-apa. Tangan dan kakinya diikat dengan benang
sutera  halus  yang  aneh  dan  kuat  luar  biasa  sedang  kekuatannya  lumpuh  karena  ditotok. Dalam
tempo  satu  hari  saja  maka  habislah  bengkak-bengkak  sekujur  tubuhnya  disengat  oleh  puluhan
binatang  berbisa.  Kedua  belah  matanya  membusuk  dan  digerogoti  sehingga  hanya  tinggal
merupakan  dua buah  lobang yang mengerikan. Kalau  saja  Sepuluh  Jari Kematian  tidak memiliki scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
kekuatan  yang  luar  biasa,  pastilah  nyawanya  sudah  lepas  karena  siksaan  yang  sangat  hebat  itu.
Namun sampai saat itu, meskipun  tak ada harapan untuk hidup, Sepuluh Jari Kematian masih bisa
bernafas, sekalipun nafas itu tak lebih dari nafas-nafas terakhir yang akan mengantarkannya kepada
titik kematian.
Dewi Siluman tutup indra penciumannya sewaktu bau busuk keluar dari tubuh Sepuluh Jari
Kematian merambas  hidungnya.  Diperhatikannya  tubuh  tokoh  silat  itu  seketika.  Ternyata masih
bernafas.
“Sepuluh Jari Kematian!” seru Dewi Siluman.
Tubuh yang menggeletak di dalam kerangkeng besi itu tiada bergerak.
“Sepuluh Jari Kematian!” seru Dewi Siluman lebih keras. Tetap tak ada reaksi apa-apa.
Dewi  Siluman  berpaling  kepada  Sarinten  yang  tadi  mendorong  kerangkeng  beroda  itu.
“Semprot dia dengan air biru!”
Sarinten tinggalkan Ruangan Putih. Ketika dia masuk kembali maka di tangan kanannya ada
sebuah  tabung kaca berbentuk kendi yang berisi  sejenis cairan berwarna biru. Sarinten mendekati
kerangkeng besi. Bagian atas dari tabung kaca itu ditekannya dengan ujung jari telunjuk. Terdengar
suara mendesis. Dari  sebuah  lubang pada badan  tabung menyemprotlah air  biru ke  sekujur  tubuh
Sepuluh  Jari  Kematian  yang menggeletak  di  dalam  kerangkeng.  Bau  busuk  dengan  serta merta
lenyap.  Lewat  sepeminum  teh,  terjadilah  hal  yang  aneh.  Dari  mulut  Sepuluh  Jari  Kematian
terdengar suara erangan. Kemudian  tubuhnya kelihatan bergerak perlahan. Semprotan air biru  tadi
nyatanya bukan saja telah melepaskan Sepuluh Jari Kematian dari totokan sejak beberapa hari yang
lalu,  tapi  sekaligus  juga  memberikan  satu  kekuatan  aneh  kepadanya.  Namun  karena  sekujur
tubuhnya menderita luar biasa maka tetap saja dari mulutnya keluar suara erangan kesakitan.
“Sepuluh Jari Kematian!” seru Dewi Siluman.
Erangan  tokoh silat  itu  terhenti seketika, kepalanya bergerak. Agaknya dia  tengah meneliti
suara siapa yang memanggilnya.
“Sepuluh Jari Kematian, kau dengar aku bicara?!”
“Uh... uuuuu... uuh.... gadis  iblis. Baiknya kau bunuh saja aku saat  ini!” Rupanya Sepuluh
Jari Kematian sudah mengetahui siapa yang bicara dengan dia.
“Dengar, nyawamu akan kuselamatkan jika....”
“Iblis laknat, kau bunuh aku cepat! Biar aku jadi setan dan mencekikmu...!”
Dewi Siluman tahan amarahnya yang mulai meluap.
“Kau tak akan mati Sepuluh Jari Kematian. Aku datang justru untuk selamatkan jiwamu....”
Sepuluh  Jari Kematian mendengus. Dia  coba  untuk  bangun  dan  duduk,  tapi  tak  berhasil.
“Apakah kau  juga bisa kembalikan dua mataku yang kini buta  ini, gadis siluman  laknat?!” sentak
Sepuluh Jari Kematian.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Jika kau tak mau dengar ucapanku terpaksa kau kukirim kembali ke Ruang Penyiksaan!”
“Aku  tidak  takut!  Aku  ingin  lekas  mampus  biar  cepat  jadi  setan  dan  memuntir  batang
lehermu!” tukas Sepuluh Jari Kematian.
Penasaran sekali Dewi Siluman memerintah pada Sarinten. “Ambil besi menyala!”
Sarinten  tinggalkan  Ruangan  Putih  dan  kembali  lagi  dengan  sepotong  besi  besar  yang
ujungnya merah menyala karena dibakar dengan api. Dewi Siluman mengambil besi  itu, ujungnya
kemudian  didekatkan  ke  muka  Sepuluh  Jari  Kematian.  Tokoh  silat  golongan  hitam  ini  tampak
menyeringai kesakitan akibat panasnya besi yang terbakar itu.
“Sepuluh  Jari Kematian,  jangan  jadi orang  tolol! Bagaimanapun keadaanmu  sekarang, kau
tetap  akan  bisa  selamat  dan  hidup  terus.  Lekas  katakan  siapa  adanya  pemuda  yang  tempo  hari
melarikan  diri  sewaktu  anak-anak  buahku  mendatangi  kau!  Siapa  namanya,  gelar  dan  asal  dari
mana! Cepat!”
Sepuluh Jari Kematian kelihatan tercenung. Tiba-tiba dari mulutnya mengumandang rendah
suara  tertawa mengekeh. “Kalau aku sudah mampus dan jadi setan, baru aku kasih  tahu padamu!”
jawab laki-laki itu.
Ujung  besi  yang  merah  terbakar  didekatkan  kembali  ke  muka  Sepuluh  Jari  Kematian.
Kembali manusia ini kernyitkan muka karena hawa yang panas.
“Lekas terangkan!” sentak Dewi Siluman. Dia sudah tidak sabar sekali.
Sepuluh Jari Kematian hentikan kekehannya. “Gadis iblis, yang perlu kukatakan pada kau...
ialah...  kau  bakal  tak  sanggup  menghadapi  pemuda  itu!  Ilmu  silatnya  lebih  tinggi...  dan...  dan
kesaktiannya lebih hebat dari kau! Kau akan mampus di tangannya.... Kau... akan....”
Ucapan  Sepuluh  Jari Kematian  cuma  sampai  di situ. Dari mulutnya  kini  keluar  lolongan
yang mengerikan  karena  saat  itu Dewi Siluman menusukkan  ujung  besi  yang merah menyala  ke
pipi kanannya. Bukan saja pipi itu terpanggang hangus tapi juga menjadi bolong besar.
“Masukkan manusia tak berguna ini ke Ruang Penyiksaan kembali!” perintah Dewi Siluman.
Maka Sarinten kemudian mendorong kerangkeng besi  setelah menerima besi merah menyala dari
tangan sang Dewi.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
9
Tinggal  sendirian di  kamar pada  anjungan  ke  tiga  itu Dewi Siluman kembali memikirkan
tentang keempat orang anak buahnya. Mungkin sekali mereka telah menjadi korban si pemuda sakti
yang sampai saat itu tiada diketahuinya siapa adanya. Keesokan harinya tiada kabar tentang Kemani
maka Dewi  Siluman  segera memanggil anak  buahnya  yang  bernama  Laruni. Laruni adalah  anak
buah Dewi  Siluman  yang  paling tinggi  ilmunya. Tiga  perempat  bagian  ilmu  silat Dewi  Siluman
sudah dikuasainya dengan sempurna.
Waktu Laruni datang menghadap, Dewi Siluman menunggunya bersama Sarinten, Inani dan
seorang gadis lainnya bernama Wakania.
Dewi Siluman  tidak membuang-buang waktu,  segera dia berkata. “Laruni, aku percayakan
satu  tugas kepadamu yang harus kau laksanakan dengan baik. Kau  tentu sudah  tahu bahwa empat
kawanmu  di  bawah  pimpinan Kemani  telah  kuperintahkan  untuk  mencari  seorang  pemuda
berkepandaian tinggi. Pemuda itu kini malang-melintang di pulau kita dan merupakan bahaya besar
bagi  kita  serta  setiap  rencana  kita.  Keempat  kawanmu  itu  tidak  kembali  sampai  hari  ini.  Aku
khawatir bahwa mereka menemui hal-hal yang tak diingini. Kuharap kau bisa menyelidiki apa yang
telah terjadi dengan mereka dan paling penting ialah mencari serta menangkap hidup-hidup pemuda
itu, membawanya kemari.”
“Tugasmu  siap  kulaksanakan  Dewi.” kata  Laruni menyahuti.  “Apakah  aku  akan  pergi
seorang diri?!”
“Seorang diri aku percaya kau akan mampu melaksanakan tugasmu,” jawab Dewi Siluman.
“Namun kurasa akan  lebih baik  jika kawan-kawanmu yang  tiga orang  ini  ikut bersamamu.” Dewi
Siluman kemudian  palingkan  kepala  pada  Inani.  Setelah  menatap  gadis  jelita  berkulit  kuning
langsat itu sejurus maka berkatalah dia.
“Inani, kau pergi bersama Laruni dan bawa kecapimu.”
Bukan saja Inani, tapi Sarinten, Laruni dan Wakania menjadi heran mendengar ucapan sang
Dewi.  Adakah  seorang  yang  hendak  ditugaskan  mencari musuh  lawan  hebat  disuruh membawa
kecapi? Sungguh tak dapat dimengerti mengapa sang Dewi menyuruh demikian.
“Kalian mungkin heran,” ujar Dewi Siluman sambil pandangi paras keempat anak buahnya.
“Tapi justru suara petikan kecapi di rimba belantara yang sunyi atau di lamping gunung atau di tepi
jurang yang curam, akan menarik perhatian setiap telinga manusia yang kebetulan mendengarnya!
Dengan  kerahkan  tenaga  dalammu  maka  suara  kecapi  itu  akan  menggema  jauh.  Ini  akan
mengundang datangnya pemuda yang tengah kalian cari. Dan kalian akan mudah menangkapnya!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Diam-diam  keempat  orang  gadis  itu memuji  kecerdasan Dewi mereka.  Setelah mengatur
persiapan untuk perjalanan maka berangkatlah Laruni dan kawan-kawannya. Di kaki sebuah bukit,
mereka mengatur rencana dan berpencaran. Laruni ke utara, Sarinten ke selatan, Wakania ke timur
dan Inani ke barat.
Wiro  Sableng,  si Pendekar  Kapak  Maut  Naga  Geni  212 berdiri  di  muka  gua  batu,
memandang  ke  arah  pedataran  liar  di  bawahnya.  Sinar  matahari  yang  baru  naik  di  ufuk  timur
membuat  pemandangan  lebih  bagus  dan  indah. Anak  sungai  yang membujur  di  sebelah  tenggara
kelihatan  berkilau-kilau  disaputi  sinar  matahari  itu.  Batu-batu  cadas  hitam  bergemerlap.  Wiro
menarik  nafas  dalam, menghirup  udara  pagi  yang  segar.  Diperhatikannya  lengan  kanannya. Dia
gembira sekali karena lengan yang  tempo hari patah  itu kini sudah sembuh. Berarti hari itu adalah
hari dimana dia kembali memulai menyelidiki di mana letaknya sarang Dewi Siluman. Sebenarnya
pendekar ini ingin lebih dahulu mencari Goa Belerang, yaitu goa yang diterangkan secara misterius
dalam tulisan manusia aneh yang telah mengencingi kepalanya dulu itu. Namun karena waktu yang
disebutkan dalam tulisan itu ialah bulan purnama empat belas hari maka dia musti menunggu, kira-
kira  empat  lima  hari  di  muka.  Wiro  tak  suka  menunggu,  untuk  menghabiskan  waktunya  dia
memutuskan mulai menyelidiki tentang Dewi Siluman.
Demikianlah, setelah menikmati pemandangan indah serta puas menghirup udara pagi yang
segar maka Pendekar 212 ini segera tinggalkan gua. Suara siulannya menggema dikeheningan pagi
membawakan  lagu  tak menentu, membuat  takut binatang-binatang kecil membuat  burung-burung
terkejut dan menghentikan kicau lalu terbang ketakutan.
Di  antara  suara  siulannya  yang  tak  menentu  itu  mendadak  lapat-lapat  Wiro  Sableng
menangkap  suara  sesuatu  di  kejauhan.  Pendekar  ini  hentikan  langkah  serta  siulannya.  Suara  di
kejauhan  itu  adalah  suara  bunyi-bunyian.  Tak  dapat  dipastikan  suara  bunyi-bunyian  apa.
Dipertajamnya  telinganya,  tapi  karena  suara  bunyi-bunyian  itu  jauh  sekali  tetap  saja  sukar
dikenalinya.  Penuh  rasa  ingin  tahu  maka Wiro  Sableng  kemudian  langkahkan  kakinya  ke  arah
datangnya suara tersebut. Lewat sepeminum teh suara bunyi-bunyian  itu tambah jelas tapi agaknya
masih  jauh. Maka  dari  melangkah  biasa, Wiro  Sableng  mulai  berlari  dengan  cepat. Lewat  lagi
sepeminum  teh,  suara  bunyi-bunyian  itu  tambah  jelas  tapi  sumbernya  masih  jauh. Rasa  aneh
menjalari  diri  Pendekar  212. Jangan-jangan  pendengarannya  telah  menipu  diri  sendiri.  Atau
mungkin suara bunyi-bunyian itu adalah suara setan atau bangsa dedemit penghuni rimba belantara?!
Kalau  tidak  mengapa  setelah  demikian  lamanya  sumber  suara  tersebut  masih  belum  berhasil
dicapainya?!
Ketika lewat lagi satu kali peminum teh maka barulah Wiro Sableng mengenali suara bunyi-
bunyian  itu. Suara petikan kecapi. Dia  tak  tahu  lagu apa yang dibawakan,  tapi suaranya demikian
merdu  dan  menyayat  hati.  Mungkin  itu  lagu  seorang  gadis  yang  ditinggal  kekasih,  pikir  sang scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Pendekar  212! Mendekati  sumber  bebunyian  itu  Wiro  bertindak  hati-hati.  Rasa  aneh  yang
menggerayangi tubuhnya menjadi satu peringatan baginya. Jarak antara dia pertama kali mendengar
suara  itu  tadi  jauh  sekali, berkilo-kilo meter. Suara kecapi biasa  tak akan mungkin bisa  terdengar
sampai demikian jauhnya. Kemudian siapa pulakah .yang memetik kecapi itu?
Tanpa menimbulkan  suara  sedikit  pun Wiro menyeruak  semak  belukar  lebat. Dilewatinya
segerombolan pohon-pohon yang tumbuh dengan rapat. Kemudian di sebelah depan dilihatnya sinar
terang  dari  matahari  yang  menyeruak  di  antara  kerapatan  pohon-pohon  dan  semak  belukar.
Ternyata di bagian muka sana  itu adalah ujung dari  sebuah  lembah subur yang ditumbuhi  rumput
hijau.  Pemandangan  dari  tempat  ketinggian  itu  indah sekali  karena  di  bawah  lembah  kelihatan
sebuah  telaga.  Namun  Pendekar  212 sama  sekali  tidak  tertarik dan  perhatikan  keindahan
pemandangan itu. Dia bergerak ke samping kiri dari mana suara kecapi terdengar santer sekali. Dia
masih  belum melihat manusia dan kecapi  itu. Mungkin  terlindung  di balik  semak-semak  rapat di
dekat pohon beringin besar. Maka Wiro dengan  langkah cepat  tanpa suara menuju ke balik pohon
beringin. Matanya memandang tajam menembus di antara celah-celah semak belukar.
Dan terkejutlah Pendekar 212 Wiro Sableng.
Betapa tidak. Apa yang disaksikannya hampir tak bisa dipercayanya. Di balik semak belukar
itu terhampar sebuah batu hitam besar laksana pelaminan, menghadap di lembah subur. Dan di atas
batu  besar  hitam  itu  duduklah  seorang  dara  jelita  sekali,  berbaju  biru.  Rambutnya  diriap  lepas,
bergerai di bahu dan di punggungnya  sampai ke pinggang. Sinar matahari membuat  rambut yang
hitam itu berkilauan. Di pangkuan sang dara terletak sebuah kecapi yang kayunya bagus diukir-ukir.
Jari-jari si gadis menari-nari dengan lincahnya di atas sinar-sinar kecapi itu. Dan dia memainkannya
tanpa matanya memandang  pada  kecapi  itu  tapi memperhatikan  keindahan  lembah  di  bawahnya.
Betapa  ahlinya  dia memainkan  kecapi  itu  dan  betapa  indahnya  lagu  yang  dibawakannya.  Untuk
beberapa  lamanya Pendekar 212 dibikin  terpesona, bukan  saja oleh kepandaiannya dan keindahan
permainan  kecapi  si  dara  baju  biru,  tapi juga  oleh  kejelitaan  parasnya. Beberapa  lama  kemudian
barulah Wiro  Sableng menyadari  bahwa  cara  si gadis memainkan  kecapi  itu  bukanlah  cara  biasa
seperti  yang  dimainkan  oleh  orang.  Buktinya  petikan  kecapinya  itu  telah  terdengar  oleh Wiro
Sableng di  tempat yang sangat  jauh. Pastilah si gadis baju biru memetiknya dengan disertai aliran
tenaga dalam yang hebat pada jari-jari  tangannya. Dan pastilah bahwa gadis jelita  ini bukan gadis
sembarangan.
Ketika si gadis baju biru menggeser badannya sedikit maka saat  itulah Wiro dapat melihat
kalung  tengkorak kecil yang  tergantung di  lehernya. Terkesiaplah pendekar  ini. Baju biru, kalung
tengkorak kecil, itulah ciri-ciri dandanannya anak buah Dewi Siluman dari Bukit Tunggul. Karena
memaklumi bahwa  si  gadis meskipun masih  belia  tapi berilmu  tinggi dan memiliki  tenaga dalam
sempurna maka Wiro Sableng tak mau bertindak sembrono. Dia menunggu sampai beberapa lama, scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
tapi  si gadis agaknya masih belum mau menghentikan petikan kecapinya. Akhirnya pendekar kita
putuskan untuk keluar dari balik pohon beringin tanpa menunggu sampai si baju biru itu menyudahi
permainan kecapinya. Sambil mendehem maka Wiro Sableng munculkan diri.
Meskipun dia memainkan kecapi adalah sengaja untuk mengundang datangnya orang yang
tengah  dicari,  namun  suara  deheman  tadi membuat Inani  gadis  yang memainkan  kecapi  itu  jadi
terkejut juga. Belum dia berpaling, didengarnya suara laki-laki berkata.
“Petikan kecapimu sedap sekali saudari. Lagunya pun indah!”
Inani  hentikan  permainannya  dan  putar  kepala  dengan  cepat. Di hadapannya  kini  berdiri
seorang pemuda berambut gondrong bertampang gagah. Pakaiannya putih-putih dan tubuhnya tegap
kekar. Meskipun sudah dewasa namun pandangan matanya seperti mata anak-anak, membayangkan
kepolosan dan kejujuran hati.
Meski  terkesiap  beradu  pandangan  dengan  Pendekar  212, namun  begitu  ingat  tugasnya,
maka membentaklah Inani.
“Siapa kau?”
Wiro Sableng sunggingkan senyum. “Ah kenapa kau hentikan permainan kecapimu, Saudari?
Rupanya aku mengganggumu saja. Harap maafkan. Aku....”
“Jangan banyak bicara! Lekas terangkan siapa kau!”
“Tadinya tengah menggembalakan kerbau di sebelah timur lembah ini. Kemudian kudengar
suara petikan kecapimu lalu datang ke sini....”
“Jadi kau gembala huh?”
“Betul!” sahut Wiro.
“Jangan dusta! Kau pasti pemuda yang tempo hari larikan diri ketika mau ditangkap!”
Habis membentak  begitu maka  Inani segera  gerakkan  tangan  kanannya  ke  balik  pakaian.
Sebuah benda  terbentuk bola hendak di  lemparkannya ke udara. Bola  ini adalah  tanda yang harus
dilepaskannya ke udara, untuk memberitahukan kepada kawan-kawannya bahwa dia telah berhasil
menemukan orang yang mereka cari. Di udara bola itu akan pecah dan memancarkan warna merah
hingga mudah dilihat. Tapi sebelum  tangannya sempat melemparkan bola  itu, Pendekar 212 Wiro
Sableng sudah  tangkap pergelangan  tangan kanan Inani. Keduanya saling tarik menarik dan saling
pandang menyorot. Betapa  pun  si  gadis  kerahkan  tenaganya  tetap  saja  dia  tak  sanggup  lepaskan
pegangan Wiro.
“Lepaskan  tanganku!” teriak  Inani.  Rasa  aneh  menjalari  dirinya.  Seumur  hidup  itulah
pertama kali seorang laki-laki menyentuh kulit tubuhnya.
“Aku akan lepaskan,” kata Wiro sambil tersenyum
“Tapi benda ini harus kau berikan dulu padaku.”
“Kurang ajar. Lepaskan tanganku!” sentak Inani.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro gelengkan kepala. “Berikan dulu benda ini, saudari baru kulepaskan.” katanya.
Dengan  mengkal  Inani  lepaskan  bola  itu  yang  segera  diambil  dengan  tangan  kiri Wiro
Sableng. Kemudian  baru  dilepaskannya  lengan  si  gadis.  Tengah Wiro meneliti  benda  berbentuk
bola itu tiba-tiba Inani berdiri dan lemparkan kecapinya ke arah si pemuda.
Cepat-cepat Wiro Sableng berkelit. Kecapi  lewat menderu di atas kepalanya. Ketika benda
itu  hampir  menghantam  pohon  beringin  dan  pasti  akan  hancur,  Wiro  cepat  melompat  dan
menangkap  kecapi  itu.  Lalu  sambil  geleng-gelengkan  kepala  dia  berkata. “Saudari,  gerakanmu
melemparkan  benda  ini  hebat  sekali. Tapi  sungguh  sayang  kalau  kecapi  yang  bagus  ini  hancur
berantakan!”
Perlahan-lahan  Wiro  Sableng  letakkan  kecapi  di  kaki  pohon  beringin.  Baru  saja  itu
dilakukannya  maka  si  gadis  sudah  menerjang  menyerangnya. Kalau  tidak  lekas  si  pemuda
menyingkir pastilah sebuah tendangan akan mendarat di perutnya.
“Eh,  saudari. Apa-apaan  ini! Tak ada  hujan  tak  ada  angin,  tak  ada pasal  tak ada  lantaran,
kenapa kau menyerang aku?!”
Sebagai jawaban  Inani keluarkan jala sutera biru. Benda ini segera diputar menderu di atas
kepalanya. Didahului dengan  lengkingan keras,  Inani  lancarkan pukulan  tangan kiri dan kirimkan
satu tendangan. Angin serangan ini demikian hebatnya membuat pakaian dan rambut Pendekar 212
sampai  berkibaran,  sementara  dia mengelakkan  dua  serangan  ini, maka jala  biru  berkelebat  dan
menebar  ke  arah  kepalanya.  Wiro  cepat  tundukkan  kepala  tapi  jala  sutera  biru  terus  memapas
hendak melibat  pinggangnya.  Sekali  lagi Wiro mengelak  dan sekali  lagi  pula  jala  itu, menyusup
laksana kilat ke arah kedua kakinya.
“Hebat!” seru Wiro memuji seraya melompat dua tombak.
Penasaran sekali  Inani kembali memburu dengan gempuran serangan yang  lebih hebat  tapi
walau bagaimanapun Pendekar 212 bukanlah semudah yang diduganya untuk dirubuhkan. Sedang
sampai saat itu Wiro sama sekali mengambil sikap mengelak, tak sekalipun balas menyerang.
“Kenapa  mengelak  terus,  tak  berani  menyerang?!” bentak  Inani  penuh  penasaran.  Dia
berharap-harap salah seorang kawannya muncul di situ agar bisa membekuk si pemuda.
“Hentikan  seranganmu,  saudari. Kita  toh  tidak punya permusuhan. Mari bicara  dulu baik-
baik.”
“Kalau kau mau bicara, bicaralah nanti di hadapan Dewi Siluman!”
“Oh, jadi kau anak buahnya Dewi Siluman? Kau tahu saudari. Dewimu itu kawan baikku!”
Karena merasa  dipermainkan dengan ucapan  itu maka  Inani menyerang  lagi dengan  lebih
ganas. Dia keluarkan  jurus-jurus yang mengandung  tipu berbahaya. Tiada  terasa, dua puluh  jurus
telah  berlalu.  Jika Wiro mengadakan  perlawanan  pastilah  tidak  semudah  dan  sebanyak  itu  jurus
yang bisa dilewati Inani.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Saudari!  Jika  kau  tak  mau  hentikan  seranganmu  terpaksa  aku  turunkan  tangan  kasar!”
memperingatkan Wiro.
“Kalau  kau  memang  punya  kepandaian  silahkan  balas  seranganku!  Kukira  kau  bukan
pemuda banci yang cuma pandai berkelit dan mengelak saja!”
Wiro panas sekali dikatakan pemuda banci.
“Harap kau jangan menyesal, saudari!” katanya seraya pasang kuda-kuda.
Pukulan tangan kosong yang menimbulkan angin keras melanda ke arah Wiro. Di saat yang
sama jala sutera menderu dari atas ke bawah dalam satu gerakan yang luar bisa cepatnya.
“Gadis  cantik!” seru Wiro.  “Lihat  baik-baik.  Ini  jurus Menepuk Gunung Memukul  Bukit.
Pegang  kuat-kuat  jalamu,  kalau  tidak  akan  kurampas!” Habis  berkata  begitu  Wiro hantamkan
dengan perlahan  telapak  tangan kirinya ke muka  sedang  tangan kanan membuat gerakan cepat ke
samping sesuai dengan sambaran jala. Tubuhnya sedikit menekuk.
“Pemuda sombong!” maki Inani. “Kau akan terima nasib sial di dalam jalaku!” Dan si gadis
lipat gandakan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba dia terkesiap karena pukulan tangan kosongnya dipapasi oleh satu sambaran angin
deras  yang  ke  luar  dari  telapak  tangan  kiri  lawan.  Belum  lagi  habis  rasa  terkesiap  ini  sekejap
kemudian  dirasakannya  jala  sutera  birunya  yang  tadi  telah menebar  kini menciut  lagi  ujungnya.
Ketika  kejapan  berikutnya  berlalu.  Inani  merasakan  tangannya  yang  memegang  jala  laksana
dipelintir dan tahu-tahu jala sutera itu terlepas dari tangannya, kena dirampas oleh Wiro Sableng.
Pendekar 212 tertawa dan main-mainkan jala sutera biru yang berhasil dirampasnya.
“Apakah  kau  masih  belum  mau  menghentikan  pertempuran  dan  bicara  dulu  baik-baik?”
tanya Wiro pula.
Sebagai  jawaban malah  Inani  loloskan  kalung tengkorak  dari  lehernya. Kemudian  dengan
sebat  menyerang  ke  arah  sang  pendekar.  Di  antara  suara  menderu  kerasnya sambaran  kalung
tengkorak maka terdengar pula suara mendesis. Dari mata dan hidung tengkorak kecil itu mengebut
asap biru yang tebal gelap dan menebarkan bau aneh menusuk hidung. Pendekar 212 terkejut bukan
main.  Dia  masih  mempermainkan  jala  sutera  sewaktu  asap  biru  yang  sangat  pekat  itu  telah
membungkus dirinya.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
10
Pendekar 212 Wiro Sableng segera maklum bahwa asap biru pekat yang membungkus diri
dan membuat matanya tak bisa melihat apapun adalah sangat berbahaya dan mengandung obat jahat
yang bisa  melemahkan tubuh.  Dengan  cepat  pendekar  ini  tutup  jalan  nafas  lalu  melompat  ke
samping. Tapi anehnya lompatan itu tidak membuat dia keluar dari kurungan asap. Di sekelilingnya
masih gelap gulita.
Wiro  Sableng  pusatkan  tenaga  dalamnya  pada  kedua  kaki.  Dengan  membentak  nyaring
pendekar  ini membuat  gerakan  yang dinamakan: Gunung Meletus  Batu Melesat  ke Luar Kawah.
Gerakan ini membuat tubuhnya mencelat laksana anak panah lepas dari busurnya.
Di lain pihak Inani begitu melihat lawannya terbungkus asap biru segera pergunakan tangan
kiri  untuk  mengambil  segulung  benang  yang  sangat  halus,  sehalus  jaring  laba-laba.  Sekali
menyentakkan  maka  gulungan  benang  yang  terbuat  dari  sutera  itu  menerobos  asap  biru  gelap
laksana  seekor  ular.  Inani  gembira  sekali  sewaktu  benang  suteranya  dirasakannya  melibat
sasarannya di dalam asap  gelap  itu. Setelah yakin betul-betul bahwa Wiro Sableng  tidak berdaya
lagi dilibat benang  sakti  tersebut maka  Inani  semprotkan asap putih dari mulut kalung  tengkorak.
Sekejapan kemudian maka sirnalah asap biru gelap dan suasana menjadi terang benderang kini.
Dan  betapa  terkejutnya  gadis  jelita  berbaju  biru  ini. Yang  dilibat  oleh  benang  suteranya
bukanlah  tubuh lawannya, melainkan pohon beringin besar yang terletak kita-kira sepuluh langkah
di hadapannya.
Inani memandang  berkeliling  dengan  cepat. Di  belakangnya Wiro  Sableng  tertawa  gelak-
gelak.
“Sejak kapan ada manusia yang bermusuhan dengan pohon beringin?!” ejek Wiro.
Penuh  geram  Inani  gulung  dengan  cepat  benang  suteranya.  Dengan  kalung  tengkorak  di
tangan  kembali  dia menyerang Wiro  Sableng.  Sang  pendekar  sendiri  menyambut  kedatangan  si
gadis dengan putaran jala biru.
“Sekali-sekali kau musti merasakan  juga bagaimana kalau  jala  ini melibat dirimu sendiri!”
ujar Wiro.
Inani  tidak  percaya  bahwa  si  pemuda  akan  sanggup  gunakan  jala  itu  karena  untuk
memakainya  mempunyai  cara  tersendiri  yang  hanya  anak-anak  buah  Dewi  Siluman  yang
mengetahuinya.
Karenanya  tanpa  ada  keraguan  sedikit  pun  Inani  sama  sekali tidak  batalkan  serangannya.
Kalung  tengkorak  yang  kekuatannya  lebih  keras  dari  bola  baja  itu menyambar  ganas  siap  untuk
menghancurkan kepala lawannya. Tapi betapa terkejutnya gadis ini sewaktu dikejap yang sama jala scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
sutera  biru  di  tangan  lawan membuka dan menebar menyungkupi  tangan  kanan  terus  kepala  dan
tubuhnya.
Wiro Sableng adalah seorang yang. bermata tajam. Sewaktu Inani mengeluarkan jala biru itu
dia  merasa  sangat  tertarik  dan  memperhatikan  dengan  seksama  bagaimana  si  gadis  memainkan
senjata  tersebut.  Sehingga  pada  saat  jala  itu  berada  di tangannya,  dengan mudah  dia  bisa  pula
mempergunakannya.
Inani coba berontak dan lepaskan diri dari sekapan jala. Tapi sudah terlambat. Seluruh jala
telah membungkus tubuhnya sampai ke lutut. Membuat dia tak bisa lepaskan diri lagi.
Wiro tertawa gelak-gelak dan berdiri tolak pinggang.
“Lepaskan jala ini!” teriak Inani.
“Enak  betul,” sahut  Wiro.  “Kalau  kulepaskan  pasti  kau  akan  serang  diriku  lagi!” Dan
Pendekar 212 lalu melangkah ke hadapan Inani.
“Kau mau bikin apa?! Pergi!”
“Eh, aku cuma mau lihat parasmu apa tidak boleh!”
“Pergi!” teriak Inani.
Wiro Sableng menyengir. Dia melangkah  lagi dan jarak mereka cuma  terpisah dua jengkal
saja.  Inani  dapat merasakan  hembusan  nafas  pemuda  itu  di parasnya  yang  jelita.  Sepasang mata
mereka untuk kesekian kalinya beradu pandang.
“Pergi!”
“Saudari, kau betul-betul  inginkan aku pergi? Baik! Tapi biar kutotok dirimu dulu!” Wiro
lantas  totok  tubuh  Inani  sehingga  si  gadis kini berdiri mematung.  “Aku  akan  pergi dan kau  akan
sendirian  di  sini  untuk  selama-lamanya.  Kalau  tidak  ada  binatang  liar  buas  yang  menggerogoti
dirimu, kau akan mati kelaparan di sini!” Lalu Pendekar 212 balikkan badan berpura-pura hendak
pergi.
Apa yang dikatakan Wiro terasa benar dan mengerikan bagi Inani. Ketika dilihatnya pemuda
itu berlalu dia cepat berseru. “Saudara, tunggu dulu!”
Wiro jual mahal dan terus melangkah.
“Saudara, kembalilah!” seru Inani lagi.
Wiro berpaling, “Ada apa?”
Dengan rasa jengah dan paras merah Inani berkata. “Kembalilah dulu!”
“Lucu! Tadi kau bentak aku agar pergi! Sekarang malah menyuruh kembali!”
“Lepaskan jala ini. Juga totokanku!”
“Tidak bisa.” jawab Wiro seraya menggeleng.
Marahlah Inani.
“Kalau kawan-kawanku datang kau pasti akan mereka bekuk!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro tertawa sinis. “Kau bisa berteriak memanggil mereka,” katanya.
Inani buka mulut betul-betul hendak berteriak. Tapi entah mengapa hal ini kemudian tak jadi
dilakukannya.  Malah  dia  berkata. “Jangan  kira  dengan  kehebatan  yang  kau  miliki  kau  bisa
menghadapi Dewi Siluman! Tak  satu ketinggian  ilmu  silat,  tak  satu kesaktian, pun yang  sanggup
mengalahkan Dewi Siluman!”
“Hemm begitu...?” Wiro garuk-garuk rambutnya.
“Aku  tidak mengerti, apakah Dewi Siluman  itu benar-benar  seorang manusia atau  seorang
siluman? Apakah parasnya secantik Dewi ataukah mengerikan seperti Siluman?!”
“Pemuda kurang ajar! Jangan kau berani lancang mulut menghina Dewi kami!” bentak Inani.
“Eh, siapa yang menghina? Aku cuma tanya?!”
“Lekas lepaskan kau mau berjanji memetik kecapi memainkan sebuah lagu untukku!”
Inani  memaki-maki  dalam  hati.  Rahang-rahangnya bertonjolan. Wiro  Sableng  dudukkan
dirinya  di  atas  batu  besar.  Sambil memandang  ke  lembah  di  hadapannya  pendekar  ini  berkata.
“Dunia  sungguh  aneh.  Siapa  yang  akan  menyangka  kalau  gadis-gadis  berparas  cantik  sanggup
melakukan kejahatan luar biasa? Membunuh manusia-manusia tiada berdosa, bahkan anak-anak dan
orang tua renta?”
Inani memandang tajam-tajam pada Pendekar 212.
“Aku tak pernah membunuh manusia! Jangan main tuduh sembarangan!”
Wiro  palingkan  kepala  dan memandang  dengan  tersenyum  pada  si  gadis.  “Kau toh  anak
buahnya  Dewi  Siluman,  biang  penebar  kematian  dan  kejahatan  di  Pulau  Madura  ini?  Yang
kabarnya, mau menguasai dunia persilatan di delapan penjuru angin?!”
“Tapi tidak semua anak buah Dewi Siluman yang jadi pembunuh!”
“Lantas kau jadi apa?” tanya Wiro Sableng. “Jadi tukang rias atau tukang kipasnya?!”
“Sudah! Tutup mulutmu dan lekas lepaskan jala serta totokanku ini!”
“Bersekutu  dengan  orang-orang  jahat,  menjadi  anak  buah  orang  jahat  tiada  beda  dengan
berbuat kejahatan  itu  sendiri!  Masa  muda  yang  begini  indah,  yang  cuma  sekali  saja  dalam
kehidupan,  dipakai  untuk  mengabdi  pada  kejahatan!  Sungguh  sayang. Kebahagiaan  dunia  tiada
dapat, dan kelak di akhirat akan menerima siksaan....”
“Aku tak perlu nasihatmu!”
“Dengar  saudari.  Aku  akan  bebaskan  kau  kalau kau  berjanji  mau  menunjukkan  dimana
sarangnya Dewimu itu.”
“Kau paksa pun aku tidak akan beritahu,” jawab Inani. “Sekalipun kau sampai ke sana, kau
Cuma akan mengantar nyawa!”
Wiro tersenyum. “Kau tak akan bisa hidup dalam cara begini terus-terusan saudari. Satu hari
kebenaran  akan  datang  menumpas.  Kebenaran  kadangkala  tidak  memandang  bulu.  Siapa  yang scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
berserikat dengan kejahatan pasti akan ditumpas, termasuk kau! Apakah gunanya hidup begitu rupa?
Hidup percuma mati  tiada harga? Padahal  dunia  ini begini indah dan  semua  keindahan  itu untuk
kita semua...?”
Tergetar hati  Inani mendengar ucapan Pendekar 212. Mulutnya  terkatup rapat-rapat.  Inilah
kali pertama dia bertemu dengan seorang pemuda dan ini pula pertama kali dia mendengar ucapan
demikian rupa. Walau bagaimanapun Inani adalah seorang perempuan yang berperasaan halus dan
lekas  tersentuh  lubuk  hatinya.  Namun  demikian  kehidupan di  tengah-tengah  anak  buah  Dewi
Siluman  telah sangat meresap dan mempengaruhi dirinya sehingga sesaat kemudian kembali gadis
ini membentak agar dirinya dilepaskan.
Pendekar 212 geleng-gelengkan kepala.
“Sayang.” katanya. Dibukanya  jala  yang melibat tubuh  Inani. Digulungnya  jala  sutera  itu
dan  diletakkannya  di  atas  bahu  si  gadis.  “Kau  akan  kubebaskan,  kau  bisa  pergi  dengan  aman.
Jangan kira kau kubebaskan karena takut pada Dewimu itu. Aku kasihan padamu....”
“Aku tak minta dikasihani.”
“Kuharap kau masih mau berpikir!” ujar Wiro.
Kemudian dilepaskannya totokan di tubuh Inani.
“Di lain  hari  kita  akan  bertemu  lagi  saudari.  Saat  itu mungkin  dalam  suasana  yang  lain.
Jangan  menyesal  jika  nanti  aku  turun  tangan  jahat  terhadapmu.  Selagi  masih  ada  kesempatan,
tinggalkanlah pulau ini. Kau bisa memulai hidup baru yang jauh lebih baik....”
Inani tak berkata apa-apa. Dia berkelebat meninggalkan tempat itu.
“Saudari tunggu dulu!” seru Wiro. “Kecapimu ketinggalan!”
Si  gadis  baru  ingat  akan  kecapi  itu. Dia  berbalik  dan  cepat-cepat menyambar  benda  itu.
Sewaktu dia hendak berlalu kembali tiga sosok tubuh berkelebat dari arah timur.
Terdengar  satu  seruan  nyaring. “Inani!  Perjanjian  apakah  yang  kau  buat  Sehingga  kau
hendak meninggalkan musuh besar kita begitu saja?!”
Inani terkejut sekali. Juga Wiro Sableng.
Dan sedetik kemudian tiga sosok tubuh itu sudah berada di hadapan mereka!
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
11
Ketiga pendatang baru ini bukan lain daripada Sarinten, Wakania dan Laruni. Yang berseru
tadi  ialah  Laruni. Ketiganya  segera mengurung  Pendekar  212.  Tanpa melepaskan  pandangannya
yang menyorot pada Wiro Sableng Laruni bertanya pada Inani.
“Inani! Kenapa kau hendak tinggalkan manusia ini begitu saja?! Apa kau lupa tugas kita?!”
“Ilmunya tinggi sekali Laruni.” jawab Inani. “Aku tak sanggup menghadapinya.”
“Tapi kau bisa lepaskan tanda agar kami datang!” ujar Sarinten.
“Sudah kulakukan. Dia berhasil merampas bola pemberi tanda itu!”
“Lantas kau kenapa tidak berteriak....?” tanya Laruni.
“Mulutku disekapnya.” jawab Inani berdusta.
“Lalu dia biarkan kau pergi seenaknya? Sungguh lucu!” kata Wakania menyindir.
“Kau  tetap  di  tempat  Inani!  Kau  harus  pertanggung  jawabkan  kesalahanmu  di  hadapan
Dewi!” bentak Laruni.
Kecutlah hati Inani.
Sementara itu Laruni, Sarinten dan Wakania loloskan kalung tengkorak masing-masing dan
juga keluarkan jala sutera biru.
Wiro  hela  nafas  dan  geleng-gelengkan  kepala.  Ketiga  gadis  itu  cantik-cantik,  meskipun
menurut pandangannya Inani adalah lebih cantik dari kesemuanya. Dan gadis-gadis cantik beginilah
yang  jadi  anak  buah  Dewi  Siluman. Yang  harus  dihadapinya. Sungguh  mereka menyia-nyiakan
kecantikan mereka.
“Pemuda, apakah kau sudi menyerah secara baik-baik atau terpaksa kami turun tangan?!”
Wiro  Sableng  keluarkan  siulan mendengar  ucapan  Laruni  itu.  “Benar-benar  aneh! Benar-
benar aneh!” kata Pendekar 212 pula. “Gadis-gadis begini cantik menjadi anak buah Dewi Siluman
biang racun kejahatan kelas satu!”
“Pemuda  bermulut  lancang  ceriwis! Kau memilih  cara  kasar  rupanya!” Laruni memekik.
Diikuti  oleh  Sarinten  dan  Wakania  maka  ketiganya  pun  berkelebat.  Tiga  kalung  tengkorak
menyambar dari tiga jurusan. Tiga kepulan asap biru menderu mengerikan dan tiga buah jala sakti
menebar sebat dari kiri kanan dan sebelah belakang.
Wiro Sableng yang sudah tahu kehebatan kalung tengkorak serta jala sutera biru  tidak ayal
lagi  segera  keluarkan  jurus:  Menepuk  Gunung  Memukul  Bukit yang  disusul  dengan  lompatan:
Gunung Meletus Batu Melesat Keluar Kawah.
Tiga  gadis  anak  buah Dewi Siluman  terkejut  dan  penasaran  bukan main  sewaktu mereka
menebarkan jala biru dan  ternyata mereka  tiada berhasil meringkus si pemuda. Mereka menyadari scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
dan  menyaksikan  sendiri  sekarang  bahwa  lawan  mereka memang  bukan  manusia  sembarangan.
Laruni berikan isyarat kedipan mata kiri. Serentak dengan itu bersama Sarinten dan Wakania segera
membentuk  satu  barisan  aneh  dan  bertiga  mereka  lancarkan  serangan  yang  bukan  olah-olah
dahsyatnya. Angin  serangan membuat daun-daun  berguguran,  semak belukar beterbangan  sedang
akar gantung pohon beringin bergoyang-goyang kian ke mari.
Wiro berteriak nyaring dan berkelebat cepat. Tapi gerakan-gerakan  lawan,  jurus-jurus  silat
yang dimainkan  sangat aneh baginya, sukar untuk diduga dan diikuti  sehingga dalam waktu  lima
jurus saja Pendekar 212 mulai  terdesak hebat. Untungnya Wiro memiliki  ilmu meringankan  tubuh
yang  lebih  tinggi  dari  ketiga  lawan  itu  sehingga  sampai  lima  jurus  lagi  dia masih  bisa  bertahan
dengan gigih. Di antara ketiga lawannya Wiro mulai memaklumi bahwa Laruni adalah yang paling
tinggi  ilmunya.  Di  samping  itu  Wiro  tahu  pula  bahwa  ketiga  lawannya  itu  tidak  benar-benar
bermaksud  mencelakai  dirinya  tapi  cuma  berniat  meringkus  hidup-hidup.  Karenanya, meskipun
kemudian  dia  kembali  terdesak  hebat. Wiro  Sableng  tak mau  balas menyerang  dan menurunkan
tangan  jahat.  Dia  sengaja  mengambil  sikap  mengelak  terus-terusan.  Sementara  itu  Inani  berdiri
mematung di tempatnya, tak tentu apa yang dibuat selain cuma menyaksikan jalannya pertempuran
yang seru itu. Dan diam-diam melihat si pemuda terdesak, hati gadis ini menjadi khawatir.
Melihat gelagat Wiro tak akan sanggup bertahan lebih dari sepuluh jurus lagi jika dia terus-
terusan mengambil sikap tidak mau balas menyerang itu.
Dan apa yang diduga Inani menjadi kenyataan.
Di  jurus  sembilan  belas,  dalam  satu  gebrakan  yang  luar  biasa  hebatnya  Wiro  Sableng
dipaksa berkelit cepat untuk menghindarkan serangan Sarinten dan Wakania. Pada waktu gebrakan
ini  terjadi Wiro Sableng masih  sempat memperhatikan  posisi Laruni  yang  tengah  berdiri  dengan
komat-kamit,  entah  membaca  mantera  apa.  Karena  merasa  posisi  Laruni  tidak  berbahaya  maka
Wiro  Sableng  tidak  begitu  ambil  perhatian  terhadapnya.  Begitu  serangan  Sarinten  dan Wakania
lewat, Wiro segera pasang kuda-kuda baru karena di saat itu dilihatnya kedua penyerangannya  tadi
membalik  dengan  cepat.  Tapi  betapa  terkejutnya  Pendekar  212  sewaktu  dari  belakang  terasa
sambaran angin yang luar biasa dahsyatnya. Dia  tak melihat kelebatan tubuh Laruni dan  tahu-tahu
anak  buah  terpandai  dari Dewi Siluman  ini  sudah  berada  di  belakangnya,  lancarkan  satu  jotosan
tangan kiri.
“Buk!”
Pendekar 212 mencelat  limbung ke muka  tak sanggup  imbangi diri dan  terguling di  tanah.
Tulang  punggungnya  serasa  hancur.  Belum  sempat  dia  bangun  maka  tiga  jala  sutera  biru  telah
menebar ke arah tiga bagian tubuhnya yaitu kepala sampai ke bahu, pinggang dan kedua kaki.
“Celaka!” keluh  Pendekar  212.  Dia  tahu  bahwa  dia  tak  punya  kesempatan  lagi  untuk
selamatkan diri. Satu-satunya  jalan  ialah  lepaskan pukulan  Sinar Matahari untuk menghancurkan scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
jala. Guna mencabut Kapak Naga Geni 212 mungkin tidak keburu. Namun belum lagi Wiro sempat
pukulkan kedua  tangannya yang mulai menjadi putih memerak  itu,  jala  lawan yang pertama  turun
ke  bawah  dan melibat  ke  seluruhan  tangannya. Betapapun  dia  kerahkan  tenaga  dalam  dan
menyentakkan  lengan-lengannya  tetap  tiada  gunanya  sementara  jala  kedua  telah  menyungkup
kepalanya. Dan dalam sedetik lagi akan menyusul jala ketiga.
“Sialan... sialan!” maki Wiro. Dia cuma terima nasib diringkus hidup-hidup kini.
Jala  kedua  telah menyungkup  kepalanya  sampai  ke  bahu.  Jala  ketiga  datang menyambar
kaki. Tapi  sebelum  hal  ini  terjadi mendadak Wiro Sableng merasakan  sambaran  angin  yang  luar
biasa  derasnya. Matanya yang  tertutup  jala  sutera  biru  samar-samar melihat kelebatan  satu  sosok
bayangan putih. Dalam detik itu pula Pendekar 212 mendengar suara keluhan ketiga penyerangnya,
disusul  oleh  keluhan  Inani. Dia  sendiri  kemudian merasakan  tubuhnya  terseret  beberapa  tombak,
terangkat ke atas  dan ketika  tiba-tiba  tiga buah  jala  yang melibat  tubuhnya  putus maka  tubuhnya
terbanting ke tanah dengan keras, jatuh melintang di akar pohon beringin.
Perlahan-lahan Wiro Sableng merangkak  bangun. Bekas pukulan pada punggungnya  sakit
sekali tapi tidak dirasakannya karena waktu itu dia dikesiapkan oleh rasa terkejut yang amat sangat.
Sewaktu dia memandang berkeliling dengan cepat  tak seorang anak buah Dewi Siluman pun yang
dilihatnya. Kemana mereka? Apa yang  telah  terjadi?! Satu-satunya benda yang dilihat Wiro  ialah
kecapi kepunyaan Inani.
Dalam dia coba memandang berkeliling sekali lagi dengan rasa penuh tak percaya tiba-tiba
matanya  membentur  tulisan  putih  di  batang  pohon  beringin.  Pendekar  ini  coba  berdiri,  tapi
tubuhnya  terhuyung-huyung,  punggungnya  yang  bekas  dihantam  jotosan  Laruni  kumat  sakitnya,
rasa  sakit  ini menusuk ke bagian dada. Dan sebelum dia  sanggup bergerak  satu  langkah,  lututnya
menekuk,  dia  serasa  mau  batuk  tapi  sewaktu  mulutnya  dibuka  darahlah  yang  menyembur  dari
tenggorokannya. Wiro mengeluh,  sebelum dia  jatuh pingsan Pendekar 212  ini masih sanggup dan
sempat mengambil sebutir pil dari balik pakaiannya lalu menelannya dengan cepat.
Wiro Sableng  tak  tahu berapa lama dia  tergeletak pingsan di tempat  itu. Ketika dia siuman
matahari  telah condong ke  barat. Punggung masih  terasa  sakit  tapi kekuatannya  tidak  sedikit pun
berkurang. Ini adalah berkat pil yang masih sempat ditelannya tadi sebelum pingsan.
Wiro  bangun,  duduk  bersila,  meramkan  mata,  atur  jalan nafas  serta  aliran  darah  dan
kerahkan tenaga dalam ke bagian tubuh yang masih terasa sakit. Lima menit kemudian Pendekar ini
melompat dari duduknya,  tubuhnya  terasa  segar bugar. Begitu dia  teringat pada  tulisan  di batang
pohon beringin Wiro segera melangkah ke hadapan pohon itu. Di batang pohon besar yang angker
ini tergurat tulisan.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Segala rencana tidak akan sampai,
Sebelum tahu tingginya langit dalamnya lautan.
Bulan purnama empat belas hari di Goa Belerang,
Seribu rencana akan sampai.
“Pasti manusia yang mengencingiku dulu!” kata Wiro Sableng pada dirinya sendiri. Dia tak
habis mengerti,  heran  dan  geleng-gelengkan  kepala. Manusia  itu  gerakannya  luar  biasa  cepatnya
sehingga hanya bayangan putih pakaiannya saja yang kelihatan. Dalam satu kelebatan tadi dia telah
berhasil melarikan empat  anak buah Dewi Siluman dan  juga dalam kecepatan yang  sukar diukur,
manusia  itu masih  sempat  menggurat  tulisan  di  batang  pohon  beringin. Tak  sanggup  Wiro
mengukur kehebatan manusia  itu. Jika dia betul-betul manusia,  tentulah  ilmunya  jauh  lebih  tinggi
dari gurunya sendiri yaitu Eyang Sinto Gendeng di Puncak Gunung Gede.
Wiro mengamati  lagi  tulisan di batang pohon beringin  itu. Jika dihubungkannya  rangkaian
tulisan  ini  dengan  tulisan  yang  lalu nyatalah mengandung  satu  keterangan dan  satu  nasihat, yang
bagi Wiro kira-kira berarti dia harus datang ke Goa Belerang pada bulan purnama empat belas hari
guna mengetahui segala maksudnya tak akan kesampaian.
“Siapa sebenarnya manusia  itu?” pikir Wiro. “Mengapa dia membawa  lari anak-anak buah
Dewi Siluman, mengencingi kepalaku dan menuliskan keterangan serta nasihat itu...?”
Dalam pikiran yang  tak kunjung mengerti dan  juga didorong oleh  rasa ingin  tahu akhirnya
Wiro  memutuskan  untuk  mencari  Goa  Belerang  lebih  dahulu,  baru  kemudian  mencari  dimana
letaknya Bukit Tunggul tempat kediaman Dewi Siluman.
Sampai  senja  hari,  telah  puluhan  kilo  daerah  diselidiki  Wiro  Sableng.  Dua  buah  goa
ditemuinya tapi keduanya bukanlah Goa Belerang karena kedua goa itu kosong tiada berpenghuni.
Keesokan harinya, satu hari suntuk lagi dia menjelajahi berbagai daerah, sampai  lagi senja datang,
usahanya tiada berhasil. Pagi yang kedua dari penyelidikannya, dia sampai ke sebuah sungai berair
kehitaman  tanda  sungai  itu  dalam  sekali.  Arus  air  sungai  cepat  bukan  main.  Setangkai  ranting
kering yang  jatuh, dihanyutkan arus dan menghilang di kejauhan dalam waktu yang singkat. Wiro
mengikuti sungai itu ke arah hilir.
Perjalanannya  terhenti  sewaktu  sungai  itu  sampai  di  sebuah  air  terjun  yang  sangat  dalam.
Air  sungai  yang memancur  dan  jatuh menimpa  batu-batu  besar  di  sebelah  bawah menimbulkan
suara yang menggidikkan. Tempat itu dan daerah sekitarnya berudara redup dan angker, tampaknya
jarang didatangi manusia.
Lebih dari sepeminum teh Wiro berada di tempat itu. Sebelum pergi dia bermaksud mencuci
mukanya yang  lengket oleh debu dan keringatan  lalu membasahi  tenggorokannya. Dengan  kedua scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
belah  telapak  tangannya Wiro menciduk  air  sungai  lalu membasahi mukanya.  Sesuatu  bau  yang
agak lain menusuk hidung sang pendekar sewaktu air sungai itu membasahi mukanya.
Wiro  berpikir-pikir.  Rasanya  dia  pernah  mencium  bau  yang  seperti  itu  sebelumnya.
Diciduknya  kembali  air  sungai  itu  lalu didekatkannya  ke  hidungnya. Mendadak hatinya menciut.
Air  sungai  itu  berbau  belerang. Wiro  tahu  betul  bau  belerang  karena  dia  pernah  beberapa  kali
berada  di  sekitar  kawah  gunung  yang mengepulkan  asap  belerang. Dan  ketika  bau  belerang  itu
dihubungkannya  dengan  Goa  Belerang  maka  berdebarlah  hati  Pendekar  212.  Dia  memandang
berkeliling  dengan  penuh  teliti. Tak  ada  satu  bagian  pun  dari  tempat  sekitar  situ  yang  lepas  dari
penelitiannya, namun  sampai  sebegitu  jauh  tak  ada  tanda-tanda  yang menunjukkan bahwa di  situ
terdapat sebuah goa. Tapi air sungai yang berbau belerang?! Untuk kesekian kalinya Wiro kembali
meneliti dengan pandangan mata yang tajam. Tetap tak ada tanda-tanda adanya goa.
Wiro memaki-maki dalam hatinya. Diperhatikannya batu-batu besar yang jauh di bawahnya.
Diperhatikannya  air  terjun  yang  jatuh menimpa  batu-batu  itu, membalik  kembali  ke  atas  sampai
beberapa  tombak  laksana  asap  atau  kabut  tipis. Tapi. Wiro  terkejut. Matanya memandang  lekat-
lekat  kepada  batu-batu  yang  jatuh  ditimpa  air  terjun. Apa  yang  dilihatnya  bukan  cuma  air  yang
muncrat kembali ke atas laksana asap atau kabut, tapi di balik air yang membalik ke atas itu benar-
benar Wiro melihat  samar-samar  namun  pasti  adanya  kepulan  asap. Mulanya Wiro merasa  agak
bimbang mana mungkin di dasar yang penuh dengan air  terdapat asap karena setiap asap pastilah
bersumber pada hawa panas atau api.
Wiro  gosok  kedua matanya.  Yang mengepul  di  antara muncratan  air  itu memang  benar-
benar  asap.  Dan  ketika  diperhatikannya  lebih  seksama  lagi,  ketika  dia  berpindah  tempat  dan
memandang ke bagian bawah air  terjun dari jurusan  lain, tersentaklah Wiro karena di belakang air
terjun itu tampak sebuah goa. Dari mulut goa ini jelas kelihatan gelung-gelung kepulan asap. Tanpa
menunggu lebih lama Wiro melompat ke sebuah batu. Dari sini dengan andalkan ilmu meringankan
tubuhnya melompat lagi ke batu yang lain, yang terletak di sebelah bawah. Untuk menuju ke dasar
air  terjun  bukan  pekerjaan  mudah. Kurang-kurang  pandai  kaki  akan  terpeleset  dan  tubuh  akan
terhempas  ke  bawah  sejauh puluhan  tombak,  disambut  oleh  batu-batu  besar  keras. Meskipun
berkepandaian tinggi serta memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna untuk sampai ke dasar
air terjun Wiro membutuhkan waktu hampir tiga kali sepeminum teh.
Akhirnya  pendekar  ini  sampai  juga  ke  dasar  air  terjun. Dia  berdiri  di  hadapan  air  terjun,
bergerak ke bagian samping dengan sangat hati-hati. Sekali tubuhnya terserempet atau tersambar air
terjun, tak perduli bagaimanapun tinggi ilmunya, pasti tubuhnya akan terhempas dan hancur ditimpa
air terjun yang ribuan kilo beratnya itu.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
12
Pendekar 212  sampai di hadapan mulut goa. Asap putih menampar-nampar wajahnya dan
bau  belerang  yang  santer menusuk  hidung, memerihkan mata.  Setelah meneliti  seperlunya maka
tanpa  ragu-ragu Wiro melangkah masuk.  Ternyata  semakin  ke  dalam  goa  itu  semakin menanjak
sedang bau belerang makin keras dan asap semakin banyak.
Kedua mata Wiro menjadi  perih,  nafasnya  sesak  dan  dia mulai  batuk-batuk.  Pemuda  ini
tutup indera penciumannya, kerahkan tenaga dalam pada kedua matanya dan melangkah terus. Kira-
kira  seratus  langkah  berlalu  kepulan  asap  putih  yang  berbau  belerang  bertambah  tebal menutup
pemandangan. Meski  dia  sudah  tutup  indra  penciumannya  tetap  saja  hidungnya membaui  hawa
belerang itu sedang tenaga dalamnya tiada mampu menolak sambaran asap yang memerihkan mata.
Dengan  kuatkan  diri Wiro maju  terus. Nafasnya  tersengal,  pemandangannya  gelap  tertutup  asap
tebal. Untuk kembali sudah kepalang tanggung. Suara batuk-batuknya menggema di sepanjang goa,
membuat bulu kuduknya sendiri berdiri.
Pada  langkah yang ketiga  ratus duapuluh, Pendekar 212 merasa kekuatannya mulai  lumer,
kakinya  tak  sanggup  lagi  melangkah.  Wiro  jatuhkan  diri  dan  terus  memasuki  goa  itu  dengan
merangkak. Sebutir pil untuk menolak keracunan dan menjaga agar  tidak pingsan dikeluarkan dan
ditelannya. Dua ratus langkah di muka maka perlahan-lahan asap belerang itu mulai menipis hingga
akhirnya lenyap sama sekali dan di hadapan Wiro kelihatan sebuah tangga batu pualam yang putih
bersih dan berkilat.
Setelah menelan  lagi  sebutir  pil, mengatur  jalan  nafas  dan darah memeriksa  aliran  tenaga
dalam dan membuang hawa jahat asap belerang yang meresap di paru-parunya maka Wiro Sableng
berdiri  lalu  melangkah  menaiki  tangga  batu  pualam.  Bagian  atas tangga  berhubungan  dengan
sebuah  pintu  dan  pintu  ini  berhubungan  lagi  dengan  sebuah  ruangan  empat  persegi.  Di  dalam
ruangan  ini  kelihatan  delapan  gadis  berbaju  biru  yang  bukan  lain  adalah  anak-anak  buah  Dewi
Siluman.  Di  antaranya  empat  orang  yang  sebelumnya  telah  baku  hantam  dengan Wiro  di  tepi
lembah.  Kedelapan  gadis  ini  duduk  bersila dengan mata meram  di  hadapan  seorang  berpakaian
selempang  putih  yang  duduk  membelakang  ini  panjangnya  sampai  ke  bahu, Wiro  belum  dapat
memastikan apakah dia seorang perempuan atau bukan.
Tanpa  menoleh  ke  pintu  tiba-tiba  manusia  berambut  putih  panjang  itu  membentak  dan
lambaikan tangan kanannya lewat bahu.
“Pemuda  tidak  tahu  diri!  Disuruh  datang  bulan  purnama  empat  belas  hari  berani  unjuk
tampang hari ini!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro  terkejut  sekali. Dan  sewaktu  dia menyadari  bahwa  lambaian  tangan  si  rambut  putih
panjang itu menyambarkan angin yang sangat deras, maka segala sesuatunya telah kasip. Mendadak
sontak detik itu juga Wiro merasakan tubuhnya menjadi kaku laksana patung batu. Dia berseru, tapi
mulutnya  terkunci  tak  bisa  keluarkan  suara. Karena  otaknya  masih  tetap  bisa berjalan  Wiro
memaklumi bahwa dirinya telah ditotok secara lihai luar biasa hingga tak bisa bicara dan bergerak.
Yang  membuat  Pendekar  212  menjadi  penasaran  sekali  ialah  karena  sesudah  menotok
dirinya,  si  rambut panjang  kemudian  keluarkan  suara  seperti  lebah membuat  sarang,  rupanya dia
tengah membaca mantera  tapi  tiada  jelas  entah mantera  apa  yang  dilafatkannya. Di  samping  itu
Wiro merasa aneh pula melihat kedelapan gadis baju biru  itu duduk bersila meramkan mata  tiada
bergerak. Apakah mereka  semuanya  juga  kena  ditotok  dan  apa  yang  tengah  dilakukan  si  rambut
putih  panjang  itu  terhadap  mereka? Wiro  saat  itu  merasakan  dirinya  seperti  seekor  lalat  yang
sesudah dipukul dibiarkan tak perduli begitu saja!
Tiba-tiba  si  rambut  putih angkat  kedua  tangannya.  Suara  lafat manteranya  semakin  keras.
Kedua tangan kemudian turun lagi untuk mengangkat sebuah panci tanah besar yang berisi air putih
dan kembang  tujuh  rupa. Aneh sekali air yang di dalam baskom  itu kemudian memancur delapan
dan setiap pancuran jatuh ke atas kepala masing-masing gadis baju biru.
Wiro terlongong-longong saking kagumnya. Kehebatan tenaga dalam manusia rambut putih
itu benar-benar  luar biasa. Seorang yang  tenaga dalamnya  sudah mencapai  tingkat  sempurna bisa
saja membuat air di dalam panci tanah itu muncrat ke atas, tetapi untuk membaginya dalam delapan
pancuran  itu  bukan  satu  hal  yang mudah,  tidak  sembarang  manusia  bisa  melakukannya.  Eyang
Sinto Gendeng sendiri mungkin belum tentu dapat.
Begitu air dalam panci  tanah habis,  si  rambut putih  turunkan panci  itu. Kembali  terdengar
suara  lafat manteranya  yang  seperti  lebah  bersarang  itu. Kemudian  sunyi  sebentar  lalu menyusul
suaranya berkata dan ternyata adalah suara seorang laki-laki.
“Delapan gadis, kalian telah minum obatku, kalian telah kusiram dengan air kembang. Kini
otak kalian telah bersih, hati kalian telah putih. Kalian telah bisa memulai hidup baru yang lurus dan
baik. Sekarang kubukakan mata kalian kembali yang telah terpicing selama beberapa hari ini.”
Si rambut panjang putih sapukan tangan kirinya dari samping kanan ke samping kiri. Aneh
sekali maka kedelapan gadis itu yang tadi pejamkan mata kini membuka mata masing-masing satu
demi satu,  tak ubahnya seperti barusan bangun  tidur. Jelas mereka  terkejut sewaktu melihat  tubuh
Wiro Sableng  yang berdiri mematung  di  ambang  pintu. Namun  terhadap  si  rambut  putih mereka
tiada  berani  bertanya  dan  sama  tundukkan  kepala.  Tundukkan  kepala  ini  membuat  Wiro  tak
mengerti. Apa hubungan kedelapan  gadis  itu dengan  si  rambut putih. Apa  sebenarnya yang  telah
terjadi  dengan mereka  sehingga  gadis-gadis  yang  galak  dan  kejam  itu  kini  kelihatannya  seperti
gadis-gadis pingitan yang paling patuh?!scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Dengar Kiai....” jawab delapan gadis bersamaan.
“Kiai!” desis  Wiro  Sableng  dalam  hati. Laki-laki  berambut  putih  itu  dipanggil  dengan
sebutan “Kiai” Dan Wiro heran padahal kedelapan gadis itu tadi meramkan mata seperti orang tidur,
mengapa mereka menjawab bahwa mereka telah mendengar segala ucapan sang kiai?
“Sekarang kalian kuperkenankan meninggalkan tempat ini. Pergilah dan jangan kembali lagi.
Dunia baru yang  indah  suci menyambut kalian. Menurut penglihatanku, hidup kalian  semua akan
menemui  keberuntungan.  Nah  sekarang  pergilah  dan  kuharap  kalian  tidak  usah  mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Tinggalkan Pulau Madura, jangan kembali lagi untuk selama-lamanya!”
Delapan  gadis  itu  saling  pandang  satu  sama  lain  lalu  serentak  mereka  berdiri.  Setelah
menjura berulang kali di hadapan laki-laki berambut putih panjang, mengucapkan terima kasih dan
berpamitan  maka  semuanya  melangkah  ke  pintu  dengan  menundukkan  kepala.  Setiap  mereka
melirik  ke  samping  sewaktu mereka melewati  Pendekar  212  yang  berdiri mematung  di  ambang
pintu itu.
Setelah kedelapan gadis itu berlalu, laki laki berambut putih untuk pertama kalinya balikkan
badan dan berdiri. Ternyata dia adalah seorang tua renta yang bermuka licin klimis. Menurut Wiro
umurnya lebih tua dari Eyang Sinto Gendeng.
Langkah  orang  tua  yang  masih  berbadan  tegap  ini  begitu  enteng  sewaktu  dia  maju  ke
hadapan Wiro.
“Pemuda tolol!” desis sang kiai. “Belum saatmu untuk datang ke mari! Apa kau lupa bulan
purnama empat belas hari?! Tolol! Kau akan kaku tegang di ambang pintu ini selama tiga hari tiga
malam! Rasakan sendiri!”
Wiro menggerutu dalam hati. Orang  tua di  hadapannya  berkelebat  dan  sukar  sekali untuk
dapat dilihat dengan jelas tahu-tahu tubuhnya sudah lenyap dari hadapan Wiro Sableng.
“Benar-benar  luar biasa gerakannya,” kata Wiro dalam hati. Tapi bila dia  ingat bahwa dia
musti  berdiri  di  situ  dalam  keadaan  kaku  tegang  selama  tiga  hari  tiga  malam,  maka  kembali
pendekar ini menggerutu habis-habisan.
Setelah  berjam-jam berdiri  di  tempat  itu Wiro  yakin bahwa di  luar  goa hari  telah malam.
Seumur hidupnya baru kali inilah dia ditotok orang. Meski totokan itu tidak membuat dia terluka di
dalam tapi mematung demikian rupa selama tiga hari tiga malam sungguh merupakan siksaan bagi
Wiro  Sableng.  Hatinya  kembali  memaki-maki  sewaktu  perutnya  mulai  mengeluarkan  suara
bergereokkan tanda minta diisi.
“Diamlah perut  sialan!” rutuk Wiro. “Selama  tiga hari  tiga malam kau  tak akan mendapat
isi!”
Mendadak,  baru  saja  dia  habis memaki  demikian  sesosok  bayangan  biru  berkelebat  dan
tahu-tahu  Inani  berada  di  hadapan Wiro  Sableng.  Sang  Pendekar memandang  tak  berkedip  pada scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
gadis jelita berkulit kuning  langsat  ini, dan berpikir-pikir mengapa pula gadis ini muncul di dalam
goa kembali, padahal dia sudah disuruh pergi oleh laki-laki tua tadi dan tidak diizinkan kembali lagi?
“Saudara, aku akan  tolong  lepaskan  totokanmu,” kata  Inani pula setelah mereka berperang
pandang beberapa ketika lamanya.
“Bagus!” ujar Wiro  dalam  hati.  Dia  gembira.  Inani  maju  satu  tindak.  Tangan  kanannya
dengan cepat bergerak untuk membebaskan totokan di tubuh Wiro Sableng.
Tapi  apa  lacur.  Sebelum  hal  itu  sempat  dilakukan  Inani  tiba-tiba  di  ruangan  itu
mengumandang  suara  tertawa macam  ringkikkan kuda dan  tahu-tahu  laki-laki  tua berambut putih
sudah berada di hadapan mereka.
“Bagus betul perbuatanmu Inani!”
Inani berubah pucat parasnya. Kepalanya ditundukkan tak berani memandang si orang tua.
“Apa kau  lupa ucapanku bahwa kau musti pergi meninggalkan Pulau Madura  ini dan  tidak
boleh kembali kemari? Jawab!”
“Mohon maaf  Kiai. Aku....”
“Kau juga  tolol!” sentak sang kiai. “Apa perlu kau kembali datang kemari?! Apa perlu kau
tolong pemuda ini?! Jawab!”
“Maaf Kiai....”
“Apa dia kekasihmu?!”
Merah paras Inani. Kepalanya semakin ditundukkan.
“Apa dia gendakmu?!”
Tambah merah paras gadis berbaju biru itu.
“Jawab! Kenapa kau mau membebaskan itu.”
“Aku... aku merasa berhutang budi padanya, Kiai.” sahut Inani.
“Hutang budi macam mana? Apa dia pernah menolongmu?”
Inani menggigit bibirnya. Dia kembali ke situ karena merasa kasihan melihat Wiro Sableng
ditotok. Tapi apa yang menyebabkan dia kasihan pada pemuda itu dia sendiri tak bisa mengerti. Dia
kembali ke Goa Belerang seperti ada yang mendorong-dorongnya.
“Gadis tolol! Kau musti terima hukuman seperti pemuda tolol ini!”
Laki-laki  tua  itu  lambaikan  tangan  kirinya. Mendadak  sontak maka  kaku  teganglah  tubuh
Inani. Dia  berdiri mematung  tepat  berhadap-hadapan dan  dekat  sekali  di muka  Pendekar  212. Si
orang tua sendiri begitu menotok tubuh Inani berkelebat pula lenyap dari ruangan itu.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
13
Wiro Sableng dan Inani tak tahu sudah berapa lama atau sudah berapa hari mereka berada di
dalam Goa Belerang  itu. Yang mereka  rasakan  ialah bahwa mereka  seperti  sudah bertahun-tahun
tersekap  di  situ,  tak  bisa  bicara,  tak  bisa  gerakkan  badan.  Selama  puluhan  jam  mereka  berdiri
berpandang-pandangan sehingga dalam hati masing-masing  timbul perasaan-perasaan aneh. Meski
mereka  tidak  bisa membuka mulut  untuk  bersuara  dan  bicara  tapi  pandangan mata mereka  satu
sama  lain sudah  lebih daripada ucapan yang bagaimanapun panjangnya. Sinar mata mereka sudah
lebih  daripada  pengutaraan  perasaan yang  bagaimanapun  mendalamnya. Berpandangan  dan
berpandangan  hanya  itulah  yang  bisa  dilakukan  kedua  orang  itu.  Dan  ini  adalah  satu-satunya
hiburan bagi mereka selama puluhan jam berada di situ.
Kedua  orang  itu  tiba-tiba kernyitkan mata. Lapat-lapat  terdengar  suara  tertawa meringkik.
Dan sesaat kemudian sosok tubuh laki-laki tua yang dipanggilkan kiai itu sudah muncul di ruangan
tersebut. Dia masih  tertawa meringkik macam kuda begitu untuk beberapa  lama  sambil  pandangi
paras kedua orang di hadapannya. Kemudian ketika suara tertawanya berhenti mulutnya bertanya.
“Apa kalian sudah puas tegak berpandang-pandangan?”
Inani menjadi merah mukanya  sedang Wiro memaki dalam hati. Apakah waktu yang  tiga
hari itu sudah berlalu? Apakah sekarang malam bulan purnama empat belas hari? Apakah sekarang
saatnya si orang tua membebaskan totokan di tubuhnya dan di tubuh gadis yang bernama Inani itu?
Inani  dan  Wiro  memperhatikan  si  orang  tua  duduk  di  tengah  ruangan,  di  atas  sebuah
bantalan  berumbai-umbai  yang  dikeluarkannya  dari  balik  kain  selempang  putihnya.  Setelah
memandangi paras kedua orang itu beberapa lama baru si orang tua lambaikan tangannya kiri kanan.
Dua  larik angin  tipis menyambar ke  tubuh  Inani dan Wiro Sableng. Dengan serta merta  lenyaplah
totokan yang telah membuat kedua orang ini tak berdaya selama puluhan jam. Seorang tua tertawa
mengekeh dan manggut-manggutkan kepalanya beberapa kali.
Meski selama ini Wiro di dalam hati tiada hentinya memaki serta menggerutui si orang tua,
namun  begitu  totokannya  lepas  dan  menyadari  bahwa  manusia  berambut  putih  yang  duduk  di
hadapannya itu bukan manusia sembarangan maka Pendekar 212 menjura memberi hormat.
“Orang  tua, dunia  ini banyak  dengan  tokoh-tokoh aneh  sakti  luar biasa yang  aku manusia
tolol  ini  tidak  tahu  siapa-siapa mereka  adanya. Kuharap  kau  sudi memberitahu  siapa  kau,  orang
tua.”
Si  orang  tua mengusap  rambutnya  yang  panjang  putih  beberapa  kali. Setelah  batuk-batuk
jumawa maka menjawablah dia.
“Namaku kau tak usah tahu, orang muda. Sebaliknya aku banyak tahu tentang dirimu!”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Terkejutlah Wiro. Ditelitinya paras orang tua itu lalu sekilas mengerling pada Inani.
Si orang tua tertawa mengekeh kembali.
“Aku  berasal  dari  Bangkalan.” Diusapnya  lagi  rambutnya  baru  meneruskan.  “Sembilan
puluh tahun hidup di dunia ini sudah terlalu cukup lama. Sembilan puluh tahun sudah cukup untuk
menyaksikan  berbagai  hal  dalam  dunia,  menyaksikan  kejahatan  dan  kebaikan,  menyaksikan
kebaikan yang selalu ditentang oleh kejahatan. Pertentangan antara kebaikan dan kejahatan di jagat
ini  tak akan pernah habis-habisnya karena memang begitulah sifatnya alam yang dijadikan Tuhan,
segala  sesuatunya mempunyai  lawan-lawannya, mempunyai  pasang-pasangannya masing-masing.
Karena  aku  dan  kau  adalah manusia-manusia  dari  golongan  putih, maka  adalah  tugas  kita  untuk
membasmi  golongan  hitam. Membasmi  golongan  hitam  tentu  saja  bukan hal  yang mudah.  Aku
sendiri  sebenarnya  telah  tertipu  dalam  hidupku  sehingga  tidak  bisa  berbuat  banyak  untuk
membasmi kejahatan dari muka bumi ini....”
Kiai  Bangkalan memandang  jauh  ke  depan  seperti  tengah  merenung  masa  lampaunya
sedang nada suaranya tadi jelas sekali mengandung satu penjelasan yang mendalam.
“Kalian duduklah, jangan berdiri saja,” ujar Kiai Bangkalan.
Setelah Wiro  Sableng  dan  Inani  duduk  di  hadapan  orang  tua  itu  maka  Kiai  Bangkalan
meneruskan bicaranya.
“Delapan penjuru angin dunia persilatan kini dibikin gempar oleh kejahatan yang bersumber
di  Pulau  Madura  ini.  Sumber  kejahatan  itu  bukan  lain  daripada  Dewi  Siluman  dan  anak-anak
buahnya. Beberapa perguruan dan sebuah partai persilatan telah dihancurkan oleh mereka. Belasan
tokoh-tokoh  silat  golongan  putih  serta  beberapa  lainnya  yang  hebat-hebat  dari  golongan  hitam
mereka  bunuh.  Yang  tertangkap  hidup-hidup mereka  siksa secara  buas. Ringkas  kata  siapa  saja
pihak  yang  tidak mau  tunduk  dan masuk  dalam  golongannya  akan ditumpas musnah oleh Dewi
Siluman. Dan aku yang sudah  tua ini hanya bisa makan hati, tak mungkin turun tangan menumpas
sumber kejahatan yang ada di puIauku ini....” Lagi-lagi nada suara Kiai Bangkalan membayangkan
penjelasan.
Penuh  rasa ingin  tahu dan  tidak  mengerti  maka Wiro  Sableng  beranikan  diri  bertanya.
“Mengapa  tidak mungkin, Kiai Bangkalan. Mengapa  tidak  bisa? Menurut  penglihatanku  ilmumu
tinggi luar biasa. Bagimu tentu mudah saja untuk menumpas Dewi Siluman dan gerombolannya.”
Kiai Bangkalan tertawa tawar.
“Banyak  orang  yang menduga  sepertimu  itu,” katanya.  “Tapi  di  jagat  yang  luas ini  ilmu
manusia  manakah  yang  benar-benar  sempurna,  yang  benar-benar  tinggi?  Semakin  tinggi  ilmu
seseorang semakin harus disadari bahwa di atasnya masih banyak  lagi ilmu-ilmu yang tinggi yang
tak  bakal  sanggup  dicapainya. Kemampuan  dan pikiran manusia mempunyai  titik  batas. Bila  dia
coba untuk melampaui  titik batas  itu di  luar kemampuannya, dirinya akan  rusak, malapetaka akan scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
datang!  Dan  itu  kemudian  akan  mudah  menjadi  sarang  atau  sumbernya  kejahatan!  Kejahatan
muncul di mana-mana akibat manusia berusaha melampaui titik batasnya, melewati garis yang telah
ditentukan. Kemudian bila datang kebaikan walau bagaimanapun kuatnya kejahatan itu, di satu hari
dia akan kena ditumpas juga. Aku yang sudah tua menyesalkan hidup badanku yang rongsokan ini
karena di saat mau mampus begini tidak bisa berbuat banyak menumpas kejahatan Tapi aku masih
bergembira  sedikit.  Sebelum  ajal  datang  aku  telah  bertemu dengan  kau,  orang  muda! Menurut
penglihatanku, kau satu-satunya manusia saat ini yang sanggup menumpas kejahatan Dewi Siluman!
Ingat kejahatannnya, bukan orangnya!”
“Kiai Bangkalan,  aku  yang muda  tolol  ini  bisa apakah?” kata Wiro  Sableng  pula.  “Terus
terang  aku tak mengerti mengapa  kau mengatakan  tak bisa berbuat banyak menumpas kejahatan.
Bukankah ilmumu tinggi sekali. Dewi Siluman tentu akan mudah kau tumpas.”
Kiai Bangkalan hela nafas dan geleng-gelengkan kepalanya.
“Aku hanya memiliki dua macam ilmu, orang muda. Dua macam ilmu itu saja tak sanggup
untuk menumpas kejahatan Dewi Siluman. Di  samping  itu  seperti aku  terangkan  tadi,  sebenarnya
aku yang  sudah  tua  ini  telah kena  tertipu....” Setelah menghela  nafas dalam  sekali  lagi  baru Kiai
Bangkalan  meneruskan.  “Dua  macam  ilmu  yang  kumiliki  ialah  kecepatan  bergerak  dan  ilmu
pengobatan. Mana mungkin dua macam ilmu itu bisa diandalkan untuk menghadapi Dewi Siluman
yang sakti luar biasa?!”
“Tapi kau juga memiliki ilmu totokan yang teramat lihai!” ujar Wiro.
Kiai  Bangkalan  tertawa.  “Setiap  ilmu  totokan  dasarnya  adalah  sama,  sama  seperti  yang
dimiliki oleh kau dan Inani. Cuma karena aku memiliki ilmu kecepatan bergerak maka orang tidak
bisa menduga  dan  tak  sempat  berkelit  ketika  aku menotok  tubuhnya.  Itu  telah  kau  saksikan  dan
rasakan sendiri!”
“Kalau  kau  bisa  bergerak  luar  biasa  cepatnya,  tentu  kau  bisa  menotok  Dewi  Siluman
kemudian menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadapnya,” kata-kata Wiro Sableng pula.
“Betul, tapi justru hal itulah yang tak bisa kulakukan,” sahut Kiai Bangkalan.
“Kenapa tidak bisa?”
“Aku telah tertipu. Ah... biarlah aku terangkan pada kalian agar jelas. Tubuh tua rongsokan
ini tak guna lagi menyimpan segala rahasia hidupnya!”
Kiai Bangkalan merenung sejenak baru membuka mulut kembali. “Sesungguhnya guru dari
Dewi  Siluman  adalah  adik  seperguruanku  sendiri.  Namanya  Lara  Permani.  Dari  guru,  aku
menuntut  dua macam  ilmu  yang kusebutkan  tadi  yaitu  ilmu  pengobatan  dan  ilmu  gerakan  cepat.
Sebaliknya  sebagai murid  yang  dikasihi  oleh  guru,  Lara  Permani  diwariskan  banyak  ilmu  yang
hebat-hebat.  Di  antaranya  Ilmu  Jala  Sutera  Sakti,  Ilmu  Racun  Biru dan  yang  paling  hebat  Ilmu
Seribu  Siluman  Mengamuk.  Sebegitu  jauh  tak  ada  satu  ilmu  di  dunia  ini  pun  yang  sanggup scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
mengalahkan  Ilmu Seribu Siluman Mengamuk itu. Tapi walau bagaimanapun  setiap  ilmu di dunia
ini tak ada yang maha sempurna, selalu saja ada kelemahannya, demikian juga dengan Ilmu Seribu
Siluman Mengamuk....”
“Apakah kelemahannya, Kiai?” tanya Wiro.
“Itu tidak bisa kuberitahu. Aku telah bersumpah!”
Inani dan Wiro kernyitkan kening keheranan. Sebelum salah seorang dari mereka bertanya
maka  Kiai  Bangkalan  sudah  berkata. “Antara  aku  dan  Lara  Permani  karena  demikian  eratnya
hubungan  kami,  kami  saling mencinta. Namun malapetaka  tiba.  Lara  Permani  sewaktu  turun  ke
dunia  persilatan  telah  tergoda  oleh  segala macam  urusan  duniawi  sehingga  dia menempuh  jalan
salah. Aku yang mencintainya dengan amat sangat  tak bisa berbuat apa-apa,  tak bisa melarangnya
agar meninggalkan segala urusan kotor dunia. Malah entah bagaimana aku menjadi tolol dan suatu
hari  di  hadapannya  aku  bersumpah  atas  nama Tuhan  bahwa  aku  tak  akan  ikut  campur,  tak  akan
turun tangan terhadap segala perbuatannya, juga terhadap segala perbuatan muridnya bila kelak dia
mempunyai murid! Sekarang Lara Permani  sudah mati. Dan Dewi Siluman  itu  adalah muridnya!
Aku  tak  bisa  berbuat  apa  secara  langsung  terhadap  kejahatan  Dewi  Siluman  karena  aku  terikat
sumpah!”
Wiro dan Inani termangu sejurus.
Wiro  kemudian  berkata. “Lara  Permani  kini  sudah  tiada. Berarti  sumpah  yang Kiai  buat
terhadapnya batal, tak berlaku lagi!”
Kiai  Bangkalan  geleng-gelengkan  kepala.  “Sumpah  seorang  manusia  terhadap  manusia
sekaligus  terikat  pada  Tuhan. Meskipun  salah  seorang  dari mereka  sudah mati,  tapi  yang masih
hidup tetap terikat pada Tuhan yang telah menyaksikan sumpahnya itu!”
“Kalau begitu kejahatan Dewi Siluman tak akan bisa dibasmi,” kata Wiro.
“Kaulah yang akan membasminya!” jawab Kiai Bangkalan.
“Tapi ilmuku sangat dangkal sekali Kiai. Kalau kau bisa memberikan sedikit petunjuk....”
Kiai Bangkalan tersenyum.
“Di Goa Belerang  ini  telah kujanjikan padamu untuk datang mengetahui  tingginya gunung
dalamnya lautan. Meski aku  terikat sumpah dan  tak bisa  turun tangan secara  langsung, namun ada
cara  lain bagiku untuk berbuat kebaikan. Jika cara  ini dianggap melanggar sumpah, biarlah badan
yang tua renta ini rela menerima hukumannya!”
Dari  balik  pakaiannya  Kiai  Bangkalan  mengeluarkan  secarik  kertas  putih.  Kertas  itu
disodorkannya ke hadapan Wiro Sableng seraya berkata. “Dengan inilah kau bakal bisa menumpas
kejahatan Dewi Siluman.”
Wiro menerima  kertas  itu  dan menelitinya. Di  atas  kertas  putih  ini  ternyata  ada dua  bait
tulisan yang berbunyi.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Ilmu Seribu Siluman Mengamuk teramat sakti.
Hanya suara yang sanggup mengalahkannya.
“Kiai, aku tak mengerti maksud tulisan ini. Mohon petunjukmu....”
Kiai Bangkalan hela nafas dan gelengkan kepala.  “Tak mungkin orang muda. Aku  terikat
dengan  sumpah. Aku  tak bisa menerangkan  langsung kelemahan  Ilmu Seribu Siluman Mengamuk
kepadamu. Kau harus pecahkan  sendiri  rahasia yang ada di dalam dua bait  tulisan  itu.... Kuharap
kau tak bertanya lebih jauh.”
Wiro membaca lagi dua bait tulisan itu lalu memasukkan kertas tersebut ke balik pakaiannya.
Kiai Bangkalan  berpaling pada  Inani. Dia  tersenyum  dan berkata. “Meski  tempo  hari aku
marah sekali melihat kau datang kemari tapi sebenarnya diam-diam aku merasa gembira karena kau
bisa  membantuku  untuk  melaksanakan  cita-cita  baikku.  Kau  ingat  bagaimana  aku  telah
membersihkan otakmu serta kawan-kawanmu dengan sejenis obat?”
“Ingat Kiai.”
Kiai Bangkalan keluarkan sebuah botol berisi cairan hitam. “Aku telah meramu lagi sejenis
obat baru,” katanya dan meletakkan botol kecil itu di hadapannya. “Kau harus ikut bersama Wiro ke
Bukit Tunggul  dan menolong kawan-kawanmu yang  sudah  dikotori  otaknya  oleh Dewi Siluman.
Bagaimana caranya terserah padamu, yang penting kau harus dapat meminumkan setetes obat ini ke
dalam mulut  kawan-kawanmu  sehingga mereka  kembali menjadi bersih  otaknya  dan  kembali  ke
jalan yang benar! Aku  tak mengizinkan kau membunuh  seorang pun dari mereka! Semua kawan-
kawanku tersesat karena tidak sadar!”
“Tapi mana mungkin  aku  sanggup, Kiai?  Setiap  kawan-kawanku  sakti  semua  dan  jumlah
mereka banyak!” kata Inani.
“Kau  tak  usah  khawatir.  Aku  akan  turunkan  ilmu  gerakan  cepat  padamu  sehingga  kau
dengan mudah bisa menotok mereka lalu memasukkan setetes obat ini ke dalam mulut mereka!”
Inani  gembira  sekali.  Buru-buru  dia  menjura  dan  mengucapkan  terima  kasih.  Kiai
Bangkalan memandang pada Wiro. “Orang muda, kuharap kau  jangan kecewa karena saat  ini aku
tidak memberikan  ilmu  apa-apa  padamu.  Tapi  di  lain  hari,  bila  tugasmu  sudah  selesai  di  Bukit
Tunggul kuharap kau suka datang kemari untuk menerima pelajaran ilmu pengobatan dariku.”
Gembiralah Wiro Sableng dan buru-buru dia menjura serta mengucapkan terima kasih.
“Sebelum kalian pergi,” kata Kiai Bangkalan pula. “Ada  satu hal yang harus kalian  ingat,
terutama  kau  orang  muda  karena  kaulah  yang  bakal  berhadapan  dengan  Dewi  Siluman.  Musti
disadari  bahwa  sesungguhnya  kejahatan  yang  dibuat  oleh manusia  itu  adalah  karena  dipengaruhi
oleh suasana sekitarnya, dipengaruhi oleh keadaan duniawi di sekelilingnya. Pada dasarnya semua,
manusia  adalah  baik.  Karena  itu  kuharap  kau  jangan  menurunkan  tangan  maut  terhadap  Dewi
Siluman.”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Tapi Kiai,  perempuan  itu  telah membuat  kejahatan  yang  tak  bisa  diampunkan.  Puluhan
manusia tak berdosa telah dibunuhnya!” kata Wiro pula.
“Betul.  Itu  memang  betul.  Namun  demikian  soal  nyawa  manusia  bukanlah  urusan  kita.
Nyawa  orang  lain  bukan milik  kita.  Soal  nyawa  adalah  hak  dan  kuasanya  Tuhan  kita  manusia
sekali-kali  tidak  diperbolehkan membunuh,  kecuali  dalam  perang  atau  pertempuran  di mana  kita
benar-benar  sudah  terdesak.  Karena  itu  usahakanlah  dulu  untuk  menyadari  Dewi  Siluman  dari
segala  kejahatannya,  bersihkanlah  otaknya  dengan  obat  ini!” Lalu Kiai Bangkalan mengeluarkan
sebutir pil hitam dan diberikan kepada Wiro. “Bila nanti  ternyata usahamu gagal, baru kau boleh
menurunkan  tangan maut.  Itupun  bila  kau  terdesak  dan  tak  punya jalan  lain  lagi! Nah  sekarang
pergilah!”
“Terima  kasih  atas  segala  petunjukmu  Kiai,” kata Wiro  Sableng  sambil menjura  dalam.
Inani  juga melakukan hal yang  sama. Sewaktu mereka mengangkat  kepala kembali  ternyata Kiai
Bangkalan telah  lenyap. Bukan main terkejutnya mereka. Benar-benar luar biasa cepatnya gerakan
orang tua itu. Wiro geleng-gelengkan kepala. Sementara itu Inani berdiri dengan paras berubah.
“Ada apa?” tanya Wiro.
“Waktu aku menjura tadi, kurasa ada yang menepuk bahu kananku dengan keras. Sekarang
tubuhku terasa ringan sekali macam kapas!”
Wiro Sableng kerenyitkan kening. Tiba-tiba dia  ingat  akan ucapan Kiai Bangkalan bahwa
dia hendak menurunkan ilmu kecepatan gerak pada gadis itu.
“Mungkin itulah cara dia menepati janjinya!” kata Wiro. “Coba kau berkelebat!”
Inani  tekankan kedua kakinya ke  lantai. Tubuhnya bergerak dan kejap  itu pula  lenyap dari
pandangan mata Wiro Sableng, sedetik kemudian muncul lagi di hadapannya.
“Saudara! Aku benar-benar tak mengerti bagaimana gerakanku bisa sehebat ini!” seru Inani
gembira.
Wiro  Sableng  geleng-gelengkan  kepala  “Benar-benar  aneh  sekali  cara  Kiai  Bangkalan
menurunkan  ilmunya  kepadamu,” kata Wiro  pula.  “Kau  beruntung  Inani,  eh, bukankah  namamu
Inani...?”
Si gadis anggukkan kepalanya malu-malu. “Kau sendiri siapa?”
“Panggil aku Wiro,” jawab Pendekar 212.
“Bagaimana kalau kita berangkat ke Bukit Tunggul sekarang?” tanya Inani.
“Memang  lebih  cepat  lebih  baik. Tapi  untuk membuat  urusan  dengan Dewi  Siluman  kita
tunggu sampai besok pagi. Nah, ayolah!”
Kedua orang itu pun dengan segera meninggalkan Goa Belerang. Meskipun malam itu bulan
purnama bersinar terang namun dengan susah payah baru akhirnya Inani dan Wiro bisa keluar dari
dasar air terjun.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
14
Di ufuk  timur  fajar kelihatan  sudah menyingsing. Sebentar  lagi  sang  surya  penerang  jagat
akan memunculkan diri, merenggutkan malam menggantikannya dengan pagi hari yang kemudian
disusul oleh kedatangan siang. Dua  titik putih dan biru kelihatan  remang-remang bergerak  sangat
cepat  dari arah  tenggara. Ternyata dua  titik  ini  adalah  sosok  tubuh  Inani dan Pendekar 212 Wiro
Sableng. Tengah malam  tadi mereka  berkemah  di  tepi  rimba  belantara  dan menjelang  pagi  baru
meneruskan  perjalanan  ke  Bukit  Tunggul.  Satu  keuntungan  bagi Wiro  karena  dia  bersama  Inani
sehingga  tak  usah  bersusah  payah  mencari  di  mana  letaknya  Bukit  Tunggul.  Tepat  pada  saat
matahari munculkan  diri di  ufuk  timur maka  kedua  orang  itu  sudah  berada  di kaki bukit  sebelah
timur. Sementara keduanya mencari mulut terowongan yang akan membawa mereka ke Istana Dewi
Siluman, tiga sosok bayangan biru muncul menghadang mereka.
“Hai  Inani! Kau  rupanya!” seru  salah  seorang  dan ketiga gadis baju biru yang bukan  lain
dari anak-anak buah Dewi Siluman yang habis melakukan perondaan.
“Hai!” seru  Inani sambil  lambaikan  tangan kanan. Dan saat  itu  juga ketiga gadis baju biru
itu merasakan tubuh mereka kaku tegang tak sanggup lagi bergerak maupun bicara.
“Hebat sekali totokanmu, Inani!” kata Wiro memuji dengan tersenyum.
Inani cepat-cepat keluarkan botol obat hitam  lalu dimasukkannya cairan itu masing-masing
setetes ke dalam mulut ketiga gadis itu, kemudian bersama Wiro dia segera tinggalkan tempat itu
Sementara  itu di  sebuah kamar yang bagus luar biasa di anjungan pertama, Dewi Siluman
masih berbaring bermalas-malasan di atas pembaringan yang hangat  lembut. Hari  telah  siang  tapi
malas  sekali  dia  turun  dari  tempat  tidur.  Dia  tahu  bahwa  anak-anak  buahnya  telah menyiapkan
segala  sesuatunya  untuk  keperluan mandi  pagi,  di  kolam  dan mereka  baru  akan muncul  jika  dia
sudah memanggil.
Dewi Siluman memperhatikan  tubuh dan parasnya di kaca dalam kamar itu. Kemudian dia
teringat pada Inani. Jika gadis itu tidak sedang menunaikan tugas, pagi-pagi seperti itu biasanya dia
telah memetik kecapi memberikan hiburan. Dewi Siluman menghitung-hitung hari. Kekhawatiran
untuk kesekian kalinya menyamaki hatinya. Kepergian Inani bersama Sarinten, Wakani dan Laruni
sampai pagi itu tiada kabar beritanya. Apakah telah terjadi pula hal-hal yang tak diinginkan dengan
mereka? Tapi kekhawatirannya itu agak berkurang sedikit kalau dia ingat bahwa Laruni adalah anak
buahnya yang paling tinggi kepandaiannya.
Akhirnya Dewi Siluman  juga  berbaring  berlama-lama. Dia bangun  dan duduk  sebentar di
tepi  tempat  tidur, memandang ke kaca,  lalu  sambil melangkah  ke kaca besar  itu ditanggalkannya
pakaian tidurnya yang terbuat dari sutera biru halus berbunga-bunga hitam. Tanpa selembar benang scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
pun menutupi badannya sang Dewi berdiri di muka kaca. Betapa indah potongan tubuhnya, betapa
halus mulus kulitnya. Tapi betapa rindunya seluruh tubuh itu akan sentuhan tangan seorang laki-laki.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk orang.
Dewi Siluman memperhatikan kaca dari mana sekaligus dia dapat melihat pintu kamar  itu.
Siapa pula  yang mengganggunya,  pikir  sang Dewi. Mungkin  Laruni  atau  seorang anak  buahnya
yang  datang  membawa  kabar tentang  Laruni  dan  kawan-kawannya.  Maka  Dewi  Siluman
mengenakan pakaian tidurnya kembali dan berkata. “Masuk!”
Pintu kamar terbuka.
Dan kagetlah Dewi Siluman. Yang masuk bukanlah Laruni, bukan pula salah seorang anak
buahnya,  melainkan  seorang  pemuda  berpakaian  putih-putih,  berambut  gondrong  dan  berparas
gagah.
Walau  bagaimana  pun  kejam  dan  jahatnya hati  seorang  perempuan,  namun dalam  hal-hal
tertentu  dia  tak  dapat  menyembunyikan  gerak  refleks  keperempuannya.  Dewi  Siluman  segera
rapatkan pakaian tidurnya yang tipis lalu membentak marah, meski tidak seratus persen marah.
“Orang muda? Siapa kau yang berani berlaku lancang masuk ke kamarku?!”
Pemuda itu sunggingkan seulas senyum.
“Apakah aku berhadapan dengan Dewi Siluman Dari Bukit Tunggul?” tanyanya.
“Betul! Lekas terangkan siapa kau! Bagaimana kau bisa masuk ke Istanaku ini?!”
“Kalau aku tidak salah, bukankah Dewi selama ini mencari-cariku...?”
Berdebarlah hati Dewi Siluman.
“Jadi kau adalah pemuda yang tempo hari melarikan diri sewaktu mau ditangkap?!”
“Betul sekali Dewi. Barangkali kau bisa menerangkan salah apa yang kubuat sampai diriku
hendak ditawan oleh orang-orangmu?”
Dewi  Siluman  tertawa.  Sungguh  merdu  suara  tertawanya  laksana  taburan  mutiara  yang
berderai di lantai batu pualam.
“Sebelum kujawab pertanyaanmu harap terangkan dulu apa yang telah kau lakukan terhadap
delapan orang anak buahku hingga mereka tidak kembali sampai saat ini. Lalu bagaimana kau bisa
masuk ke tempat ini!”
“Soal delapan anak buahmu  itu mana aku  tahu. Bagaimana aku sampai ke  sini, biasa saja.
Kau mencari-cariku berarti aku sama saja diundang datang ke mari. Malah anak buahmu mengantar
dan menunjukkan kamarmu ini.”
Kembali Dewi Siluman tertawa merdu.
“Orang gagah, kuharap kau tahu di mana berada dan dengan siapa kau bicara....”scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Pemuda berambut gondrong yang bukan  lain dari Pendekar 212 adanya angguk-anggukkan
kepala. “Nama besarmu sudah lama kudengar, Dewi. Namun sayang kebesaran namamu itu bukan
karena pekerjaan baik, tapi akibat kejahatan luar biasa yang tiada taranya!”
Dewi Siluman naikkan hidungnya.
“Apakah maksud kedatanganmu ke Pulau Madura ini sengaja mencari dan menantangku?!”
“Kau bisa katakan demikian....”
Dewi Siluman tertawa panjang.
“Kau andalkan apakah maka berani membuat rencana dernikian?”
Wiro menjawab dengan balas tertawa.
Di  atas  sebuah  meja  di  dalam  kamar  itu  terletak  sebuah  patung  perempuan menjunjung
kendi  yang  terbuat  dari  emas.  Beratnya  kira-kira  tiga  kilogram.  Dewi  Siluman  menunjuk  pada
patung  itu  dan  berkata. “Kau  lihat  patung  emas  itu,  orang muda?!  Jika  kau  sanggup melakukan
seperti yang akan kuperbuat baru kau pantas bermulut besar di hadapanku!”
Habis  berkata  begitu  Dewi  Siluman  gerakkan  tangan  kanannya  ke  atas,  telapak  tangan
menghadap ke patung emas di atas meja. Perlahan-lahan patung di atas meja bergerak, lalu laksana
ada sebuah tangan yang tiada kelihatan mengangkatnya, patung yang beratnya  tiga kilo itu naik ke
atas, melayang mendekati tangan Dewi Siluman, berhenti tegak di ujung jari tengah Dewi Siluman,
lalu melayang lagi kembali ke tempatnya di atas meja.
Dengan  senyum  di  bibir  Dewi  Siluman  berpaling  pada  Wiro  Sableng.  “Bagaimana?
Sanggupkah  kau  melakukannya?  Jika  tidak  sebaiknya  kau  lekas-lekas  berlutut  minta  ampun
kepadaku! Kau tidak terlalu buruk untuk jadi hamba sahayaku!”
Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya. Dewi Siluman tertawa melihat tingkah pemuda ini.
Diam-diam  memang  Wiro  Sableng  mengagumi  sekali  kehebatan  tenaga  dalam  Dewi
Siluman. Meski demikian mana Pendekar 212 mau diremehkan begitu saja.
“Memang meniru seperti yang kau lakukan itu aku tidak bisa Dewi Siluman. Tapi coba kau
lihat. Kau kurang teliti hingga patung itu kembali ke tempatnya dalam keadaan terbalik!”
Dewi  Siluman  palingkan  kepala  dengan  rasa  tak  percaya.  Ketika  matanya  membentur
patung di atas meja, terkejutlah sang Dewi. Patung perempuan menjunjung kendi memang berdiri di
atas meja tapi dengan kaki ke atas dan kepala serta kendi di sebelah bawah.
Dewi  Siluman  putar  kepalanya  kembali  pada Wiro  Sableng.  Sedikitpun  dia  tidak melihat
pemuda  itu gerakkan  tangannya. Tapi bagaimana patung itu bisa  terbalik demikian. Tiba-tiba sang
Dewi keluarkan tertawanya yang merdu.
“Tenaga  dalammu  boleh  juga  orang  muda!  Ilmumu  cukup  tinggi!  Aku  ada  usul  bagus
untukmu!” Dewi  Siluman melangkah  ke  tempat  tidur.  Dalam  pakaian  yang  tipis  itu Wiro  dapat scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
melihat jelas sekali sekujur tubuh Dewi Siluman. Sang Dewi kemudian duduk di  tepi tempat tidur.
“Aku yakin kau akan menyetujui usulku ini. Tapi harap kau terangkan namamu lebih dulu.”
“Apakah namaku itu perlu betul bagimu?” tanya Wiro.
“Tentu!” jawab Dewi Siluman seraya matanya memandang penuh gairah ke paras Wiro. Di
mulutnya bermain seulas  senyum. Dan dia menambahkan. “Seorang gagah dan berilmu sepertimu
ini musti diketahui dulu namanya!”
Wiro tersenyum.  “Manusia  dilahirkan  tidak  bernama,” katanya.  “Karenanya  tak  perlu
kuterangkan  siapa  namaku. Kau  boleh  panggil  aku  semaumu. Sekarang  coba  kau  terangkan  usul
bagus yang kau katakan itu!”
“Orang muda, kau terlalu jual mahal namamu! Tapi tak apa, aku senang pada laki-laki yang
berhati keras, betul-betul bernyali jantan! Dengar orang muda, walau kau tidak mau beri tahu nama,
namun aku maklum bahwa kau memiliki ilmu yang cukup diandalkan. Setiap orang berilmu tinggi
mempunyai  cita-cita besar. Bagaimana kalau  kita  berdampingan  satu  sama  lain  dalam menguasai
dunia persilatan?!”
Wiro  merenung  macam  orang  tua  lalu  manggut-manggut.  “Usulmu  memang  bagus...,”
katanya. Paras Dewi Siluman kelihatan gembira. “Tapi,” sambung Wiro pula yang membuat Dewi
Siluman kembali berubah parasnya. “Aku datang ke sini bukan untuk menerima segala macam usul
atau membuat segala macam perjanjian....”
Paras Dewi Siluman menegang. “Lalu?” sentaknya seraya berdiri dari tempat tidur.
Wiro  menatap  paras  jelita  itu  beberapa  lamanya.  Pandangan  ini  membuat  sang  Dewi
bergetar hatinya.
“Segala  sesuatu  di  dunia ini musti  ada  akhirnya,” Wiro  Sableng  membuka  pembicaraan
kembali. “Diakhiri atau berakhir sendirinya. Demikian pula dengan kejahatan....”
Dewi Siluman hendak membentak memotong ucapan Wiro Sableng. Tapi di bawah sorotan
mata si pemuda mulutnya tak kuasa dibukanya. Dia tegak tak bergerak di tempatnya.
“Setiap  tokoh  silat  adalah  wajar  kalau  mempunyai  cita-cita  untuk  menguasai  dunia
persilatan. Namun caranya juga musti cara wajar. Bukan dengan kejahatan tanpa peri kemanusiaan.
Bukan  dengan  jalan membunuh  anak-anak  atau  perempuan-perempuan  atau manusia-manusia  tak
berdaya dan tak berdosa. Bukan dengan menipu tokoh-tokoh silat, mengundang mereka ke mari lalu
menjebloskannya di Ruang Penyiksaan....”
Dewi  Siluman  terkejut  amat  sangat. Dari mana  si  pemuda  tahu  akan  hal  itu?  Tapi  untuk
bertanya lagi-lagi mulutnya takluk membisu di bawah pandangan mata Pendekar 212.
“Bukan pula dengan menculik gadis-gadis cantik  lalu, meracunnya dengan obat kesetanan!
Hendak menguasai dunia persilatan dengan cara seperti  itu bukan saja tak akan berhasil, tapi akan
membawa pelakunya  pada  satu  kehancuran  yang  mengerikan,  Kehancuran  itulah  suatu  akhir. scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Hancur sendiri atau dihancurkan. Dan kurasa kau tak mau menemui kehancuran atau dihancurkan,
Dewi Siluman. Bukankah begitu...?”
Tenggorokan Dewi Siluman turun naik. Tiba-tiba meledaklah kemarahannya. “Orang muda!
Bicaramu keliwat pandai! Apakah kau juga pandai menerima pukulanku ini?!”
Laksana kilat Dewi Siluman hantamkan tangan kanannya ke arah Wiro. Satu larik sinar biru
yang amat panas menderu. Di seberang sana Pendekar 212 berkelebat dan “brak!” Dinding kamar di
belakangnya hancur lebur, runtuh merupakan satu lobang besar kini.
“Kau menghancurkan dirimu sendiri, Dewi Siluman,” desis Wiro Sableng disertai  lontaran
senyum. “Tidak  sukar untuk kembali ke  jalan yang baik. Di  jalan yang baik  itu kau akan melihat
satu jalan lurus yang wajar untuk menguasai dunia persilatan ini!”
Dewi Siluman melotot besar sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil mengelakkan diri dari
serangan “Angin Biru”nya tadi.
“Orang muda, pintu masih terbuka bagimu untuk menguasai dunia persilatan ini bersamaku
menurut caraku!”
“Menyesal sekali, Dewi....”
“Kau  yang  akan  menyesal  jika  kau menolaknya!” tukas  Dewi  Siluman.  “Meski  ilmumu
setinggi langit tapi tak satu manusia pun yang bisa menghancurkanku!”
“Bukan orang lain yang akan menghancurkanmu, tapi kau sendiri,” sahut Pendekar 212.
Dewi Siluman tertawa aneh. Dia kembali duduk di tepi tempat tidur.
“Jangan kelewat memandang sebelah mata terhadap Dewi Siluman, orang muda. Kalau aku
tidak melihat  bahwa  kau  bakal mempunyai  peruntungan baik  bersamaku,  siang-siang  aku  sudah
hancurkan  kepalamu!” Dewi  Siluman  tertawa  lagi  lalu  rebahkan  dirinya  perlahan-lahan  di  atas
tempat tidur. Pakaian tidurnya tersibak dan menjulai ke lantai yang ditutupi permadani tebal. Mata
Pendekar 212 mengecil, sejenak hatinya digelorai oleh darah muda.
“Orang  gagah,  kemarilah!” panggil  Dewi  Siluman.  Suaranya  berubah  merdu  tidak
membentak lagi.
Wiro tetap berdiri di tempatnya.
“Kemarilah....” Dewi Siluman lambaikan tangannya.
Pendekar 212 melangkah. Dia berhenti satu tombak dari samping tempat tidur. Gelora darah
mudanya semakin menyentak-nyentak.
Dewi Siluman menopang dagunya dengan telapak tangan kanan, memandang gairah pada si
pemuda  lalu berkata. “Seluruh  isi  Istana  ini akan menjadi milikmu, orang muda. Dunia persilatan
akan berada di tanganmu. Dan kita hidup berdua di sini. Bukankah indah sekali...?” Dewi Siluman
menggerak-gerakkan kakinya.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Kedengarannya memang  begitu,” sahut Wiro. “Tapi  akan  lebih  indah  lagi  bila  kau mau
menelan pil ini....”
Dewi Siluman kerenyitkan kening sipitkan mata dan memandang pada sebuah benda kecil
hitam di tangan Wiro Sableng.
“Pil apa itu?” tanya Dewi Siluman acuh tak acuh.
“Pada  dasarnya manusia  itu  semuanya  berhati  dan  berpikir  baik.  Tapi  kekotoran  duniawi
meracuni hati dan pikirannya. Obat  ini akan sanggup membersihkan kembali racun hati dan racun
pikiran yang jahat itu, Dewi Siluman!”
Dewi Siluman tertawa berderai.
“Maksudmu kau mau mengobati diriku, orang muda?”
Wiro anggukkan kepala.
Dewi Siluman tertawa lagi panjang-panjang.
“Hanya orang sakit yang minum obat. Aku tidak sakit.”
“Kau memang sakit Dewi Siluman, sudah sejak lama,” kata Wiro pula.
Dewi siluman luruskan kedua kakinya yang mulus bagus.
“Aku akan telan pil itu,” kata Dewi Siluman. “Tapi dengan satu syarat.”
“Apa?”
“Berbaringlah di sampingku.”
Bergelegar  dada  Pendekar  212. Darah muda  di  tubuhnya  laksana  hempasan  ombak  yang
memukul batu karang di pantai curam.
“Kau  perlu  istirahat,  orang  gagah.  Kau  perlu  tidur,” kata  Dewi  Siluman  penuh  genit.
Kegenitan yang mengandung racun.
“Soal  tidur  soal  gampang  Dewi,” kata Wiro  dengan  menahan  kobaran  darah  mudanya.
“Kebaikan adalah yang paling dulu musti dikerjakan. Kuharap kau bersedia menelan obat ini....”
Dewi Siluman tersenyum.
“Aku ingin sekali menghiburmu, tapi sayang, gadis pemetik kecapi itu tak ada di sini....”
“Inani maksudmu? Aku telah bertemu dengan dia.”
Kagetlah Dewi Siluman.
“Dan bukan dia sendiri. Dewi, tapi juga tujuh orang lainnya....”
“Kau apakan mereka?”
“Mereka  gadis-gadis  cantik  yang  kini  menjadi  kawan-kawanku.  Otaknya  telah  dicuci!”
“Kau yang melakukannya?!”
“Kiai Bangkalan!”
Membersilah  paras  Dewi  Siluman.  Dadanya  menggemuruh.  Tapi  gelora  amarah  ini
kemudian mengendur sedikit. Dia duduk di tepi tempat tidur kembali.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Aku  tak perduli dengan mereka. Aku bisa melupakan mereka,  juga kakek-kakek keparat,
bernama  Kiai  Bangkalan  itu.  Tapi  kau musti menjadi milikku,  orang  muda,  musti!” Dan  habis
berkata  begitu Dewi  Siluman  buka  pakaian  tidurnya  lalu  dalam  keadaan tanpa  pakaian  selembar
benang pun dia melangkah ke hadapan Wiro Sableng.
Mulut Pendekar 212 komat-kamit. Digaruknya kepalanya. Dia bergerak ke samping sewaktu
Dewi Siluman melompatnya.
“Orang  muda,  apakah  aku  tak  boleh  memelukmu?  Apakah  aku  tak  boleh  menyentuh
tubuhku pada tubuhmu...?”
“Boleh saja tapi sekarang bukan saatnya.”
“Justru  sekarang  inilah  saatnya” dan  Dewi  Siluman  menerjang  ke  muka  hendak  meraih
tubuh Wiro Sableng. Sekali lagi Wiro berkelit.
“Kau keterlaluan orang muda! Apakah aku harus mengemis terhadapmu?! Peluk aku orang
muda. Cium parasku, bibirku, dadaku... semuanya....”
“Buset!” ujar Wiro Sableng dalam hati sementara Dewi Siluman melangkah mendekatinya.
“Dengar Dewi, aku akan cium kau mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak kaki. Tapi telan
pil ini....” Wiro acungkan tangan kanannya,
Tiba-tiba Dewi Siluman berseru nyaring. Tubuhnya berkelebat  laksana kilat. Pendekar 212
terkejut hebat sewaktu  lengannya dipukul oleh Dewi Siluman hingga pil hitam yang dipegangnya
mental ke udara? Sebelum dia bisa berbuat suatu apa, pil itu sudah berada dalam genggaman Dewi
Siluman. Sekali tangan itu meremas maka hancurlah pil pembersih otak dan hati itu.
“Sekarang  tidak ada  lagi  segala macam obat  terkutuk! Yang ada kau dan aku! Mari orang
muda... mari...!”
Pendekar 212 mulai beringasan dan penasaran.
“Aku  telah  datang membawa  kebaikan  untukmu Dewi  Siluman! Tapi  kejahatan  di  dalam
dirimu memang sudah sedalam lautan setinggi langit! Aku tunggu kau di taman Istana!”
“Kau mencari mati orang muda?!”
“Dan kau mencari mampus!”
“Bedebah!” maki  Dewi  Siluman.  Dia  tepukkan  tangannya  tiga  kali  berturut-turut  dan
memandang berkeliling dengan heran.
“Aha...  kau  memanggil  anak-anak  buahmu  Dewi  Siluman?  Mereka  tak  akan  muncul!
Semuanya telah dicekok dengan obat pembersih otak!”
Kaget Dewi Siluman bukan main.
“Manusia  tolol!  Diberi  kesenangan  malah  minta  mati  percuma!  Aku  akan  siksa  kau  di
Ruang Penyiksaan! Aku akan rebus tubuhmu!”
Wiro tertawa gelak-gelak.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
“Ruang Penyiksaan hanya  tinggal nama saja  lagi!” sahutnya. “Tiga  tokoh silat yang masih
hidup sudah kubebaskan dan ruangan itu hanya merupakan puing-puing hancur, satu pertanda bagi
kehancuranmu  sendiri!  Aku  tunggu  kau  di  taman!  Jika  otakmu  masih  diracuni  oleh  kejahatan,
taman  itu  akan menjadi  kuburmu! Dan  jangan  coba-coba  larikan  diri Dewi.  Setiap  jalan  rahasia
sudah dijaga!”
“Setan  alas! Mampuslah!” teriak  Dewi  Siluman.  Kedua  tangannya  dipukulkan  ke muka.
“Wuss!”
Dua  sinar  biru menderu  ganas.  Tapi Wiro Sableng  sudah  tendang  pintu  dan  keluar  dari
kamar itu.
*
* *scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
15
Suasana  di  taman  Istana  yang  indah  itu  kini  diselimuti  kesunyian  yang  menggidikkan.
Pendekar 212 Wiro Sableng duduk di atas batu rata, di hadapan sebuah arca. Di setiap sudut taman
berdiri  berkelompok-kelompok  gadis-gadis  berbaju  biru. Mereka  adalah  bekas  anak  buah  Dewi
Siluman yang telah “dibersihkan” otaknya oleh Inani dengan obat yang diberikan Kiai Bangkalan.
Kalung tengkorak yang biasanya tergantung di leher mereka kini tak kelihatan lagi.
Kesunyian  itu  dipecahkan  oleh  suara  siulan  yang  keluar  dari  mulut  Pendekar  212.  Inani
geleng-gelengkan  kepala.  Di  saat  yang  penuh  ketegangan  itu  Wiro  masih  bisa  bersiul  seperti
seorang yang tengah menunggu saat gembira. Dia melangkah mendekati arca di mana Wiro duduk.
“Apakah kau sudah berhasil memecahkan rahasia kelemahan Dewi Siluman dalam dua bait
tulisan yang diberikan Kiai Bangkalan?” tanya Inani.
Wiro gelengkan kepala. Dia terus juga bersiul-siul.
“Kau belum  tahu rahasia kelemahannya! Dan kau  telah berani menantangnya di sini!” ujar
Inani dengan paras tegang.
“Semuanya  telah  kasip  Inani.  Ini  adalah  saat penentuan. Kalau  tidak dia,  aku  yang.  bakal
meregang  nyawa.  Mudah-mudahan saja  itu perempuan  bisa  menyadari  kejahatannya  sebelum
datang ke sini dan bertobat!”
“Jangan harapkan hal itu Wiro!” desis Inani.
“Kau bersiaplah  Inani. Sesuai dengan  rencana kau baru  turun  tangan dalam  jurus ketiga....
Jika aku gagal, semua kawan-kawanmu harus menyerbu!”
Inani  mengangguk.  Dia  hendak  mengatakan  sesuatu  tapi  mulutnya  mendadak  sontak
terkancing. Matanya memandang ke arah tangga batu pualam yang menghubungi langkan Istana di
hadapan  taman  dengan  anjungan  pertama.  Sepasang  kaki  yang  bagus  kelihatan  melangkah
menuruni  anak  tangga  demi  anak  tangga. Orang  yang melangkah  ini  sampai  ke  langkan dan  dia
bukan lain dari Dewi Siluman.
Dewi  Siluman  telah  berganti  pakaian.  Pakaian  biru  ringkas  yang  dikenakannya  dihiasi
dengan  manik-manik  bergemerlapan.  Sikapnya  melangkah  begitu  agung  dan  penuh  wibawa.
Hidungnya naik ke atas dan Dewi Siluman hentikan langkahnya di tepi kolam.
Wiro Sableng hentikan suara siulannya.
Kedua  manusia  ini  beradu  pandang  sesaat  lalu  Dewi  Siluman  memandang  berkeliling,
menyapu para anak buahnya satu demi satu. Kemudian sang Dewi menengadah ke langit. Dan dari
mulutnya keluarlah suara.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Langit pagi begini cerah,
Sang surya bersinar terang
Udara segera melapangkan dada,
Tapi sungguh berubah,
Semua apa yang kupandang.
Dewi Siluman turunkan kepalanya lalu kembali memandangi anak buahnya satu demi satu.
“Anak-anakku,” katanya dengan  suara  lantang. “Aku perintahkan kalian untuk menangkap
manusia yang duduk di depan arca itu!”
Tapi tak satu orang pun yang bergerak dari tempatnya.
Paras Dewi Siluman kini berubah.
“Apa semua kalian sudah  tuli atau mulutku yang  tak bisa bersuara  lagi...?!” Dewi Siluman
memerintah lagi dengan suara menggeledek. Tapi tetap saja tak ada yang bergerak.
“Apa yang  telah  terjadi dengan kalian?!” teriak Dewi Siluman. Suaranya bergetar dahsyat.
“Mana kalung tengkorak kalian?!”
“Dewi, mulai saat ini kami di sini bukan lagi anak-anak buahmu!” Yang bicara adalah Inani.
Dewi Siluman palingkan kepalanya.
“Kau yang bicara Inani? Alangkah bagusnya! Hebat!” Rahang Dewi Siluman menggembung.
Mukanya  bermimik bengis.  “Jadi  semua  kalian di  sini bukan  lagi  anak buahku?!” Dewi Siluman
tertawa panjang.
“Semua  kalian  akan  menerima  hukuman!  Dan  kau  Inani!  Kau  yang  bakal  kupancung
pertama kali!”
Pendekar  212  Wiro  Sableng  perlahan-lahan  berdiri  dan  bergerak  sejauh  tiga  langkah.
Kembali antara pendekar ini dan Dewi Siluman terjadi bentrokan pandangan.
“Dewi  Siluman,  apakah  kau masih  betum melihat  jalan  kebaikan? Apakah  hatimu  begitu
kotor keras laksana gumpalan batu karang? Apakah pikiranmu begitu tumpul...?!”
Dewi Siluman mendengus.
“Delapan penjuru angin dunia persilatan negeri menyebut dan mendengar namaku! Apa aku
musti takut terhadap manusia macammu?!”
Wiro Sableng tertawa pelahan.
Dewi  Siluman  berdiri  berkacak  pinggang  tapi  diam-diam  dia  salurkan  seluruh  tenaga
dalamnya pada telapak tangan kiri kanan. Tiba-tiba, didahului oleh lengkingan dahsyat laksana mau
membelah  langit, Dewi Siluman membungkuk dan pukulkan kedua  tangannya sekaligus ke muka.
Tanah yang dipinjaknya melesak lima senti.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Wiro  yang  sejak  tadi  juga  telah  siap  waspada  tidak  terkejut  melihat  datangnya  dua
gelombang  angin  biru  yang  sangat  panas menyerang  ke  arahnya.  Pendekar  ini  sama  sekali  tidak
mengelak dari tempatnya berdiri malah balas memukulkan kedua tangannya ke muka lepaskan dua
pukulan  Benteng  Topan  Melanda  Samudera. Sekaligus  dia  hendak  menjajaki  sampai  di  mana
ketinggian tenaga dalam lawannya. Dan terkejutlah Pendekar 212.
Begitu  terdengar  suara  menggelegar  akibat  beradunya  pukulan  yang  bertenaga  dalam
dahsyat itu maka tubuh Wiro Sableng terhuyung keras ke belakang. Dia hampir saja jatuh duduk di
tanah kalau  tidak  lekas mengimbangi diri. Di hadapannya Dewi Siluman keluarkan  suara  tertawa
panjang. Ternyata tenaga dalam Pendekar 212 lebih rendah dari Dewi Siluman. Diam-diam pemuda
berambut gondrong ini tergetar hatinya tapi dia tidak takut.
“Kalau kehebatanmu cuma sebegitu,  tak sukar bagiku untuk meringkusmu, pemuda  tolol!”
kata  Dewi  Siluman.  Dan  segera  dia  loloskan  kalung  tengkorak  di  lehernya  sedang  tangan  kiri
keluarkan segulung benang sutera halus berwarna biru.
“Jurus kedua ini adalah jurus terakhirmu!” kata Dewi Siluman.
Dengan  ilmu  menyusupkan  suara,  Inani  peringatkan  Wiro  Sableng. “Cepat  keluarkan
senjatamu.  Kau  tak  bakal  kuat  menghadapinya  dengan  tangan  kosong!  Benang  sutera  itu  lihai
sekali!”
Di  saat Wiro merasa  ragu-ragu  untuk  keluarkan  senjata maka  Dewi  Siluman melangkah
sambil acungkan kalung tengkorak.
“Kau lihat tengkorak ini? Nasib tengkorak kepalamu tidak lebih baik dari ini! Tengkorakmu
cukup bagus untuk diramu sampai kecil dan dijadikan kalung!”
Lalu  dengan  sebuah  jurus  bernama  “Petir  Menyambar  Naga  Berenang” Dewi  Siluman
menyerbu. Kalung  tengkorak  di  tangan  kanannya  laksana  bola  baja menyambar  ganas  ke  kepala
Wiro  sedang  benang  sutera  biru  di  tangan  kirinya melesat  ke muka  untuk melihat  bagian  tubuh
Pendekar 212 yang menjadi sasaran.
“Wiro! Keluarkan senjatamu cepat!” teriak Inani.
Tapi Wiro menyambut serangan lawan dengan Pukulan Sinar Matahari.
Kalung  tengkorak di  tangan Dewi Siluman hancur  lebur. Suaranya  laksana  letusan meriam
sewaktu  dihajar  Pukulan  Sinar Matahari Pendekar  212  tapi  di  lain  pihak  sang  pendekar  sendiri
dibikin  kaget karena  pada  detik  itu  benang  sutera  biru  lawan  telah melibat  pergelangan  tangan
kanannya  sampai  ke ujung-ujung  jari. Wiro  coba menyentakkan  tapi  tiada  guna,  libatan  benang
sutra semakin ketat. Pendekar 212 lepaskan Pukulan Sinar Matahari ke arah Dewi Siluman, kali ini
dengan  tangan  kiri,  tapi  sebelum  kesampaian  sang  Dewi  sudah  hantam  lengan  kiri  itu dengan
lengan kanannya. Masing-masing merasa sakit namun Wiro lebih menderita sedang libatan benang
di tangan kanannya belum terlepas.scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Inani  tak  menunggu  lebih  lama.  Segera  gadis  ini  berkelebat  dan  laksana  kilat  lepaskan
totokan jarak jauh yang lihai ke arah Dewi Siluman.
Dewi  Siluman  yang  tengah  hendak melibat  sekujur  tubuh Wiro  dengan  benang  suteranya
ternyata betul-betul  luar biasa. Dia masih  sempat merasakan datangnya bahaya yang mengancam.
Padahal kecepatan gerakan Inani tadi tidak seorang pun yang melihatnya.
Sang  Dewi  rundukkan  tubuh  untuk  hindarkan  sambaran  angin  yang  dirasakannya
menyerang ke urat lehernya. Tapi anehnya sambaran angin itu mengikuti gerakannya. Mau tak mau
Dewi Siluman terpaksa lepaskan gulungan benang dan pergunakan tangan kirinya untuk menangkis
angin serangan lawan.
Bukan saja angin totokan Inani buyar berantakan, tapi pukulan Dewi Siluman terus melanda
tubuhnya. Karena  tenaga dalam Inani  jauh  lebih  rendah  tak ampun  lagi gadis  ini mencelat  sampai
delapan tombak, terguling di tanah, masuk ke dalam kolam. Inani kelihatan seperti hendak berenang
tapi  tubuhnya  kemudian  tenggelam  sedang air kolam  tampak merah oleh darah yang muntah dari
mulutnya.
Melihat  ini  Laruni  segera  melompat,  ceburkan  diri  keadaan  kolam  lalu  menyeret  Inani
keluar.  Tubuh  Inani  dibaringkannya  di  satu  tempat  yang  aman  dan  diberi  pertolongan  sedapat-
dapatnya.
Sebenarnya Dewi  Siluman merasa  terkejut  akan  kehebatan  angin  pukulan  aneh  yang  tadi
dilepaskan Inani. Namun kini terdengar suara tertawanya mengekeh.
“Itu  contoh  pertama  buat  manusia-manusia  murtad  yang  berkhianat  terhadap  Dewi
Siluman!” berkata sang Dewi dengan seringai bengis. Dia lalu cepat-cepat palingkan kepala ke arah
Wiro Sableng. Kegusarannya tiada tara sewaktu melihat Pendekar 212 berhasil melepaskan benang
sutra yang melibat sebagian tangan kanannya.
“Benangmu  ini  cukup  lihai  Dewi.  Aku  mau  lihat  apakah  kau  sendiri  sanggup
menghadapinya!” kata Wiro.
Dewi Siluman ganda mendengus. Dia mundur beberapa langkah lalu berlutut di atas rumput.
Mata dipejamkan sedangkan kedua tangan bersidekap di muka dada.
“Saudara!” seru  Laruni  terkejut.  “Hati-hati!  Dia  hendak  keluarkan  Ilmu  Seribu  Siluman
Mengamuk!”
Pendekar 212 yang memang  sudah diberi  tahu kehebatan  Ilmu Seribu Siluman Mengamuk
itu  segera  lesatkan benang sutera biru di  tangannya. Laksana  seekor ular, benang  itu meluncur ke
arah Dewi Siluman,  tapi  anehnya  satu  tombak  dari  hadapan  sang Dewi, benang  itu  tak mau  lagi
meluncur, melainkan membelok-belok kian ke mari menjauhi sasarannya.
“Sialan!” maki  Pendekar  212.  Gulungan  benang  di  tangannya  dilemparkan  ke  kolam.
Sementara  itu  dari  ubun-ubun  Dewi  Siluman Wiro  melihat  asap  hitam  mengempul bergulung-scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
gulung. Waktu dia memandang berkeliling, tak seorang gadis baju biru pun dilihatnya. Pasti mereka
telah sembunyikan diri karena takut akan ilmu sang Dewi.
Sepasang mata Pendekar 212  tidak berkesip dan memandang ke arah Dewi Siluman penuh
waspada.  Kepulan  asap  semakin  tebal.  Seluruh  tubuh Wiro  Sableng  sudah  tergetar  oleh  aliran
tenaga dalam kedua kaki merenggang. Hatinya tegang sekali menunggu detik demi detik.
Tiba-tiba  dari  mulut  Dewi  Siluman  terdengar  suara  seperti  orang  menangis.  Dan  suara
seperti  tangisan  ini  kemudian  berganti  dengan  lengking-lengking  jeritan yang  merobek  langit
mengerikan. Kepulan asap sudah menebar di mana-mana. Dewi Siluman ganti suara lengkingannya
dengan  teriakan macam  lolongan serigala lapar. Anehnya, gumpalan-gumpalan asap kini kelihatan
memecah cepat dalam ratusan gumpalan kecil yang kemudian mengembang tambah besar... tambah
besar. Ketika  Wiro  memperhatikan  gumpalan-gumpalan  asap  hitam  ini  terkejutlah  dia. Setiap
gumpalan  telah berubah menjadi sosok-sosok  tubuh makluk-makhluk yang mengerikan. Tubuhnya
hanya  sebatas  dada  ke  atas  dan  lima  kali  tubuh  manusia  besarnya. Makhluk-makhluk  aneh  ini
bermuka  sangat  mengerikan,  rambutnya  awut-awutan,  mata  merah  besar,  lidah  menjulur  lebar
keluar sedang taring dan gigi-giginya menjorok besar-besar.
Dewi Siluman menjerit.
Ratusan makhluk  jadi-jadian  itu  balas menjerit dan masing-masing angkat  tangan mereka.
Ternyata masing-masing mempunyai enam pasang tangan. Dan setiap tangan berkuku hitam.
“Bunuh manusia itu!” teriak Dewi Siluman. Matanya masih meram, tangan masih mendekap
dada dan tubuhnya masih berlutut di rumput.
Ratusan makhluk  siluman menjerit  dahsyat  dan menyerbu  berserabutan  ke  arah  Pendekar
212 Wiro Sableng. Tak ayal lagi-Pendekar 212 segera cabut Kapak Naga Geni 212. Dari mulutnya
keluar bentakan  keras dan  sekali  kapak diputar  terus melanda ke  arah makhluk-makhluk  siluman
yang  datang menyerbu. Belasan makhluk  yang  tersambar Kapak Naga Geni  212 menjerit,  darah
muncrat dari  tubuh masing-masing. Tapi anehnya makhluk-makhluk  ini  tidak musnah malah dari
setiap  tetes muncratan darah berubah menjadi makhluk siluman baru sehingga dalam sekejap saja
jumlahnya telah bertambah ratusan bahkan mungkin sudah ribuan kini.
Sewaktu  makhluk-makhluk  itu  dengan  ganasnya  menyerang  kembali  Wiro  Sableng  tak
berani menghantam dengan Kapak Naga Geni. Tubuhnya berkelebat  dan  lenyap. Untuk beberapa
lamanya  dengan  gesit  dia  berhasil  mengelakkah  setiap serangan  yang  dilancarkan  oleh  ratusan
makhluk  siluman  itu.  Dari  samping,  dari  atas  dan  dari  bawah  tiada  kunjung  hentinya  datang
serangan. Sampai  berapa  lamakah  Pendekar  212  sanggup  pertahankan  diri?  Sementara  itu  dalam
keadaan  yang mulai  terjepit  itu Wiro masih  juga belum berhasil memecahkan  rahasia  kelemahan
ilmu seribu siluman mengamuk yang tersembunyi di balik dua rangka kalimat: Ilmu Seribu Siluman
mengamuk teramat sakti. Hanya suara yang sanggup mengalahkannya!scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
Telinga  Pendekar  212  mulai  sakit  oleh  kedahsyatan  luar  biasa  jeritan-jeritan  ratusan
makhluk siluman yang datang menyerangnya. Meski dia sudah  tutup  indera pendengarannya tetap
saja suara  jerit  lengking yang mengerikan  itu masuk menerobos  liang-liang  telinga dan pada  jurus
pertempuran kedua belas kedua telinga Pendekar 212 mulai keluarkan darah.
“Mampuslah aku!” keluh Wiro dalam hati.
Baru saja dia mengeluh demikian, satu sambaran tangan lawan tak bisa dielakkannya.
“Breet!”
Robeklah  pakaian  Wiro  Sableng.  Dadanya  tergurat  luka  disambar  kuku  dari  makhluk
siluman dan tubuhnya dengan serta merta menjadi panas. Wiro cepat telan sebutir pil lalu melompat
enam tombak dan tekan gagang Kapak Naga Geni 212 di bagian leher kepala naga-nagaan. Ratusan
jarum  hitam  menderu  ke  arah  makhluk-makhluk  siluman.  Tapi  laksana  seseorang  menepuk  air
hujan, makhluk-makhluk  itu  sekali  kebutkan  enam  pasang  tangan maka mentallah  semua  senjata
rahasia yang dilepaskan Wiro.
Pendekar 212 sambil melayang  turun kirimkan pukulan Benteng Topan melanda Samudera
sedang  kapak  diputar  dengan  gerakan Orang Gila Mengebut  Lalat! Dua  gelombang  angin  yang
dahsyat  luar  biasa melanda  tubuh makhluk-makhluk  siluman. Tapi  tak  ada  gunanya  serangan  itu
karena  makhluk-makhluk  ini  seperti  tiada  merasakan  apa-apa  malah  dengan  cepat  menyerbu
tambah dekat. Sewaktu Wiro dalam keadaan yang sudah kepepet lepaskan pukulan sinar matahari
dengan tangan kiri, makhluk-makhluk siluman itu meniup ke muka dan menjerit-jerit lebih dahsyat.
Pukulan  sinar matahari membalik menyerang Pendekar 212  sendiri. Wiro menjerit  keras.
Untuk  melompat  kembali  ke  atas  tidak  mungkin.  Terpaksa  dia  buang  diri  ke  samping  dan
bertabrakan dengan salah satu makhluk siluman. Untung saja Wiro masih sanggup jatuhkan diri dan
berguling  di  tanah,  kalau  tidak  pasti  tubuhnya  akan  dihantam  empat  pasang  tangan  makhluk
siluman. Ketika dia berdiri kembali, empat makhluk siluman menerjang ke arahnya. Tak ada jalan
lain daripada hantamkan Kapak Naga Geni 212 ke muka. Empat makhluk meraung keras dan mandi
darah. Muncratkan  darah  hanya menambah banyaknya  jumlah makhluk  siluman  itu  saja. Sedang
empat makhluk  yang  tadi  disambar  kapak  kembali menyerbu  dengan  lebih  buas. Pendekar  212
bersiul nyaring lalu lancarkan satu tendangan pada makhluk yang terdekat. Makhluk ini mental tiga
tombak yang  lainnya, disusul puluhan kawan-kawannya berhamburan ke muka. Di saaat  itu Wiro
Sableng  terkurung  di  tepi  kolam.  Darah  dari  kedua  liang  telinganya  telah  membasahi  pipi.
Pakaiannya  robek-robek  sedang  kulit  tubuhnya  berselomotan  darah  bekas  cakaran  makhluk-
makhluk siluman.
Satu-satunya  tempat untuk selamatkan diri  ialah patung perempuan telanjang yang terdapat
di  tengah  kolam. Tanpa menunggu  lebih  lama Wiro melompat  ke  atas  kepala  patung  itu. Ketika
puluhan makhluk siluman melayang ke arahnya maka Pendekar 212 segera keluarkan batu api dari scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
balik pakaian. Begitu makhluk-makhluk itu. menyerbu, Wiro adu batu api dengan mata kapak. Satu
gelombang  angin  menggebu  ke  arah  makhluk-makhluk  siluman. Gerakan  puluhan  siluman  itu
terhenti sejenak. Api menyambar tubuh mereka tapi sedikitpun tak membawa akibat apa-apa, malah
bersama  puluhan  kawan-kawannya makhluk-makhluk  yang  kena  disambar  api  ini cepat  teruskan
serbuan mereka.
Wiro Sableng  lompat dari atas patung, melesat ke bagian  lain dari kolam. Boleh dikatakan
seluruh  taman  telah  dipenuhi  oleh makhluk-makhluk  siluman.  Sebentar  saja Wiro  berdiri  di  tepi
kolam itu maka puluhan makhluk kembali menyerbunya, memaksa dia berkelebat cepat kian kemari
untuk hindarkan diri
“Tamatlah riwayatku!” keluh  Wiro  Sableng  sewaktu  satu  tangan  makhluk  siluman
menghantam  punggungnya  dengan  keras, membuat  dia  berguling  di  rumput  dan  bangun  dengan
megap-megap,  bergerak  lagi  dengan  cepat  untuk  hindarkan  serangan makhluk-makhluk  siluman
yang kembali datang menyerbu.
Pendekar 212 merasa tiada perlu lagi dia memegang Kapak Naga Geni 212 karena tidak bisa
digunakan. Segera dia selipkan batu hitam ke balik pakaian dan hendak simpan Kapak Naga Geni
212. Tapi dia ingat bahwa masih ada satu kehebatan Kapak itu yang belum dikeluarkannya. Dengan
hati meragu apakah kehebatan terakhir ini akan sanggup selamatkan dirinya Pendekar 212 balikkan
senjata  itu dan  tempelkan mulut kepala naga-nagaan ke bibirnya. Maka  terdengarlah  suara  tiupan
seruling. Mula-mula perlahan,  kemudian melengking  keras,  tinggi  dan  tajam,  bergema  ke  setiap
penjuru.
Ratusan makhluk siluman  tampak  tertegun. Suara  jeritan-jeritan mereka mulai pelahan dan
semakin  tinggi nyaring suara seruling, jeritan-jeritan makhluk itu semakin berkurang dan akhirnya
lenyap sama sekali. Wiro kerahkan seluruh  tenaga dalamnya. Tiupan seruling  laksana deru  ribuan
tawon. Makhluk-makhluk siluman kelihatan bingung dan mundur, lalu menjerit dan berteriak-teriak
aneh. Sekelompok  demi  sekelompok  tubuh  mereka  kembali  menjadi  kepulan  asap  hitam  untuk
kemudian sirna tiada bekas.
Ketika keseluruhan makhluk siluman itu lenyap menjadi asap dan asap lenyap pula dari pe-
mandangan  maka  kelihatan  Dewi  Siluman  di  tengah  taman.  Mukanya  pucat  pasi,  dari  telinga,
hidung, mata serta mulut keluar darah kental. Sekujur badannya tergetar hebat.
Sewaktu  Pendekar  212  tiup  suling  Kapak  Naga  Geni.  Dewi  Siluman  tersentak  kaget.
Bagaimanapun  dia  kerahkan  tenaga  dalam  dan  tutup  pendengarannya  namun  suara  seruling  tak
berhasil  ditolaknya, terus menyeruak  ke  dalam  liang  telinga, mengacaukan  jalan  pikirannya  serta
menyentak-nyentak pembuluh darah, membuat aliran darahnya tidak teratur lagi.
Dewi Siluman coba bertahan dengan sekuat tenaga dan kesaktian yang dimilikinya, tapi kini
dia  telah  ketemu  batunya. Tiupan  seruling Pendekar  212  yang  sangat  dahsyat  telah membongkar scan & cover by kelapalima ebook by kalibening
kelemahan  ilmu  siluman  yang  dimilikinya. Bukan  saja  ilmu  siluman  itu musnah  berantakan  tapi
juga tiupan seruling terus membungkus dirinya tiada sanggup ditolak lagi.
Sambil  terus  tiup  senjatanya Wiro  Sableng memaki  dalam  hati. Sungguh  tolol  sekali  dia.
Kiai Bangkalan telah menuliskan dua kalimat yang bisa membongkar rahasia kehebatan ilmu Dewi
Siluman tapi dia tak berhasil memecahkannya. Masih untung dalam keadaan sangat terjepit dia tiup
senjata itu, padahal itu pun tadi dilakukannya dengan hati bimbang karena khawatir akan sia-sia.
Tubuh Dewi  Siluman makin  lemah. Darah  keluar semakin  banyak. Kini  di  bawah  tiupan
seruling  itu  tampak  tubuhnya  terhuyung  kian  kemari  dan  kira-kira  setengah  peminuman  teh
kemudian  tubuh  itu  tak  sanggup  lagi  bertahan.  Dewi  Siluman  meraung.  Raungan  yang  keluar
disertai muntahan  darah  berbuku-buku. Tubuhnya  rebah menelungkup  ke  tanah, masih  bergerak-
gerak beberapa ketika kemudian diam untuk selama-lamanya.
Pendekar  212  masukkan  Kapak  Maut  Naga  Geni  ke  balik  pakaiannya  lalu  bersila  dan
meramkan mata. Luka  di  bagian  luar  serta  dalam  tubuhnya  cukup  parah.  Sepeminuman  teh  baru
Pendekar  ini  buka  kedua  matanya  lalu  telan  sebutir  pil  dan  berdiri.  Gadis-gadis  berbaju  biru
dilihatnya bermunculan kembali di sudut-sudut taman.
Wiro melangkah ke tempat di mana Inani duduk tersandar. Dia sudah sadar dari pingsannya
dan memandang kepada pemuda itu sewaktu Wiro me langkah ke hadapannya.
Wiro  tersenyum  dan  berlutut  di  hadapan  gadis  ini.  Inani membalas  senyumnya. Matanya
yang tadi sayu kini kelihatan bersinar.
“Kau hebat Wiro....”
“Aku manusia tolol geblek!” sahut Wiro Sableng.
“Sudah  hampir mau kojor baru  bisa pecahkan  rahasia yang diberikan Kiai Bangkalan.  Itu
pun secara tak sengaja!”
Inani tersenyum.
Wiro memegang tangan gadis ini. “Kau tak apa?”
Gadis itu menggeleng.
“Terima  kasih  atas  pertolonganmu”,  bisik Wiro. Dia memandang  berkeliling  lalu  kembali
berpaling pada gadis itu dan berkata. “Sudah saatnya kita meninggalkan tempat ini, Inani!”
Inani mengangguk. Dibantu  oleh Wiro  gadis  ini  berdiri. Mereka  saling  pandang  sejenak,
sama-sama mengulas senyum dan mulai melangkah ke arah langkan istana Dewi Siluman di mana
kawan-kawan  Inani menunggu. Di  langit  sang  surya bersinar  cerah. Satu  kejahatan  telah musnah
tapi Pendekar 212 WiroSableng  tahu bahwa masih banyak  lagi manusia-manusia  jahat yang musti
ditumpas.
TAMAT

Tidak ada komentar: